Mengajak Istri Piknik, Pentingkah?

on
Sabtu, 26 November 2016
Kemarin, seorang teman kuliah curhat pada saya lewat instant messanger. Ia mengungkapkan keinginannya untuk bisa bekerja lagi, tapi tak disetujui oleh suaminya. Saya tanya, apa alasan kamu pengen kerja lagi? Ia menjawab bahwa sejak menikah dan resign, ia merasa dunianya terkungkung. Ia bosan, karna seperti ‘terpenjara’ di rumah dan seperti gak pernah melihat dunia luar. Hampir gak pernah ada kata ‘quality time’ baginya dan suami. Sehari-hari hanya bergelut dengan kewajiban satu ke kewajiban yang lain. Bahkan weekend pun suaminya masih harus kerja sampingan. Iri sekali ia melihat teman-teman yang bisa jalan-jalan dengan suami dan anaknya meski hanya ke taman kota, karna momen itu hampir gak pernah ia dapatkan.

Dari nada berceritanya, saya tau teman saya itu sedang sangat kalut. Kejenuhannya mungkin sedang sampai puncaknya. Saya gak banyak komentar atau kasih nasehat kemarin, karna saya merasa yang paling ia butuhkan dari saya adalah telinga yang bersedia mendengarkan ceritanya dengan seksama.

Usai berbalas pesan dengan teman saya tersebut, saya merenung. Saya ingat diri saya sendiri. Weekend lalu, saya ngambek pada mas suami, karna ia berjanji akan menemani saya cari sepatu sekalian mas suami katanya mau cuci mata lihat spesifikasi Oppo F1S, tapi batal karna satu dan lain hal. Saya kecewa berat dan ngambek seharian. Gak tau kenapa minggu lalu sedang jenuh banget di rumah. Bagi saya, setelah lima hari berturut-turut bergelut dengan rutinitas kantor dan rutinitas rumah, pergi keluar rumah meski hanya ke swalayan merupakan salah satu sarana menguapkan kejenuhan.
Ah, pantas saja berbagai meme tentang istri yang merasa butuh piknik, dan istilah ‘kurang piknik’ akhir-akhir ini marak sekali. Konon, perempuan itu jauh lebih banyak menggunakan perasaannya dibanding logikanya. Mungkin itu yang menyebabkan perempuan lebih mudah merasa bad mood atau jenuh. Dan kalau sudah begitu, pasti semua berantakan. Senggol bacok istilahnya. Logika bahwa semua pekerjaan rumah adalah tanggung jawabnya dan kondisi yang memang gak memungkinkan untuk keluar rumah rasanya gak cukup mampu meredam perasaannya yang terlanjur carut marut karna jenuh.

Jadi, kalau ditanya, apakah penting bagi suami untuk mengajak istrinya piknik? Saya pribadi akan menjawab, penting! Penting sekali. Supaya istri tetap waras, karna kewaraasan adalah modal penting bagi istri untuk menjalankan segala kewajibannya, terutama sebagai ibu.

Tapi saya punya definisi sendiri soal piknik. Bagi saya piknik gak harus ke tempat-tempat wisata. Gak harus keluar kota apalagi keluar pulau. Duh, untuk piknik yang semacam itu, jujur saja saya masih lebih sayang sama dompet. Hehe. Piknik bagi saya sedehana. Keluar rumah tiga puluh menit ke swalayan beli sabun mandi dan minyak goreng sambil cuci mata lihat-lihat baju dan sepatu, itu bagi saya sudah piknik. Asal pastikan bisa mengendalikan diri biar gak kalap aja. Bahkan ada seorang teman yang bilang, sekedar ke indomaret beli pampers aja sudah terasa sebagai piknik. Hihi.

Jadi untuk para suami, alangkah baiknya jika bisa lebih peka melihat kondisi batin istrinya. Kalau sekiranya sudah terlihat senewen, jangan segan mengajaknya keluar rumah meski hanya untuk makan es krim. Percayalah, membahagiakan istri itu sebenarnya mudah dan gak bakal ada ruginya. Kalian mengajaknya menikah dulu dengan sebuah janji untuk membahagiakan, kan? Bukan untuk mengurungnya di rumah.

