-2 'Pangeran' dari Dunia Fiksi-

on
Kamis, 29 November 2012


Kalu aku ditanya lebih asyik mana nonton film atau baca novel, aku akan langsung jawab: baca novel!

Kenapa? Karna saat baca novel aku bisa masuk ke dunia baru dan bebas mengimajinasikan apapun yang ada dalam novel itu. Sedangkan kalau nonton film, kita tinggal menikmati “suguhan jadi” hasil imajinasi sutradara.

Nah, dari kesukaanku baca novel, aku juga beberapa kali menemukan sosok-sosok luar biasa dalam dunia fiksi. Yaitu para tokoh dalam novel yang karakternya di buata sedemikian mengagumkannya oleh para penulisnya, tapi tetep membumi, dalam arti tetep punya sisi-sisi wajarnya manusia (bukan malaikat yg tanpa salah).

Dari sekian banyak tokoh mengagumkan itu, ada 2 tokoh pria yang selalu terngiang dibenakku. Bahkan kadang bikin aku mengkhayal akan bertemu sosok seperti mereka dalam dunia nyata. Dan 2 tokoh itu adalah: Remigius Aditya (dalam novel Perahu Kertas karangan Dewi Lestari alias ‘Dee’) dan Makky Matahari Muhammad (dalam novel Cinta di Ujung Sajadah karangan Asma Nadia).

Aku ‘jatuh hati’ pada Remigius Aditya alias Remi, cenderung karna ukuran-ukuran duniawi. Dia digambarkan sebagai lelaki muda yang tampan dan rapi. Ia juga seorang pengusaha muda pemilik sebuah perusahaan advertising yang sedang berkembang. Selain itu Remi juga romantic abis, perhatian, de el el. Ah, tiap baca ulang novel Perahu kertas, aku kok selalu mengimajinasikan Remi itu Rio Dewanto ya… hahaha…

Sedangkan alasanku menyukai Makky Matahari Muhammad, lebih pada alasan-alasan dunia akhirat (ceileeee….!!!). Dia anak muda berpenampilan santai dan seadanya. Tinggal dengan seorang ibu dan seorang adik perempuan, sedangkan ayahnya sudah meninggal. Makky punya hobi dibidang fotografi. Tapi yang paling mengagumkan, dibalik penampilannya yang sama sekali tidak menggambarkan sebuah ‘kealiman’ bak aktivis2 rohis atau remaja masjid, Makky amat teguh memegang prinsip2 yang saat ini sudah amat longgar diterjang. Salah satunya, ia tidak akan menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Ia selalu mengingat dan memegang teguh nasihat almarhum ayahnya, bahwa ia tidak boleh berkelakuan buruk, karna ia menyandang nama dari manusia paling mulia di dunia (Muhammad). Ah, Makky… mengagumkan sekali! Aku juga suka banget sama namanya. Di novel itu disebutkan, Makky itu artinya “Laki-laki yang hatinya tertaut dengan Makkah”. Emm, uniknya lagi, kalau Remi langsung aku gambarkan dengan sosok Rio Dewanto, untuk Makky, aku bahkan sama sekali nggak tau harus mengimajinasikan sosok fisiknya seperti siapa. Atau jangan2 aku bakal dipertemukan dengan sosoknya di dunia nyata? (mulai ngayal!!! Haha…)

Emm… satu lagi, bagiku, Makky adalah penggambaran imaginative atas rangkaian doa-doaku tentang “jodoh”. :)

Rosa,
29 november 2012 

Terimakasih Allah...

on
Jumat, 23 November 2012


Terimakasih Allah….

Untuk membuatku punya banyak sekali kesempatan membiarkan badanku ada di tengah-tengah curah air hujan

Menikmati langsung setiap tetes keberkahan yang terkandung atasnya, lalu berharap segala resah terbasuh olehnya…

Terimakasih Allah…

Untuk membuatku punya banyak sekali kesempatan di musim hujan tahun ini, untuk membisikkan ribuan untai doa di tengah curah rahmat langitMU…

Semoga Engkau Ridho… semoga Engkau Ridho…


Rosa, 
23 November 2012

Selamat Ulang Tahun, Kakak :)

on
Rabu, 21 November 2012








Selamat mengenang perjuangan ibundamu 22 tahun lalu saat bertaruh nyawa demi melahirkanmu kakak…

Selamat mengenang ribuan hari dalam lembaran sejarah hidupmu, memutar beratus slide yang mengesankan, pun yang amat menyedihkan…

Selamat menginsyafi segala kekurangan di hari-hari sebelumnya, lalu merekonstruksinya menjadi rangkaian rencana masa depan yang kian sempurna…

Dariku… lagi-lagi hanya seuntai doa…

Semoga barakah umurmu…. Semoga yang terbaik selalu untukmu…

Kalau ada sepenggal lagu yang paling ingin aku nyanyikan untukmu, maka itu adalah…
“Lelahmu, jadi lelahku juga…. Bahagiamu, bahagiaku pasti…..”

