Potret Kehidupan

on
Selasa, 30 September 2014
Saya pernah denger seseorang dengan antusias bercerita tentang anak perempuannya yang kuliah di Semarang. Ah, bagi saya amat wajar jika seorang ibu terlihat selalu bersemangat menceritakan tentang anaknya dengan bangga. Cuma saat itu tema ceritanya menarik saja menurut saya. Dia cerita bahwa anaknya selalu balik Semarang dan pulang naik travel. Anaknya bilang kalau naik bus Semarang-Jepara itu menyeramkan sekali. Beberapa hari yang lalu konon salah satu temannya nangis kejer begitu sampai kost, setelah balik dari Jepara naik bus.

Usek-usekan, sumpek, pengap, kumpul sama orang-orang semrawut, dll – katanya.

Saya ketawa aja sih. Betapa dunia memang sangat relative. Segala sesuatu itu sangat tergantung dari perspektif mana kita menilainya. Bagi si anaknya temen tadi mungkin naik bus antar kota adalah hal yang sangat mengerikan dan memuakkan, karna dia tau kondisi dia sangat memungkinkan untuk menjatuhkan pilihan pada yang lebih nyaman. Bagi saya yang ‘bisa kuliah saja syukur’, bus adalah makanan sehari-hari dan pilihan terbaik. Iya sumpek. Iya pengap. Tapi saya nggak pernah merasa naik bus sebegitu menyeramkannya.

Alhamdulillah saya diilhami Allah kemampuan untuk bersyukur. Saya bersyukur karna ditempatkan pada kondisi yang saya rasa menempa saya. Saya jadi nggak canggung pergi kemana-mana sendiri naik kendaraan umum. Nggak bisa bayangin sih kalo lihat temen yang naik angkutan umum nggak berani. Bolak-balik Semarang-Jepara bonceng temen, lalu saat temennya berhalangan, dia jadi kelimpungan. Kalo saya ditakdirkan Allah di kondisi serba menungkinkan, saya akan berkali-kali lipat lebih manja kali ya. Bakal kemana-mana naik taxi. Haha. Iya, naik bus antar kota memang nggak bisa dibilang nyaman. Tapi ketidaknyamanan itu saya rasakan semakin membuat kuliah terasa sebagai sebuah perjuangan – jadi saya nggak akan sampai hati buat main-main.

Pagi kemarin saya melihat lagi potret lain kehidupan – waktu saya diajak sama ibu pergi ke pasar. Ah, nggak tau kenapa perasaan saya jadi sentimentil sekali. Melihat bapak-bapak setengah baya yang berjalan kesana-kemari menawarkan barang dagangannya berupa serbet, celemek masak, dan semacamnya – yang sepengamatan saya lebih banyak ditolaknya. Saya tiba-tiba kepikiran, mungkin di rumah ada istri dan anak yang menunggunya pulang dengan segenap pengharapan. Lalu mata saya menangkap seorang nenek yang sudah renta, dengan giat menawarkan dagangannya yang hanya berupa cabe dan bawang merah nggak seberapa, pada tiap orang yang lewat di depannya. Benak saya bertanya, kemana anaknya? Kenapa membiarkan ibunya yang sudah setua itu berlelah-lelah di pasar beradu nasib? Atau semata karna keinginan si ibu yang tetap ingin beraktivitas di usia senjanya? Entahlah. Sementara nggak jauh dari nenek tua tadi, ada seorang pemuda tinggi gagah nggak kurang suatu apapun, dengan terang-terangan mengemis! Iya, mengemis, menengadahkan tangan dengan wajah sok melas, tanpa usaha sepele seperti ngamen sekalipun. Dia harusnya malu sama nenek tua tadi :( :( :(

Sy kmrn lihat yg semacam ini banyak sekali :(

Yah, begitulah. Hidup terdiri dari berbagai macam potret, warna-warni, dan harusnya sarat pelajaran. Sayang sekali rasanya jika kita nggak pernah meluangkan sedikit waktu untuk melihat kondisi kiri-kanan kita. Agar jika kita merasa malang, kita tau ada yang jauh lebih malang. Dan jika kita merasa hidup sangat nyaman, kita nggak lupa untuk membagi kenyamanan itu pada orang-orang di sekitar kita – sekemampuan kita. Miris saja rasanya kalo kita nggak pernah punya waktu untuk melihat sekitar, lalu merenungkannya. Hanya sibuk menikmati apapun yang kita punya, keluar-masuk mall yang isinya orang-orang yang amat enteng ‘membuang’ uang, lalu bergidik seolah jijik jika masuk pasar tradisional, dan menutup hidung saat harus naik angkutan umum bersama ibu-ibu yang dari pasar.

Saya jadi menarik kesimpulan. Akan selalu ada hal yang bisa kita keluhkan dalam hidup, saat kita memutuskan untuk mengeluh. Dan akan selalu ada hal yang bisa kita syukuri, saat kita memutuskan untuk bersyukur.

Yuk, hidupkan jiwa simpatik dan empatik kita. Luangkan waktu untuk melihat sekitar dan merenungkannya, agar kita bisa jadi manusia yang hatinya lebih kaya :)
6 komentar on "Potret Kehidupan"
  1. Luar biasa. Potret kehidupan ini memang banyak terjadi di sekitar kita. Kita seharusnya beruntung bisa hidup dan layak hidupnya. Masih banyak sodara sodara kita yang nasib hidupnya tidak seberuntung kita. Sudah sewajarnya lah kita tetap bersyukur atas nikmat dari ALLAH SWT

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya pak, setuju sekali... harusnya kita banyak2 bersyukur :)

      Hapus
  2. dgn melihat banyak potret kehidupan, membuat kita harus terus belajar dan belajar lagi ttg kehidupan ini

    BalasHapus
  3. rosa tinggal di semarang kah? hihi....
    di jakarta enak banget sebenarnya naik busway... tapi belakangan jadi nggak nyaman mungkin karena jumlah busway ke daerah saya dikurangin. dan seriusan bener bener nyesek banget nungguin busway super lamaa. didalemnya useluselan panas dan macet. aih... *ini maksudnya ngomongin soal bis yah...
    tapi diantara banyak hal di jakarta busway pantes banget disyukurin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saat ini di Jepara mba, bentar lagi mau di Smg lg Insya Allah. hehe
      Iya, semarang sih skrg juga sudah ada Trans-nya. Dan memang jauuhhhh lbh nyaman lah dibanding bus kota biasa.
      intinya harus ttp pinter2 jaga diri dan emosi aja sih ya mbak kalo naik bus tuh :D

      Hapus

Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)

Signature

Signature