Yang Seringkali Terlupakan

on
Minggu, 29 April 2012

Setelah beberapa waktu ‘libur ’ menulis untuk blog karna satu dan lain hal, hari ini tiba-tiba kembali rindu menuangkan hal-hal kecil yang menggelitik menjadi sebuah tulisan yang semoga member setitik manfaat bagi siapapun yang membacanya.
Saya tiba-tiba terngiang obrolan ringan dengan seorang sahabat di kampus beberapa waktu yang lampau. Saat itu saya sedang mendengarkan dia membagi ilmunya. “Tau nggak pentingnya niat daam semua tindakan kita??” tanyanya pada suat siang. “Apa?” sahutku. “Ketika kita melakukan sesuatu yang sebenarnya sunnah, tapi kita tidak meniatkannya dalam rangka mengikuti sunnah, maka apa yang kamu lakukan itu tidak akan dihitung ibadah. Makanya, itu juga sekaligus menjelaskan pentingnya ilmu”. Ya, kata – kata tersebut terus saya simpan di memori saya.
Pagi ini, saat pikiran masih terbilang fresh, saya sedikit merenung. Allah Maha Rahman Rahim. Maka IA membentangkan jalan seluas langit dan bumi yang bias ditempuh siapapun yang mau untuk menuju ke Jannah-NYA. Allah menyediakan pahala-pahala tak terhingga bahkan untuk hal-hal yang terlihat ‘sepele’ dan ‘enteng’. Salah satunya dengan beraneka macam sunnah Rasulullah.
Saya yakin, banyak sekali manusia yang punya pengetahuan yang amat luas tentang sunnah. Tapi apakah dengan pengetahuan tersebut kita lantas dengan tekun melaksanakannya?? Kalau saya pribadi mengakui tidak (belum). Padahal, hei… bukankah sunnah tak terbatas pada sholat tajud di sepertiga malam, puasa senin kamis serta ibadah-ibadah yang cenderung kita anggap ‘berat’?!
Ya, hal itulah yang ingin saya tuangkan dalam Tulsan saya ini. Betapa seringnya kita membatasi ruang lingkup ibadah dalam otak kita. Padahal, sekali lagi… saking sayangnya Allah pada kita hingga IA menyediakan banyak sekali pahala bahkan untuk amalan-amalan yang sepertinya remeh.
Okee, saya akan menyebutkn beberapa hal kecil yang kalau kita niatkan ia sebagai bentuk pengejawantahan atas rasa hormat dan cinta kita terhadap Rasulullah, maka Allah pasti tak akan ragu mencatatkan sehelai pahala untuk kita.
1.      Memakai sandal/sepatu dimulai dari kaki kanan terlebih dahulu
2.      Membuka sandal/sepatu dimulai dari kaki kiri terlebih dahulu
3.      Masuk kamar mandi dimulai dari kaki kiri dulu
4.      Keluar kamar mandi dimulai kaki kanan dulu
5.      Minum sambil duduk

Cukup lima saja yang saya sebutkan. Lalu dari lima yang saya sebutkan di atas, manakah yang telah menjadi akhlak yang tak terpisahkan dari keseharian kita??? Padaal sekali lagi, itu baru lima belum amalan-amalan tentang membaca doa sebelum makan, doa sebelum tidur, doa sebelum masuk kamar mandi, dan masih buuaanyaaak lagi.
Ah, sehitam itukah hati kita hingga melakukan ‘hal-hal kecil’ tersebut masih saja terasa berat??!! Kalau yang seperti itu saja kita enggan membiasakan, lalu bagaimana dengan amalan sunnah mendirikan sholat malam???
Ata jangan-jangan tanpa sadar kita pernah berpikir, “Ah, itu kan amalan sepele… pasti pahalanya juga kecil…”
Masyaallah… bukankah pahala kecil jika dilakukan ters-menerus juga akan terkumpl menjadi sebongkah pahala yang insyaallah akan memperberat timbangan kita di hari perhitungan kelak?!(**)
Ah, semoga Allah membuka pintu hati kita untuk segera mengusahakan tumbuhnya akhlak ang mencontoh Rasulullah dalam keseharian kita. Amin.

Sekali lagi, tulisn saya sedikitpun tidak bermaksud menggurui. Semata sebagai salah satu cara menasehati diri saya sendiri, sekaligus ingin berbagi.

