_Katamu Malam itu_

on
Rabu, 19 Desember 2012
"Sudahlah... Tak perlu selalu berharap bahwa kita akan bertemu kembali jika itu hanya akan menyiksa hati kita masing-masing..." katamu di perbincangan kita malam itu.

"Ikhlaskan takdir membawa kita ke arah mana saja ya IA mau... lalu kita lihat, keajaiban apa yang dibawa takdir untuk membuat kita bisa bertemu lagi...."


Ah, sepertinya kamu lupa... bukankah menanti keajaiban itu datang berarti menjaga api harapan itu tetap menyala?

Ya, kamu sepertinya tak akan pernah tau... hatiku tak akan mampu memadamkan api harapan itu, meski mungkin memang tak lagi semembakar dulu...


Rosa, 
19 Desember 2012

:: Tentang 9 Matahari ::

on
Senin, 17 Desember 2012
Saya membeli novel 9 Matahari ini sekitar sebulan yang lalu di Gramedia Amaris (Semarang). Pertama tertarik beli novel ini karna say abaca tulisan di salah satu blog favorit saya (Rumah Matahari, red). Mbak Syam, si pemilik blog memberikan sedikit uraian tentang kelebihan novel ini.

 gb. ambil dr gugel

Awal-awal baca, jujur saya agak kecewa sih sama novel ini. Mungkin karna saya udah punya ekspektasi cukup tinggi kali ya gara-gara baca uraian mbak Syam tentang ini novel. Kenapa saya kecewa? Pertama, karna novel ini saya rasa nggak bikin penasaran dan nggak bisa bawa jiwa saya ikut masuk ke dunia si Matari. Kedua, novel ini lebih mirip seperti buku harian si Matari. Pembaca sama sekali nggak di ajak untuk benar-benar mengenal detail dunia Matari. Nggak ada penggambaran tentang fisik Matari, fisik orang-orang di kehidupan Matari, dll. Juga nggak ada penggambaran ekspresi dalam dialog-dialog antar tokohnya (yang juga sangat minim). Kenapa itu penting bagi saya? Karna penggambaran fisik, cara berpakaian, dan ekspresi-ekspresi saat bicara berbanding lurus dengan pengahayatan pembaca dan keinginan untuk terus membaca sampai ending. Juga sangat berpengaruh pada imajinasi pembaca atas apa yang ia baca.

Tapi, sampai di pertengahan Bab novel tersebut, emosi saya mulai terbawa. Saat si Matari “tumbang” atas peliknya masalah-masalah hidupnya, dan saat ia mencoba bangkit dan menguatkan kaki untuk kembali tegak menghadapi apapun di depannya setelah bertemu orang-orang baik yang memberinya semangat.

Well, di tengah ‘sedikit’ rasa kecewa saya pada novel ini, saya tetap salut pada sosok Matari. Seorang anak muda yang penuh energy,  dan yang punya tekad teramat besar untuk memperjuangkan mimpi-mimpiny meski dihadang beribu macam kesulitan.
Malu juga kalau inget bahwa dulu aku rajin sekali mengeluh merasa banyak sekali mengalami kekurangan saat masa-masa kuliah. Aku lupa, bahkan mungkin belum sadar, bahwa ada orang-orang seperti Matari yang harus memperjuangkan kuliahnya meski taruhannya adalah nasib perutnya sendiri.

**Ampuni aku yang rajin mengeluh ini Rabb…

Rosa,
17 Desember 2012

...Kini aku disini...

on
Senin, 10 Desember 2012



Seperti ide utama dalam novel Perahu Kertas, bahwa terkadang kita harus melewati jalan yang memutar untuk akhirnya sampai pada apa yang kita cari atau kita tuju… Maka hari ini saya  menyadari bahwa ternyata aku pun merasakannya.

Setelah sebelumnya takdir “mengijinkanku” untuk mencicipi realisasi atas doaku untuk keluar dari kota ini, akhirnya aku kembali dituntun dan dibukakan mataku untuk sepenuhnya menyadari bahwa apa yang aku inginkan belum tentu yang terbaik untukku… bahwa apa yang menurutku tidak baik, tak selamanya benar-benar tidak baik…

Dan lihatlah… hari ini aku ada disini, kembali di kota ini…

Dengan sepenuhnya keyakinan, bahwa inilah tempat terbaikku saat ini…

Terimakasih Allah… Terimakasih untuk segala sesuatu yang Nampak amat sempurna… meski tetap berhiaskan kekurangan dan kelebihannya… 

Rosa,
10 Desember 2012

2 Bidadari Dari Dunia Maya ;)

on
Selasa, 04 Desember 2012


Dulu saya kurang begitu percaya kalau ada orang-orang yang bilang dengan akun jejaring social itu bisa menambah teman dan memperluas pergaulan. Yah, jelas saja aku berkeyakinan begitu. Aku memang bukan orang yang mudah ‘berteman’ dengan ‘orang asing’ (dulunya). Kalaupun aku menggunakan akun jejaring social, ya semata untuk asyik-asyikan Dengan orang-orang yang memang sudah aku kenal di dunia nyata.