Menyikapi Demo Aksi Damai Bela Islam

 Credit by Okezone.com
Haduh duh duh, beberapa minggu ini timeline panas dan tegang yaaa hawanya. Gak kalah panas sama masa-masa pilpres dulu itu. Hehe. Capek sih ya bacanya, tapi kok tetep betah dan gak rela melewatkan berbagai keseruan di timeline barang sehari. Haha.

Sebagai jamaah fesbukiyah yang loyal, kalau ada rame-rame soal apapun, pasti kita bertanya dong ke diri sendiri, harus bagaimana menyikapinya. Termasuk bagaiamana menyikapi demo aksi damai bela Islam yang sempat (atau masih) ramai.

Saya pribadi, gak ujug-ujug gitu aja sih menyikapi demo aksi damai bela Islam 4 November kemarin itu, meskipun ada beberapa tokoh yang saya kagumi turut membela. Saya berusaha menggali informasi dulu tentang aksi bela Islam ini. Apa alasannya, tujuannya, dll. Saya baca-baca berita terkait aksi tersebut, tapi dari situs-situs terpercaya, bukan dari situs-situs ‘entahlah’ yang saat ini buanyak banget beredar.

Nah, setelah merasa sudah paham, baru saya berani ambil sikap. Harus saya akui saya memilih menunjukkan pada publik lewat akun facebook saya, di kubu mana posisi saya berada. Meskipun saya tau itu mungkin akan memberikan beberapa dampak. Tapi saya berusaha untuk tetap bijak dan gak berlebihan dalam menunjukkan sikap saya. Alhamdulillah, sejauh ini sih timeline saya tetap damai. Jangan sampai lah ada debat kusir di postingan saya.

Termasuk dalam menyikapi demo aksi damai bela Islam berikutnya nanti. Sampai saat ini saya belum tau bagaiamana akan bersikap di media sosial nanti sih. Soalnya saya belum punya cukup informasi soal itu. Makanya saya mulai baca-baca berita tentang demo aksi damai 2 Desember Okezone. Sekali lagi, baca berita juga harus hati-hati sekarang. Pilih situs-situs yang terpercaya dan berimbang.

Kalau kita sama-sama bijak, harusnya gak perlu ada debat kusir dan perang urat-syaraf di timeline ya saat ada kejadian-kejadian seperti ini. Plis deh, kita sudah sama-sama dewasa, kan?

Coba kalau beberapa hal aja kita lakukan, pasti gak perlu ada saling unfriend atau block antar teman. Beberapa hal itu adalah:

Saling menghargai pendapat orang lain. Kalau ada teman menunjukkan sikapnya, atau menunjukkan di kubu mana ia berada – yang ternyata berseberangan dengan kita, mbok yo sudah, gak perlu langsung kebakaran alis (soalnya gak punya jenggot, Hehe). masih ingat kan materi pelajaran PPKN? Saling menghargai pendapat. Kalau semua orang pendapatnya sama, dunia bakal sepi. Gak seru! Seperti yang Aa’ Gym bilang, ini soal rasa. Kalau sudah menyangkut soal rasa, ya gak bisa kita memaksakan semua orang punya rasa yang sama.

Kalau sudah saling menghargai, pastilah gak bakal ada yang saling nyinyir. Duh dear, apa sih enaknya nyinyir? Bikin bahagia, ya? Kalau iya, mungkin ada baiknya kita ngobrol sama psikolog. Hehe.

Satu lagi, bijak yuk ah dalam menunjukkan sikap. Mendukung atau gak mendukung itu hak kita masing-masing, tapi ya tetep sambil berusaha menahan diri. Boleh lah share berita-berita terkait, tapi jangan yang sifatnya provokatif. Pilih yang adem-adem aja.

Jadi, menurut saya sih gak masalah ya menunjukkan sikap di media sosial. Tapi alangkah indah kalau kita tetap berusaha menjaga kedamaian – meskipun hanya di media sosial. Banyak banget lho yang menggunakan media sosial sebagai sarana mencari uang. Masa iya kita masih gak aja demen memakainya sebagai sarana menyalurkan hobi debat? Rugi tauk!