(**)Syarat & ketentuan berlaku: jangan pernah tinggalkan yg wajib

Ocha

Jepara, 27 April 2012

Sepotong Hikmah dari 'Mbah Temi' dan 'Bu Jamilah'

on
Kamis, 05 April 2012
Setelah (dengan ijin Alloh) berhasil menyelesaikan studi S1-ku, aku menghabiskan masa menanti wisuda dirumah, sembari memulai langkah berikhtiar mencari kerja. Masa-masa yang, jujur saja terkadang terasa amat membosankan. perasaan jenuh yang terus-menerus menekan, tentu saja tidak baik kalau dibiarkan. Maka, aku mencari pelarian. Bukan, tentu saja bukan narkoba.hehe...
Aku berusaha mendayagunakan waktuku sebisa mungkin untuk hal-hal yang menurutku bermanafaat. Selain itu, aku mencoba menghidupkan kembali kebiasaan-kebiasaan baik yang karna satu dan lain hal (terutama karna males) sempat beberapa waktu aku tinggalkan. Dan salah satu kebiasaan yang sedikit demi sedikit kembali aku tanamkan adalah: Sholat berjama'ah ke masjid.

Rumahku amat dekat dengan masjid. Yaah... langkah dari rumah lah... *kaya' judul lagu dangdut ya?!*. Tapi bukan tentang itu yang ingin aku ceritakan saai ini, dalam tulisan ini. Aku ingin bercerita tentang hal lain, yang semoga menghamparkan jauh lebih banyak ibrah.
Jumlah jama'ah wanita sholat 5 waktu di masjid dekat rumahku tidak terlalu banyak. Yaa... rata-rata 2 Shaff lah. Jadi tidak terlalu sulit untuk memperhatikan siapa-siapa yang terbilang rutin sholat berjama'ah. Di antara tidak banyak orang-orang yang istiqomah sholat berjamaah itu, ada 2 orang yang amat menarik perhatianku, serta menyentuh sisi terdalam hatiku. Sebutlah ia Mbah Temi dan Bu Jamilah.

Mbah Temi. Tahukah kalian... ia adalah seorang wanita renta. Umurnya sepertinya sudah melewati angka 80. Dan berkat karunia Alloh, beliau masih teramat sehat. Namun, se-sehat-sehatnya seorang renta, bisa kalian bayangkan seperti apa fisik dan staminanya?! Padahal rumahnya tidak bisa dikatakan dekat untuk ukuran beliau. Belum lagi kontur jalannya yang naik turun. Dan Mbah Temi, hampir tak pernah meninggalkan sholat jama'ah di masjid, subuh sekalipun. Ia segera beranjak ketika adzan dikumandangkan, memaksa tubuh tuanya untuk sepenuhnya mengabdi pada Robb-Nya, semampu yang ia bisa. Lalu, bagaimana dengan kita para anak muda dengan stamina prima??? Tidak malukah kita jika masih saja terus menurutkan rasa malas yang memang sering amat keterlaluan menjajah diri kita???

Bu Jamilah. Ia seorang janda yang hidup sebatang kara. 2 anak perempuannya sudah berumahtangga, sedang anak lelaki satu-satunya merantau ke ibu kota, menjemput janji masa depannya. Bu Jamilah pernah terserang stroke beberapa tahun lalu. Tubuh bagian kanannya sudah dinyatakan lumpuh. Tapi dengan kekuasaan Alloh, Bu Jamilah dapat kembali berjalan dengan perantara ikhtiar pijat syaraf yang di lakukannya. Tentu saja jangan pernah membayangkan Bu Jamilah berjalan sebagaimana kita berjalan. Ia berjalan amat tertatih, dengan bantuan tongkat kayu seadanya. Tapi lihatlah, tidak jauh berbeda dengan Mbah Temi, ia selalu ada diantara para manusia yang bersama-sama bersujud menyembah Tuhan-Nya. Bahkan, sekali waktu aku melihat ia bermunajat di masjid di jam-jam sholat dhuha. Sekali lagi, lalu bagaimana dengan kita para anak muda??? Bukankah nikmat sehat masih melekat utuh dalam raga kita?!

Ayolah... Tak usah berdebat soal 'bukankah wanita lebih utama sholat dirumah' dan hal-hal semacamnya. Biarlah itu menjadi urusan Alloh. Cukuplah mengambil hikmah serta ibroh dari membaranya semangat mereka untuk mempersembahkan bakti untuk Sang Pencipta-Nya, untuk kita ambil lalu kita transformasikan menjadi amal sholeh kita.

Ya... Semoga kita tidak lantas menunggu hingga sama rentanya dengan Mbah Temi atau sama payahnya dengan kesehatan Bu Jamilah untuk memulai langkah untuk mengistiqomahkan sunnah-sunnah, terlebih yang wajib... untuk kita pegang kuat-kuat hingga ia takkan terlepas, bahkan sampai nyawa yang lebih dahulu terlepas dari raga ini.


