Kakak kandung saya adalah seorang pemilik sebuah salon yang juga dilengkapi dengan sebuah took kosmetik plus accesoris-accesoris khas wanita. Nggak besar memang, tapi cukuplah sebagai tempat saya mengamati beberapa hal cukup membuat saya kemudian merenung.
Salah satu hal yang menarik perhatian saya adalah ketika ada seorang pengunjung salon – seorang wanita – yang hendak me-rebonding rambutnya yang bergelombang. Saat itu hari libur dan saya sedang ada di salon, jadi bisa mengamati kejadian ini. Selama proses rebonding berlangsung, si wanita beberapa kali menerima telepon. Kalo nggak salah dari salah satu keluarganya. Yang jelas dia lalu cerita ke kakak saya bahwa anaknya di rumah nangis terus – cari ibunya. Dan saya jadi cukup tercengang ketika si mbak bercerita bahwa anaknya itu masih balita.
“Lha gimana lagi, Mbak… demi penampilan kok, biar tetep cantik meskipun udah punya anak!” seloroh Mbaknya ketika kakak saya bilang kasian anaknya.
Selain itu, si Mbak juga sempet cerita kalo kepalanya sangat pusing setiap menjalani proses rebonding seperti saat itu. Yang sudah tau seperti apa proses rebonding, pasti juga tau kenapa si mbak bisa pusing. Selain rambut yang ‘ditarik-tarik’ dengan alat pelurus yang panasa itu, obat pelurusnya sendiri pun punya bau yang tidak sedap.
“Pokoknya kalo nggak demi penampilan nggak bakal mau mbak aku rebonding gini, tersiksa!” kata si mbak lagi.
Oh, jadi intinya semua itu demi penampilan, batin saya.
Pada lain waktu, ada customer lain yang datang mengeluhkan kulit wajahnya yang rusak cukup parah. Ternyata beliaunya memang sempet ‘coba-coba’ pake’ bedak pemutih yang konon memang berbahaya.
“Lha gimana lagi, Mbak… pengen putih biar kaya’ orang-orang kebanyakan…” jawab beliau saat kakak saya bertanya kok berani ambil resiko pake’ kosmetik berbahay itu. Ah, lagi-lagi ‘demi penampilan’.
Saya pun tergelitik. Apa iya demi mempercantik diri, seorang wanita harus se-berkorban itu?! Apa iya demi penampilan, seorang wanita bahkan seringkali harus mengesampingkan berbagai ketidaknyamanan dan resiko yang menyertainya?! Bukankah nggak sekali-dua kali kita mendengar berita tentang dampak fatal yang dialami oleh seorang wanita yang melakukan operasi plastic atau suntik silicon – misalnya.
Saya pun merenung. Mencoba mengembalikan hal tersebut pada sebuah system hakiki yang seharusnya kita pegang teguh dalam hidup – yaitu Islam. Seperti apa sebenarnya Islam memandang persoalan ini? Saya pun teringat pada sebuah hadist yang sudah sangat populer.
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian dan perbuatan-perbutan kalian.” (HR. Muslim)
Dari hadist tersebut, jelas sekali tergambar bahwa Allah – Dzat yang Maha patut menilai apapun – tidak menilai berdasarkan rupa kita, tapi hati dan perbuatan. Nah, lalu bagaimana dengan kita selama ini? Ah, malu sekali rasanya menyadari bahwa kita (khususnya saya sendiri) jauh lebih sering focus untuk memepercantik fisik yang bukan merupakan ‘pokok perhatian’ Allah dibandingkan mempercantik hati dan perilaku. Kalo begitu, demi apa itu semua? Mari bertanya pada hati kita masing-masing.
Lalu, bagaimana sebenarnya Islam memandang tentang kecantikan dan penampilan seorang wanita? Ada nggak sih patokan dan tuntunannya biar kita nggak bingung saat ingin menjadi cantik? Tentu saja ada! Kalo untuk patokan dalam berpenampilan, Insya Allah kita semua sudah sangat paham tentang konsep aurat wanita yang wajib dijaga dengan berjilbab.