Rosa,
21 Nov '12

Lelaki Paling Sukses (bagiku)

on
Selasa, 20 November 2012


Ayahku bukan orang yang tiap akhir bulan tinggal ambil slip gaji lalu tanda tangan untuk menghidupi anak istrinya
Ayahku bukan orang yang bisa dengan mudah menghitung secara matematis untuk menjamin bahwa perut anak istrinya tetap terisi, dan segala kebutuhannya terpenuhi
Ayahku bukan orang yang punya macam-macam jaminan saat usia senja telah menjemputnya

Ya... Ayahku bukan termasuk golongan itu

Ayahku adalah orang yang harus berjuang demi beberapa lembar uang
bergelut dengan kemacetan, kerasnya kehidupan jalanan, dan berbagai kekejaman kehidupan
Ayahku adalah orang yang harus menjaga mata agar tetap terjaga saat semua buai dalam mimpi, semata untuk kami anak-anaknya

Jika kalian bertanya apa pekerjaan ayahku, maka aku akan lantang menjawab: "Ayahku adalah seorang sopir bus malam!"

Aku bangga. sangat bangga!
Ayahku bukan orang dengan pendidikan tinggi. Sama sekali bukan. Bukankah salah satu tolok ukur keberhasilan orang tua adalah ketika ia bisa membuat anaknya jauh melebihi dirinya? Dan, see... Aku dan dua kakakku berhasil menyelesaikan pendidikan di bangku perguruan tinggi, murni dari hasil keringat seorang sopir bus malam. Lalu bagaimana saya bisa tidak bangga?!

Jika ada yang membersit sebuah hinaan tentang 'rendahnya' strata Ayahku di pandangan sebagian teman, maka aku akan bertanya: "Apa pekerjaan Ayahmu? Apa pendidikan terakhirnya? S1? Lalu kamu S1 juga? Nggak ada peningkatan! Lalu tidakkah Ayahku jauh lebih bisa dibanggakan kalau begitu?!"

Ah, tanpa perlu banyak bicara, bagiku kesimpulannya jelas: Ayahku adalah orang tua paling sukses di dunia (bagi kami anak-anaknya!).
Mimpi besarmu telah terwujud, Pak...
Lihatlah, kami tumbuh dewasa seperti yang kau mau, dengan ribuan tetes keringat dan jutaan jam tidurmu yang terlewatkan...
Kini, ijinkan kami melanjutkan susunan balok-balok mimpimu
memastikan diri kami layak menjadi investasi hari tuamu, bahkan semoga mampu menjadi pembelamu di Mahkamah Allah nantinya...
Terimakasih, Pak... untuk semua yang tak pernah mampu aku ungkapkan satu per satu...
Aku mencintaimu, Karena Allah... :)

Rosa,
20 November 2012

Tentang Sinetron

on
Jumat, 09 November 2012


Akhir-akhir ini saya sedang suka nonton sebuah sinetron di salah satu station tivi swasta di Indonesia. Sinetron klise seperti pada umumnya sinetron2 di Indonesia sih… tentang kisah cinta segitiga, tentang seorang laki-laki yg jatuh cinta pada sahabat masa kecilnya, tentang pemain utama yg mengidap penyakit kronis yg tinggal menunggu waktu kematian… ah, klise sekali bukan?!

Tadinya nggak suka sih… nggak tertarik sama sekali nonton sinetron itu. Mulai tertarik waktu temen2 di kantor pada ngrumpiin sinetron itu, sampe bela-belain nyari synopsis ceritanya dari awal sampe akhir, sama nonton di you tube juga! Oh ya, satu lagi… semakin tertarik nonton soalnya salah satu pemain prianya adalah actor idola saya! *jiiaaahh :D

Cuma, di dua episode ini, saya kok tiba-tiba dibuat termenung oleh beberapa potong percakapannya. Saat dua pemeran utama yang ceritanya sama-sama punya sakit parah, dan saling suka menggumam, “Kalaupun aku harus mati hari ini, bagiku nggak masalah asal aku menghabiskan waktu-waktu terakhirku bersama kamu….” *kurang lebih begitu lah ya!*

Yah, waktu itu aku seketika termenung. Hah? Penting ya? Emang akan punya arti apa menghabiskan waktu terakhir dengan laki-laki yang disukai, setelah raga ditutup tanah lalu dikerubuti berbagai hewan-hewan menjijikkan???

“Tuhan, sekarang aku tak lagi takut pada kematian… karna aku tau Engkau telah mengirimkan seseorang yang cintanya akan selalu menemaniku bahkan sampai aku mati…”

Itu satu lagi kalimat yang bikin aku tercenung. Duh, lagi2… emang bisa bantu apa “cinta” itu saat kita dihadapkan dengan gertakan malaikat penjaga kubur tentang apa yang kita lakukan bersama “cinta” itu?! Peluk2an, cium2an, dll dengan orang yang… ah, saudara bukan, suami apalagi!!!