Wallahu a'lam bishawwab, 
Yang menulis belum tentu lebih baik dari yang membaca


Rosa

Saya Bangga Kuliah di UNISSULA!!!

on
Senin, 02 April 2012

Ya… saya bangga kuliah di Unissula! Angkuh sekali ya kelihatannya. Tapi itulah yang saya rasakan. Sekali lagi, saya bangga kuliah di Unissula. Tidak peduli seberapa banyak orang yang memandang sebelah mata. Tidak peduli seberapa banyak orang meremehkan. Ada yang memandang remeh karna Unissula bukanlah Universitas Negeri. Ada pula yang memandang sebelah mata karna letak geografis Unissula yang ada di ‘pinggiran Semarang’. Sekali lagi, saya tidak peduli!
Saya tidak pernah keberatan kalau saya dianggap ‘kurang pintar’ sehingga tidak bisa diterima di Universitas negeri. Toh kenyataannya saya memang tidak terlalu pintar, bisa dibilang bodoh malah. Tapi saya amat tidak terima kalau orang – orang meremehkan Unissula hanya karna embel – embel ‘negeri’ yang tak dimilikinya. Hei, tahukah kalian… saya memiliki banyak teman yang kualitas intelektualnya saya yakin amat berani bersaing dengan mereka – mereka yang diterima di universitas negeri paling terkemuka di Semarang sekalipun. Ah, saya kira mereka bahkan bisa saja lebih unggul.
Tulisan ini saya buat insyaallah sama sekali bukan dengan niat menyombongkan Unissula, atau mencibir pihak lain. Saya hanya ingin mengungkapkan ganjalan hati saya yang merasa ada banyak ketidakadilan ‘pandangan’ atas kami yang kuliah ‘hanya’ di universitas swasta. Padahal, bukankah sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak yang bisa kuliah di universitas negeri semata karna ia memiliki materi lebih?! Bukan lantas ia benar – benar ‘unggul’.
Saya bangga kuliah di Unissula. Unissula menjadi perantara bagi banyak sekali hidayah di hidup saya. Allah menggerakkan hati saya untuk menutup aurat sebagaimana mestinya saat saya ada di Unissula. Saya bertemu dan mengenal banyak sekali wanita sholihah yang tidak disibukkan dengan perkembangan mode yang kian membabibuta saat saya ada di Unissula. Saya mendapat ilmu dunia yang disandingkan dengan ilmu akhirat saat saya ada di Unissula.
Ya, bagi saya yang awam ilmu agama Unissula adalah samudra hikmah. Bagi saya yang masih jauh dari berakhlak mulia, Unissula merupakan cahaya hidayah yang berpendar menyejukkan. Tidak seperti universitas umum seperti umumnya, yang konon memiliki pengaturan jam mata kuliah yang menerjang waktu – waktu sholat merupakan hal yang amat biasa. Di Unissula, sholat berjamaah di galakkan. Jika di beberapa universitas umum masih ada beberapa pihak yang mengintimidasi wanita – wanita berjilbab, maka di Unissula berpakaian sesuai syari’at sangat di anjurkan. Kalaupun toh akhirnya ada yang tetap tidak sholat meski jam kuliah sudah di atur amat bersahabat, bukankah itu pilihan masing – masing individu?! Kalaupun toh ada yang tetap ‘berjilbab tapi telanjang’ bukankah itu pun juga pilihan?! Ketika jalan menuju kebaikan sudah di buka lebar – lebar, bahkan didukung serta di anjurkan, tapi ada beberapa orang yang tetap keras kepala memilih ‘jalan lain’, bukankah itu sudah menjadi urusan masing – masing orang?!
Saya bangga kuliah di Unissula! Tidak peduli seberapa banyak orang meremehkannya. Bukankah sudah sejak lama manusia amat pintar membuat ukuran – ukuran keduniawian yang keterlaluan. Menganggap nilai A adalah pintar, dan nilai D adalah memalukan, tanpa pernah mempedulikan bagaimana cara mereka mendapatkan. Ah, tapi bukankah memang hanya Allah yang Maha adil menilai kedudukan setiap orang?!
Terakhir, ijinkan saya menekankan… KEBERKAHAN ILMU amat jauh lebih penting diatas segalanya, dibanding sekedar memperhatikan sebuah universitas memiliki embel – embel negeri atau bukan. Dan ‘negeri’ atau ‘swasta’ tak pernah menjadi variabel yang mempengaruhi berkah atau tidaknya sebongkah ilmu.
Mohon samudra maaf atas khilaf, jika ada kata – kata yang dirasa terlalu pedas.
Wallahu a’lam Bishowwab…

Rosa
Pancur, 25 Maret 2012
**terinspirasi obrolan via sms dg seorang teman

Signature

Signature