Generasi Baper

on
Kamis, 24 November 2016

Pernah gak sih kalian kepikiran, dulu sebelum ada WA, BBM, Facebook dan lain sebagainya, hidup kita gak seribet hari ini?

Saya pernah. Hehe.

Saya bersyukur sih, bersyukur banget sekarang ada WA, BBM, Facebook dll. Saya itu jauh lebih suka berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan atau pikiran lewat tulisan, gak terlalu suka lewat omongan. Makanya saya gak terlalu suka telfonan. Bahkan ke mas suami pun, saya sering menyampaikan uneg-uneg lewat tulisan. Hehe. Soalnya kalau ngomong langsung suka tiba-tiba blank! Nah, berkat WA dan BBM, saya merasa tertolong sekali. Tau kan kalo perempuan ngungkapin uneg-uneg itu bakal sepanjang apa? Kalau belum ada WA atau BBM, entah bakal berapa karakter SMS yang harus saya kirim dan entah berapa banyak pulsa yang akhirnya saya habiskan dalam sekejap. Haha.

Tapi ya itu, saya kadang merasa adakalanya WA, BBM, Facebook dll itu bikin hidup jadi makin ribet.

Kok bisa? Ribet kenapa?

Ribet karna apa-apa dibawa ke perasaan -- atau istilah masa kininya Baper.

Gini. Di BBM ada tanda 'D' sama 'R'. Pasti udah pasa tau, kan. 'D' artinya pesan telah diterima, tapi belum dibaca. Sedangkan 'R' menunjukkan pesan telah dibaca. Apa yang muncul di pikiran kalian saat pesannya sudah bertanda 'R', tapi belum juga dibalas. Misuh-misuh? Saya sih enggak ya, kan wanita sholihah. Haha. Paling nggrundel =P #GagalSholihah. Iya, jujur saya sering bete kalau BBM teman atau siapapun sudah bertanda 'R' tapi gak dibalas, padahal pesan saya saat itu jenis pesan yang butuh respon. Apalagi kalau tandanya 'D' berhari-hari, padahal orangnya bolak-balik ganti Display Picture. Pasti langsung Baper! Kok dia gitu sih, kok dia gak mau baca pesanku, kok dia cuekin aku, jangan-jangan dia bla bla bla.

WA juga gitu. Ada tanda centang satu untuk pending, centang dua abu-abu untuk terkirim dan centang dua biru untuk yang telah dibaca. Gak jauh beda sama BBM, kalau pesan udah menunjukkan dua centang warna biru dan gak segera dibalas, pasti bawaannya baper. Parahnya lagi, di WA ada keterangan last seen, kan? Lha kalau pesan 20 menit yang lalu masih centang dua warna abu-abu padahal last seen-nya satu menit yang lalu, apa gak sama saja kayak menggantung anak gadis orang? Haha.

Jujur saya sering sekali baper soal BBM dan WA. Mas Suami sering jadi korban kebaperan saya. Saya uring-uringan dan bete gara-gara WA gak segera dibalas padahal sudah dibaca, sementara fakta di lapangan adalah Mas Suami dipanggil pimpinannya saat sedang baca pesan dari saya dan belum sempat balas. Padahal kalau sudah terlanjur baper, logika saya suka kayak lumpuh untuk menerima penjelasan =((

Selain soal tanda belum dibaca-sudah dibaca, emot juga kadang suka bikin baper. Kita curhat sedih, dibalasnya beberapa kalimat plus emot ketawa. Makin baper deh pasti, menganggap teman kita menertawakan kesedihan kita. Padahal mungkin maksud teman kita adalah agar kita gak terlalu serius dan sedih. Dia sedang berusaha ngajak kita ketawa. Saya pernah salah menyebut sebuah istilah saat sedang BBM-an dengan seorang teman, eh dia balas emot ngakak guling-guling itu. Seketika saya tersinggung, baper. Saya merasa teman saya menertawakan kesalahan saja. Duh, cetek banget ya saya  -____-

Kalau facebook agak beda cerita, ya. Sebagai manusia yang memang dari sononya suka berkeluh-kesah, kita kadang tergoda untuk curhat lewat status. Sementara orang lain yang membaca status dan kenal kita, seringkali seperti punya 'panggilan jiwa' untuk berkomentar. Kalau kita curhatnya tentang keluhan, seringnya yang komentar cenderung kasih semangat dan nasehat. Saat kasih nasehat, sebenarnya mereka gak bermaksud menghakimi atau menggurui kita. Seolah reflek aja sih ya. Tapi kitanya, bukannya menyambut baik nasehat melalui komentar tersebut, malah lebih sering baper. Merasa dihakimi, dll. Duh dek, lha gimana.