Trus amal sholih itu letaknya dimana??? Emang mati segampang dan se-enteng itu untuk bisa dilewati hanya dengan hal yang sama sekali nggak penting, bahkan malah penambah siksa di alam sana?! Ini nih yang bikin banyak remaja enteng banget mutusin bunuh diri cuma karna putus cinta!

“duh, pliss deh… itu kan cuma sinetron!!” ada yg berpendapat seperti itu kali ya?!

Trus kalo Cuma sinetron kita nggak perlu peduli tentang seberapa salah kaprah isi “ajaran” di dalamnya gituu?? Mungkin kelihatannya “cuma” sinetron yang nggak berdampak apa-apa dalam watu singkat, tapi perlahan tapi pasti, tontonan2 yang salah akan sukses memporak-porandakan moral saudara2 kita!

Dulu itu di kampong saya anak perempuan ngobrol berdua sama laki-laki yang bukan apa-apanya aja malu setengah mati. Sekarang? Udah mulai 11-12 sama tingkah remaja-remaja sinetron itu!

Jadi inget perkataan seorang kakak di organisasi kampus dulu. “sekarang itu perang tidak lagi dengan mengangkat senjata, tapi dengan pemikiran. Mereka, orang-orang yang ingin merusak kita (islam), akan selalu mencari cara-cara paling ringan dan seringkali nggak kita sadari...”
Heemm… takut sih sebenernya waktu mau nulis ini, mengingat saya sendiri juga belum bener, dan mungkin juga masih banyak terpengaruh hal-hal nggak bener lainnya yang belum saya sadari.

Tapi kalo semua orang harus nunggu bener2 bener *bahasaku kok kacau sih!* untuk menyampaikan kebenaran, pasti nggak akan ada ‘saling mengingatkan dan menasehati’ dong ya??

Yah intinya sih, yang nulis dan yang menyampaikan bukanlah yang paling baik ataupun yang paling benar! Wallahu a’lam Bisshawwab…


Rosa, 09 November 2012

Berharap Semua Perokok Membacanya: “TELAN SAJA ASAPNYA!”



Bicara tentang hak dan kewajiban, kita ini *termasuk saya, pastinya!* seringkali hanya rajin menuntut hak kita terpenuhi, disbanding berusaha memenuhi kewajiban kita. Kita juga sering sekali lupa kalau hak kita itu dibatasi oleh hak orang lain.

Jadi, sepertinya akan menjadi kesalahan yang teramat besar menurut saya jika ada orang yang berteriak, “Ini kan hak Gue!!”, tapi di sisi lain ada hak orang lain yang terampas karenanya.
Duh, mau bicara apa sih saya sebenarnya? Oke, langsung saja lah!

Saya hendak bicara tentang PARA PEROKOK!

Saya marah. Saya tidak suka. Saya benci pada para perokok. Tapi tidak semua perokok saya benci. Saya masih menaruh rasa hormat pada segelintir perokok yang masih punya sedikit rasa tenggang rasa pada orang sekitarnya. Tapi saya amat benci pada para perokok yang tidak tahu diri. Kebal-kebul di sembarang tempat tanpa mau sedikit saja peduli ada orang yang amat tersiksa di dekatnya.

Kebencian saya memuncak, ketika di suatu waktu, di sebuah angkutan umum, ada seorang laki-laki yang sedang asyik menghisap sebatang rokoknya tepat di depan muka saya. Dengan nada sesopan mungkin saya pun berkata, “Maaf pak, asap rokoknya… bisa minta tolong diarahkan ke luar jendela?”

Lalu apa tanggapan dia? Dengan wajah amat menyebalkan dia berkata, “Kalo nggak mau kena asap rokoknya sana nggak usah naek angkutan mbak! Ini kan hak-ku!!”

Sungguh, saat itu ingin sekali rasanya saya berteriak sekeras yang saya bisa, “ANDA BERHAK MEROKOK, TAPI SAYA JUGA BERHAK MENGHIRUP UDARA BERSIH TANPA ASAP ROKOK!!!”

Ah, bagi saya perokok adalah orang terdzalim di dunia! Bagaimana tidak? Ia menyakiti dirinya sendiri dengan amat sadar dan sengaja. Bahkan ia juga menyakiti entah berapa ribu orang yang secara amat terpaksa harus mau menghirup udara penuh ancaman penyakit. Ah, tapi saya tidak peduli tentang itu. Yang jelas, lewat “rumah maya” saya ini, saya ingin mengungkapkan ketidak-sukaan saya, kemarahan saya, dan segala uneg-uneg saya tentang mereka. Dan satu lagi, saya ingin sekali mengatakan pada setiap perokok: “Silahkan merokok, tapi TELAN SAJA ASAPNYA!”. Win-win solution bukan? Anda tetap bisa merokok, dan saya tetap bisa menghirup udara bersih tanpa asap rokok!!

**oh ya, saya objektif. Bapak saya peroko. Dan saya pun mengatakan apa yang telah saya tulis pada beliau langsung *dengan bahasa yang lebih santun, sebagaimana harusnya anak berbicara pada Bapak tentunya!*


Rosa, 09 November 2012

Signature

Signature