Cerita Dari Bus Kota

on
Senin, 04 Juni 2012
Sejak SD hingga kini udah SE, aku tetap menjadikan transportasi umum sebagai teman setia, partner kerja, pendukung setiap kegiatan, dan penyambung kaki ditengah segala keterbatasan. Jika ada yang bertanya apa aku benar-benar nyaman dengan mengandalkan transportasi umum setiap waktu? Tentu saja jawabnya  tidak selalu. Ada kalanya jengah dengan berbagai tingkah polah orang dengan berbagai macam watak saat ada di dalam bus kota ato angkutan desa.

Tapi haruskah aku mengeluh lalu menjadikan setiap perjalananku dengan transportasi umum sebagai siksaan?? Ah, sepertinya terlalu bodoh. Maka, aku mencoba mencari hal-hal kecil yang bisa aku dapat dari setiap perjalananku. Belajar mengamati berbagai karakter orang, belajar bertenggang rasa saat bus sedang amat berdesakan, belajar menjaga diri dengan sebaik-baiknya dari ulah jahil yang tak jarang mengintai, serta banyak belajar belajar lainnya.

Pagi tadi, dalam perjalananku dari rumah menuju kota tempatku menjemput rizki, aku bertemu seorang Bapak yang sudah cukup tua di antar kota bus kota Semarang-Jepara. Nah, pertemuanku dengan Bapak inilah yang akan menjadi inti dari tulisanku kali ini. Eits, tapi sebelum masuk ke inti... rasanya aku perlu mengatakan, bahwa tentu saja aku tidak ramah pada semua orang yang aku temi di bus kota. Ada kalanya aku memasang tampang paling angkuhku, tao sesekali wajah paling galakku, tapi tentu saja pernah juga memasangwajah selembut peri. haha :D

Nah, singkat cerita... setelah beberapa saat berbasa-basi (tentu saja si Bapak yang memulai percakapan) Bapak itu akhirnya curcol.Emm, oh ya.. wajah si bapak memang keliatan "ngenes" gitu.. makanya aku melapangkan dada buat dengerin curcolnya. Dan isi curcolnya adalah: Intinya, beliau merasa sebagai seorang lelaki yang amat malang. Anaknya 2 masih kecil-kecil, sedangkan istrinya pergi ke Arab (TKW) 4 tahun lalu, dan hingga kini tidak pulang, dan tidak pul ada kabar berita. menurut yang diketahui si Bapak, istrinya 'kecanthol' orang lan disana. Dan ujung-ujungnya,  yang membuatku akhirnya mulai jengah dan kehilangan rasa simpatik pada si Bapak adalah ketika ia mulai berkicau tentang akhlak wanita sekarang yang kebanyakan sudah rusak, gila harta alias matre, dll.

Saat itu, ingin sekali rasanya aku mendebat Bapat itu, tapi aku tahan semampu yang aku bisa, hingga akhirnya aku memilih untuk pindah bangku :D

Karna tidak bisa mengatakan pada si Bapak itu, maka aku memilih untuk menuangkannya disini. Okee... mungkin apa yang Bapak itu katakan tidak semuanya salah, tapi si Bapak juga sepertinya tidak sadar bahwa ia punya kesalahan teramat besar! Jika istrinya ke Arab lalu tidak pulang karna kecanthol orang lain, siapa yang ppaling bersalah?? menurutku adalah si Bapak!! Tidak sadarkah ia bahwa ia adalah imam dan pemimpin utama bagi istrinya?? Lupakah ia bahwa ia adalah orang yang pertama kali harus bertanggungjawab atas keamanan serta kesejahteraan istrinya?? Tidak taukah ia bahwa seharusnya ia-lah yang harus menjaga kehormatana dan harga diri istrinya?? Lalu kenapa ia tetap mengijinkan istrinya pergi ke Arab waktu itu???!!! bukankah sudah teramat banyak cerita tentang berbagai macam pelanggaran norma, hak asasi serta berbagai macam pelecehan selama ini?! Kenapa amat tegaia membiarkan wanita yang katanya ia cintai untuk pergi kesana, sementara keadaan disana sudah amat terang membayang?! Jika karna alasan keterpaksaan ekonomi yang harus membuat istrinya pergi kesana saat itu, tidak malukah ia sebagai lelaki?? Buukankah harusnya dia yang punya tanggung jawab untuk itu, dan mencari jalan keluar bahkan hingga ujung dunia?!! Lalu kenapa saat sekarang istrinya 'kenapa-kenapa' di negeri orang, ia justru amat ringan menyalahkan, seolah tanpa pernah sadar bahwa ia pun turut bersalah dalam urusan ini?!

Yah, begitulah.. terkadang orang memang amat lebih mudah menyalahkan dibanding introspeksi dan mnecari kesalahan diri sendiri. intinya, aku nggak terima jika hanya wanita yang di persalahakan, meskipun aku juga sama sekali tidak membenarkan segala macam kekeliruan si wanita di seberang sana.

Bersama atmosfer yang masih terasa amat asing,

Rosa
2 komentar on "Cerita Dari Bus Kota"
  1. i like u're writing style..
    salam kenal yaa ^_^ marii kunjungi blogku juga..dan followback ya :) terima kasih ^_^

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)

Signature

Signature