Sedih dan Bahagia itu...

on
Minggu, 19 Agustus 2012
Malam pertama setelah Ramadhan…

Di sela – sela hiruk ikuk sukacita idul fitri hari ini, tiba – tiba sebersit tentang sepenggal kisah tragis seminggu yang lalu yang menimpa seorang tetangga.
Ingatan yang membuatku amat miris karna membuatku mafhum bahwa selalu ada dua sisi mata uang di dunia ini… air mata dan tawa,  sedih dan bahagia, malang dan beruntung… ah, terkadang bahkan semua itu datang bergiliran dengan amat ironis…

Malam itu malam minggu, tepat seminggu sebelum hari raya idul fitri. Sepasang suami istri berniat membelikan sebuah baju untuk putrid mereka tercinta yang baru berumur 3 tahun. Mereka pergi bertiga dengan memakai sepeda motor, tepat seusai buka puasa. Dan entah apa pasal, bahkan belum genap setengah dari jarak yang akan mereka tempuh, malang datang menyapa tanpa pernah mereka mampu mengelaknya. Kecelakaan tunggal, entah bagaimana kronologisnya… si suami patah tulang di dua bagian tubuhnya, dan si istri gegar otak dan harus menyerah pasrah di hari ketiga pada dekap Izrail. Sedang si putri kecil Alhamdulillah hanya lecet – lecet sedikit… tapi, bukankah luka hatinya amat jauh lebih menganga karna ia harus kehilangan ibunda di usia yang masih amat belia?? 

Ya Allah… bukankah mereka belum lama mengecap manisnya rumah tangga? Bukankah mereka entah berapa menit sebelumnya baru saja berbincang tentang rencana hari raya, tentang baju baru putrid mereka… ah, tapi bukankah sedih dan bahagia memang selalu hanya terhijab sehelai tissue, selalu bersisian dan tak terpisahkan...

Ironisnya… pihak keluarga almarhum, terutama ibunya masih belum bisa benar – benar berlapang dada. Ada nada – nada sedikit menyalahkan si menantu atas kelalaiannya malam itu yang membuat kecelakaan itu terjadi, dan menyebabkan putrinya meninggal. Ada pula slentingan – slentingan “mungkin” dari beberapa kerabat… ‘kalo dulu nggak nikah sama dia, mungkin belum meninggal…’, ‘kalo semalem nggak pergi, mungkin nggak kejadian’, dan kalo – kalo serta mungkin – mungkin yang lain…

Apa hikmah yang aku ambil??

Yang pertama tentang larangan berandai – andai dengan berkata ‘kalo – mungkin’. Aku baru mulai paham apa alasannya. Menurutku dengan berkata seperti itu membuat kita akan amat jauh lebih sulit untuk berlapang dada menerima berbagai ketentuan Allah. Di tiap kecelakaan, mungkin memang 90% selalu ada unsur kelalaian. Tapi jika udah terjadi, bukankah kita hanya patut mengambil pelajaran agar lebih hati – hati, lalu bertawakal yang sudah terlanjur terjadi?

Lalu aku juga sempet merenung tentang ‘kalo nggak nikah sama dia…’
Betapa  tiap takdir itu saling bertautan, terangkai menjadi sebuah jalan cerita, dan membentuk sebuah kisah dan sejarah bagi masing – masing jiwa. Keputusan kita hari ini akan menentukan jalan cerita kita selanjutnya, dan takdir kita hari ini akan terhubung rapi dengan takdir kita selanjutnya… begitu kan? Yang jelas, aku percaya Allah nggak akan sedikitpun salah atas segala keputusan-NYA, meski bukan pula berarti kita jadi pasrah berpangku tangan atas hidup kita.

Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari marabahaya, serta menjaga kita senantiasa ada dalan kebaikan dan lindungan-NYA…


NB: Mohon maaf lahir batin atas segala khilaf yang mungkin terselip di beberapa tulisan.
Happy Idul Fitri 1433 H, semoga kita termasuk orang – orang yang kembali pada fitrah

Rosa, 19 Agustus 2012


Be First to Post Comment !
Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)

Signature

Signature