Lalu bagaimana dengan banyak sekali muslimah sekrang ini yang berjilbab tapi dengan memodifikasinya menjadi rupa-rupa gaya? Kita khusnudzon saja dengan niat baik mereka untuk menjaga aurat, dan mendoakan semoga tujuan utama kita berjilbab tetap lurus hanya mengharap ridho Allah. Aamiin. Kalo ada orang yang nyinyir menggugat perintah berjilbab dan menganggapnya sebagai salah satu bentuk pengekangan terhadap wanita, mereka tentu saja sangat keliru. Dengan perintah berjilbab, Islam secara tersirat justru memerintahkan ‘dunia’ untuk lebih fokus memperhatikan potensi yang seorang wanita miliki dibanding fisik. Tidak seperti paham materialisme yang sangat mengagungkan keindahan fisik. Betapa banyak sekarang ini kita jumpai jenis-jenis pekerjaan yang memasang syarat-syarat soal fisik – dan sungguh, itulah bentuk pengekangan terhadap hak wanita yang sebenarnya.
Lalu bagaimana dengan kecantikan wajah? Kita tentunya sudah pernah mendengar berbagai kajian atau tulisan yang menerangkan tentang khasiat wudhu, qiyamul lail, serta dzikir yang diantaranya dapat membuat wajah senantiasa memancarkan aura kecantikan yang seringkali kita sebut sebagai inner beauty. Bukankah sering kita menjumpai seorang muslimah yang penampilannya amat sederhana tapi amat menyenangkan wajahnya dipandang?!
Bahkan, soal patokan memilih wanita untuk dijadikan pasangan hidup pun Islam tak lupa memberi rambu-rambunya.
Lihatlah betapa indahnya Islam dalam menilai kecantikan seorang wanita. Coba bayangkan jika hadist tersebut bunyinya justru memerintahkan laki-laki untuk memilih karna kecantikannya… pastilah wanita-wanita yang tidak terlalu cantik seperti saya akan minder dan putus asa dalam menanti jodoh :)
Ya, maka inilah Islam… yang tolok ukurnya dalam menilai kecantikan wanita bagaikan oase ditengah gurun sahara paham materialisme dan kapitalisme yang semakin mengakar di benak banyak orang.
Dan inilah hadist teramat indah yang saya rasa pas untuk menutup tulisan saya kali ini.
Salah satu hal yang menarik perhatian saya adalah ketika ada seorang pengunjung salon – seorang wanita – yang hendak me-rebonding rambutnya yang bergelombang. Saat itu hari libur dan saya sedang ada di salon, jadi bisa mengamati kejadian ini. Selama proses rebonding berlangsung, si wanita beberapa kali menerima telepon. Kalo nggak salah dari salah satu keluarganya. Yang jelas dia lalu cerita ke kakak saya bahwa anaknya di rumah nangis terus – cari ibunya. Dan saya jadi cukup tercengang ketika si mbak bercerita bahwa anaknya itu masih balita.
“Lha gimana lagi, Mbak… demi penampilan kok, biar tetep cantik meskipun udah punya anak!” seloroh Mbaknya ketika kakak saya bilang kasian anaknya.
Selain itu, si Mbak juga sempet cerita kalo kepalanya sangat pusing setiap menjalani proses rebonding seperti saat itu. Yang sudah tau seperti apa proses rebonding, pasti juga tau kenapa si mbak bisa pusing. Selain rambut yang ‘ditarik-tarik’ dengan alat pelurus yang panasa itu, obat pelurusnya sendiri pun punya bau yang tidak sedap.
“Pokoknya kalo nggak demi penampilan nggak bakal mau mbak aku rebonding gini, tersiksa!” kata si mbak lagi.
Oh, jadi intinya semua itu demi penampilan, batin saya.
Pada lain waktu, ada customer lain yang datang mengeluhkan kulit wajahnya yang rusak cukup parah. Ternyata beliaunya memang sempet ‘coba-coba’ pake’ bedak pemutih yang konon memang berbahaya.
“Lha gimana lagi, Mbak… pengen putih biar kaya’ orang-orang kebanyakan…” jawab beliau saat kakak saya bertanya kok berani ambil resiko pake’ kosmetik berbahay itu. Ah, lagi-lagi ‘demi penampilan’.