Tapi, anggapanku itu terpatahkan sekitar setahun lalu. Ketika aku mendapatkan ‘teman baru’ melalui akun jejaring social, facebook tepatnya. Berawal dari keinginan untuk menekuni hobi menulis, aku bergabung dengan grup kumpulan wanita-wanita yang hobi menulis. Dan dari situ, aku berkenalan dan kemudian akrab di dunia nyata dengan 2 orang: Mbak Ella (Ella Sofa) dan Mbak Rohma Mauhibah.

Sejak pertama kali bertemu dengan mereka, entah kenapa aku langsung kagum. Mereka wanita luar biasa menurutku. Mbak Ella adalah seorang ibu rumah tangga dengan 3 malaikat kecil. Dengan setumpuk tanggung jawab sebagai IRT yang sebegitu menguji kesabarannya (bagiku), beliau selalu semangat untuk terus berkarya (menulis). Semangatnya jauh berkali-kali lipat jauh lebih besar dari aku yang bisa dibilang sama sekali belum punya tanggung jawab. Orangnya cantik, anggun, berjilbab rapi, ramah… benar-benar sosok wanita yang mengagumkan bagiku. Oh ya, satu lagi yang nggak boleh ketinggalan! Ditengah ratusan tanggung jawab dan keinginannya untuk terus berkarya, ia bahkan masih ‘sempat’ mengabdikan diri untuk masyarakat. Mbak Ella membuka sebuah taman baca sederhana di rumahnya. Meminjamkan buku-buku cerita gratis ke anak-anak, rela ‘direcoki’ mereka yang ingin meminjam buku saat seharusnya ia bisa istirahat, juga dengan ikhlas ‘membiarkan’ bukunya terkoyak oleh tangan-tangan kecil yang kadang belum paham bagaimana berhati-hati memperlakukan buku. Ah, semoga Allah membalas tiap amal baikmu dengan balasan yang jauh lebih baik ya Mbak…

Sementara Mbak Rahma? Ia juga wanita luar biasa! Seorang wanita yang dengan amat sabarnya harus menahan rindu ratusan hari demi mengikhlaskan suaminya jauh darinya beberapa saat untuk menuntut ilmu di negeri seberang sana. Ia juga ibu dari seorang bidadari di surga sana. Orangnya sangat cerdas menurutku. Teman diskusi yang asyik, meskipun kadang minder karna wawasanku yang nggak sebanding. Hehe…

Ditengah himpitan rasa rindunya, Mbak Rahma justru menggunakan itu sebagai lecutan untuk terus berkarya. Taukah kalian, beliau adalah seorang penulis buku-buku ajar untuk mata pelajaran matematika. Wow!! Jelas saja aku kagum. Mempelajari matematika dari buku yang sudah disusun aja aku selalu kerepotan, tapi Mbak Rahma bahkan menyusun beberapa buku berisi deretan-deretan materi matematika.

Emm, tapi ada satu persamaan yang aku iri dari mereka berdua. Mereka berdua adalah istri dari suami-suami yang amat pengertian (menurut cerita mereka), yang juga hobi membaca sama seperti mereka, dan sangat mendukung potensi mereka.  Ah, Allah memang tak pernah ingkar… wanita baik-baik untuk laki-laki baik-baik…


Rosa,
04 Desember 2012

-2 'Pangeran' dari Dunia Fiksi-

on
Kamis, 29 November 2012


Kalu aku ditanya lebih asyik mana nonton film atau baca novel, aku akan langsung jawab: baca novel!

Kenapa? Karna saat baca novel aku bisa masuk ke dunia baru dan bebas mengimajinasikan apapun yang ada dalam novel itu. Sedangkan kalau nonton film, kita tinggal menikmati “suguhan jadi” hasil imajinasi sutradara.

