Ghibah

on
Selasa, 24 Desember 2019
Beberapa waktu lalu, saya seperti tersadar dari tidur panjang. Saya merasa ada yang salah dengan diri saya sendiri. Seperti merasa 'kering' dan 'hampa'.

Setelah merenung cukup lama dan berdialog dengan diri sendiri, saya sadar. Iya, memang ada yang nggak beres. Saya akhirnya sadar saya sedang terjatuh ke dalam sebuah lembah curam yang sangat kotor dan menjijikkan.

Mau tau lembah apa itu?

Lembah dosa, tentu saja. Spesifiknya, dosa ghibah.

Iya. Saya sempat (atau mungkin masih sampai sekarang) ada di kubangan dosa ghibah. Terus-menerus. Hampir setiap hari. Saya seolah lupa bahwa itu merupakan sebuah dosa. Dosa besar, malah.

Saat menyadari itu, saya jijik sama diri saya sendiri. Saya kecewa sama diri saya sendiri. Saya ketakutan.

Gimana enggak jijik? Bukankah ghibah itu serupa dengan memakan bangkai sodara kita sendiri?

Dalam praktek sehari-hari -- kalau dipikir -- ghibah itu memang sangat menjijikkan bukan? Saya ngomongin A saat sedang bersama B. Lalu ngomongin B saat sedang bersama A. Lalu ketika A dan B bersama lalu ngomongin saya, saya marah. Menjijikkan,  kan?

Saya sering ngomongin keburukan orang. Seolah-olah saya yakin jauh lebih baik dari orang yang saya omongkan. Seolah lupa, bahwa saya punya aib yang mungkin lebih banyak dari ikan di lautan :(

Saya takut. Takuuuutt sekali. Takut di hari perhitungan kelak, ternyata saya menjadi orang yang bangkrut. Merasa punya banyak amal sebagai bekal, eh ternyata habis diambil sama orang yang tiap hari saya ghibahi :(

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat Radhiyallahu anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” [HR. Muslim, no. 2581]

Read more https://almanhaj.or.id/6486-kezhaliman-sebab-kebangkrutan-di-hari-kiamat.html
 “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?” Mereka menjawab: “Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta/barang.” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa kedzaliman. Ia pernah mencerca si ini, menuduh tanpa bukti terhadap si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang itu. Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada si ini, si anu dan si itu. Hingga apabila kebaikannya telah habis dibagi-bagikan kepada orang-orang yang didzaliminya sementara belum semua kedzalimannya tertebus, diambillah kejelekan/ kesalahan yang dimiliki oleh orang yang didzaliminya lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR Muslim no. 6522)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat Radhiyallahu anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” [HR. Muslim, no. 2581]

Read more https://almanhaj.or.id/6486-kezhaliman-sebab-kebangkrutan-di-hari-kiamat.html

Pengen banget bisa keluar dari kubangan dosa ini. Tapi nggak mudah banget. Ada yang pernah ngerasain hal yang sama dengan saya nggak sih?

Ghibah itu sudah bak ranjau, yang siap di manapun dan kapanpun mencengkeram kaki saya untuk lagi-lagi ada di tengah kubangannya. Tapi ada kalanya pula saya yang masih saja dengan sengaja menyodorkan kaki saya ke dalam ranjau tersebut :(

Setan juga pinter banget nakut-nakutin saya, dengan hal-hal yang seharusnya nggak perlu saya takutkan. Takut dibilang sok suci kalau nggak ikutan komentar pas lagi pada ghibah, Takut jadi dijauhin gara-gara nggak asyik lagi diajak ghibah. Dan lain-lain :(

Beneran ya. Kadang kesendirian itu jauh lebih baik, jika di tengah keramaian membuat pahala kita habis tak bersisa. Iya kalau kita punya banyak pahala. Sudahlah memang dikit, dihabiskan pula. Sungguh celaka :(

dr Tumblr

 Sekarang yang bisa saya lakukan hanya berdoa. Berdoa agar Allah mampukan saya menghindar dari jeratan ranjau dosa ghibah ini. Sambil berusaha semampu saya.

Saya enggak sedang menuduh teman-teman saya sering mengajak saya ghibah. Saya sendiri lah yang justru sering mengajak ghibah. Kalaupun teman saya ngajak, bukan salah mereka. Harusnya saya bisa menjaga diri dan mulut saya sendiri. Saya sepenuhnya bertanggungjawab atas respon dan tindakan saya. 

Saat menuliskan ini, saya bukannya sedang marah atau kecewa dengan siapapun gara-gara merasa dighibahi. Enggak. Saya benar-benar sedang butuh menumpahkan betapa kacaunya perasaan saya. Betapa saya mengkhawatirkan nasib saya di alam setelah dunia, kelak.

Adakah yang sedang merasakan perasaan serupa?

Signature

Signature