Saya pun tergelitik. Apa iya demi mempercantik diri, seorang wanita harus se-berkorban itu?! Apa iya demi penampilan, seorang wanita bahkan seringkali harus mengesampingkan berbagai ketidaknyamanan dan resiko yang menyertainya?! Bukankah nggak sekali-dua kali kita mendengar berita tentang dampak fatal yang dialami oleh seorang wanita yang melakukan operasi plastic atau suntik silicon – misalnya.
Saya pun merenung. Mencoba mengembalikan hal tersebut pada sebuah system hakiki yang seharusnya kita pegang teguh dalam hidup – yaitu Islam. Seperti apa sebenarnya Islam memandang persoalan ini? Saya pun teringat pada sebuah hadist yang sudah sangat populer.
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian dan perbuatan-perbutan kalian.” (HR. Muslim)
Dari hadist tersebut, jelas sekali tergambar bahwa Allah – Dzat yang Maha patut menilai apapun – tidak menilai berdasarkan rupa kita, tapi hati dan perbuatan. Nah, lalu bagaimana dengan kita selama ini? Ah, malu sekali rasanya menyadari bahwa kita (khususnya saya sendiri) jauh lebih sering focus untuk memepercantik fisik yang bukan merupakan ‘pokok perhatian’ Allah dibandingkan mempercantik hati dan perilaku. Kalo begitu, demi apa itu semua? Mari bertanya pada hati kita masing-masing.
Lalu, bagaimana sebenarnya Islam memandang tentang kecantikan dan penampilan seorang wanita? Ada nggak sih patokan dan tuntunannya biar kita nggak bingung saat ingin menjadi cantik? Tentu saja ada! Kalo untuk patokan dalam berpenampilan, Insya Allah kita semua sudah sangat paham tentang konsep aurat wanita yang wajib dijaga dengan berjilbab.
“Hai
Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu &
isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah utk
dikenal, karena itu mereka tak di ganggu. & Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Lalu bagaimana dengan banyak sekali muslimah sekrang ini yang berjilbab tapi dengan memodifikasinya menjadi rupa-rupa gaya? Kita khusnudzon saja dengan niat baik mereka untuk menjaga aurat, dan mendoakan semoga tujuan utama kita berjilbab tetap lurus hanya mengharap ridho Allah. Aamiin. Kalo ada orang yang nyinyir menggugat perintah berjilbab dan menganggapnya sebagai salah satu bentuk pengekangan terhadap wanita, mereka tentu saja sangat keliru. Dengan perintah berjilbab, Islam secara tersirat justru memerintahkan ‘dunia’ untuk lebih fokus memperhatikan potensi yang seorang wanita miliki dibanding fisik. Tidak seperti paham materialisme yang sangat mengagungkan keindahan fisik. Betapa banyak sekarang ini kita jumpai jenis-jenis pekerjaan yang memasang syarat-syarat soal fisik – dan sungguh, itulah bentuk pengekangan terhadap hak wanita yang sebenarnya.
Lalu bagaimana dengan kecantikan wajah? Kita tentunya sudah pernah mendengar berbagai kajian atau tulisan yang menerangkan tentang khasiat wudhu, qiyamul lail, serta dzikir yang diantaranya dapat membuat wajah senantiasa memancarkan aura kecantikan yang seringkali kita sebut sebagai inner beauty. Bukankah sering kita menjumpai seorang muslimah yang penampilannya amat sederhana tapi amat menyenangkan wajahnya dipandang?!
Bahkan, soal patokan memilih wanita untuk dijadikan pasangan hidup pun Islam tak lupa memberi rambu-rambunya.
“Wanita
itu dinikahi karena 4 perkara. Karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama,
engkau akan bahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihatlah betapa indahnya Islam dalam menilai kecantikan seorang wanita. Coba bayangkan jika hadist tersebut bunyinya justru memerintahkan laki-laki untuk memilih karna kecantikannya… pastilah wanita-wanita yang tidak terlalu cantik seperti saya akan minder dan putus asa dalam menanti jodoh :)
Ya, maka inilah Islam… yang tolok ukurnya dalam menilai kecantikan wanita bagaikan oase ditengah gurun sahara paham materialisme dan kapitalisme yang semakin mengakar di benak banyak orang.
Dan inilah hadist teramat indah yang saya rasa pas untuk menutup tulisan saya kali ini.
“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
“Tulisan ini diikutsertakan
pada Giveaway I Love Islam”