Nah, dari kesukaanku baca novel, aku juga beberapa kali menemukan sosok-sosok luar biasa dalam dunia fiksi. Yaitu para tokoh dalam novel yang karakternya di buata sedemikian mengagumkannya oleh para penulisnya, tapi tetep membumi, dalam arti tetep punya sisi-sisi wajarnya manusia (bukan malaikat yg tanpa salah).

Dari sekian banyak tokoh mengagumkan itu, ada 2 tokoh pria yang selalu terngiang dibenakku. Bahkan kadang bikin aku mengkhayal akan bertemu sosok seperti mereka dalam dunia nyata. Dan 2 tokoh itu adalah: Remigius Aditya (dalam novel Perahu Kertas karangan Dewi Lestari alias ‘Dee’) dan Makky Matahari Muhammad (dalam novel Cinta di Ujung Sajadah karangan Asma Nadia).

Aku ‘jatuh hati’ pada Remigius Aditya alias Remi, cenderung karna ukuran-ukuran duniawi. Dia digambarkan sebagai lelaki muda yang tampan dan rapi. Ia juga seorang pengusaha muda pemilik sebuah perusahaan advertising yang sedang berkembang. Selain itu Remi juga romantic abis, perhatian, de el el. Ah, tiap baca ulang novel Perahu kertas, aku kok selalu mengimajinasikan Remi itu Rio Dewanto ya… hahaha…

Sedangkan alasanku menyukai Makky Matahari Muhammad, lebih pada alasan-alasan dunia akhirat (ceileeee….!!!). Dia anak muda berpenampilan santai dan seadanya. Tinggal dengan seorang ibu dan seorang adik perempuan, sedangkan ayahnya sudah meninggal. Makky punya hobi dibidang fotografi. Tapi yang paling mengagumkan, dibalik penampilannya yang sama sekali tidak menggambarkan sebuah ‘kealiman’ bak aktivis2 rohis atau remaja masjid, Makky amat teguh memegang prinsip2 yang saat ini sudah amat longgar diterjang. Salah satunya, ia tidak akan menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Ia selalu mengingat dan memegang teguh nasihat almarhum ayahnya, bahwa ia tidak boleh berkelakuan buruk, karna ia menyandang nama dari manusia paling mulia di dunia (Muhammad). Ah, Makky… mengagumkan sekali! Aku juga suka banget sama namanya. Di novel itu disebutkan, Makky itu artinya “Laki-laki yang hatinya tertaut dengan Makkah”. Emm, uniknya lagi, kalau Remi langsung aku gambarkan dengan sosok Rio Dewanto, untuk Makky, aku bahkan sama sekali nggak tau harus mengimajinasikan sosok fisiknya seperti siapa. Atau jangan2 aku bakal dipertemukan dengan sosoknya di dunia nyata? (mulai ngayal!!! Haha…)

Emm… satu lagi, bagiku, Makky adalah penggambaran imaginative atas rangkaian doa-doaku tentang “jodoh”. :)

Rosa,
29 november 2012 

Terimakasih Allah...

on
Jumat, 23 November 2012


Terimakasih Allah….

Untuk membuatku punya banyak sekali kesempatan membiarkan badanku ada di tengah-tengah curah air hujan

Menikmati langsung setiap tetes keberkahan yang terkandung atasnya, lalu berharap segala resah terbasuh olehnya…

Terimakasih Allah…

Untuk membuatku punya banyak sekali kesempatan di musim hujan tahun ini, untuk membisikkan ribuan untai doa di tengah curah rahmat langitMU…

Semoga Engkau Ridho… semoga Engkau Ridho…


Rosa, 
23 November 2012

Selamat Ulang Tahun, Kakak :)

on
Rabu, 21 November 2012








Selamat mengenang perjuangan ibundamu 22 tahun lalu saat bertaruh nyawa demi melahirkanmu kakak…

Selamat mengenang ribuan hari dalam lembaran sejarah hidupmu, memutar beratus slide yang mengesankan, pun yang amat menyedihkan…

Selamat menginsyafi segala kekurangan di hari-hari sebelumnya, lalu merekonstruksinya menjadi rangkaian rencana masa depan yang kian sempurna…

Dariku… lagi-lagi hanya seuntai doa…

Semoga barakah umurmu…. Semoga yang terbaik selalu untukmu…

Kalau ada sepenggal lagu yang paling ingin aku nyanyikan untukmu, maka itu adalah…
“Lelahmu, jadi lelahku juga…. Bahagiamu, bahagiaku pasti…..”

Rosa,
21 Nov '12

Signature

Signature