Yang namanya curhat di media sosial, ya memang kudu siap dikomentari, kan? Kalau gak siap dikomentari ya statusnya dibikin status privat aja. Hehe. Soalnya, hampir gak mungkin jika kita berharap komentar yang masuk 100% isinya sesuai yang kita mau. Lha isi kepala orang kan beda-beda.

Gak cuma itu. Lihat foto teman-teman travelling, baper. Lihat teman posting foto mesra baper. Lihat status teman lagi ngomel, baper -- ngira dia lagi ngomel sama kita. Padahal friendlist-nya ada 2000 orang, kok ya yakin banget kita yang dituju =D

Ya, inilah kita (atau cuma saya?) hari ini. Para generasi baper hasil didikan media sosial dan instant messanger. Haha.

Kamu sering baper juga gak?

Belanja Online VS Belanja Offline


Dulu, saya paling anti belanja online – sepertinya saya udah pernah cerita sih soal ini. Ya selain karna emang saat itu belum pernah nyoba (tapi buru-buru bilang anti), saya juga mikir, lha ngapain sih belanja online, wong toko dan mall aja tersebar di mana-mana? Bukannya tetap lebih enak belanja offline alias belanja langsung, jadi bisa memilih dan melihat barang yang akan kita beli secara nyata – gak Cuma lihat gambar?! Gitulah pokoknya pikiran saya.

Saya juga parno, gimana caranya kita bisa percaya sama penjual yang sama sekali gak kita kenal? Lha kalo setelah kita transfer uangnya terus si penjual tiba-tiba hilang tanpa kabar kan bisa banget, kan? Apalagi kalo belanja offline kan bisa nawar. Kalau belanja online emang bisa? Duh, parah ya pikiran ‘konvensional’ saya saat itu.

Tapi sekali lagi, itu dulu, saat saya bahkan belum sekalipun mencicipi gimana rasanya belanja online. Ya gimana, nyicipin aja belum pernah kok nge-judgenya udah macem-macem banget, ya. Sampai pada suatu saat, saya lama-lama pengen lah nyobain gimana rasanya belanja online. Pertama kali, saya coba beli gamis dan ke teman jaman kuliah. Hehe, belum berani belanja di toko online yang bener-bener saya blank siapa itu penjualnya. Terus gimana pertama kali belanja online? Kecewa! ukuran, bahan dan model ternyata gak seindah di gambar. Salahnya saya sih gak baca teliti keterangan gambar tentang ukuran dan jenis bahannya. Namanya juga pengalaman pertama. Hehe.

Sampai pada akhirnya saya dijodohkan oleh Allah dengan seorang lelaki yang hobi sekali belanja online. Hihi, iya, suami saya kalau kerjaan lagi santai hobinya mantengin toko onlie =D beli HP, power bank, headset, dll hampir selalu online. Dari beliau, saya akhirnya tau ternyata belanja online dan belanja offline  itu punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jadi gak bisa dibanding-bandingkan.

Ini nih kelebihan dan kekurangan belanja online dan belanja offline menurut saya:

Kelebihan belanja online

Hemat waktu, hemat tenaga. Ini kayaknya mutlak jadi point teratas kelebihan belanja online, ya. Bagi para pekerja full-time, belanja online itu menolong banget. Setelah pagi sampai sore ada di kantor, masa iya sih malamnya masih mau keluyuran belanja di mall atau toko? Hadehhh, selonjoran di kasur kayaknya lebih enak. Weekend? Sudah ditunggu tuh sama setrikaan! Hihi. Jadi kalau mau belanja cukup buka gadget atau laptop, searching, pilah-pilih, klik beli, transfer, beres.

Selain hemat waktu dan tenaga, belanja online juga sepertinya menawarkan jauh lebih banyak promo. Contohnya, promo harbolnas mapemall yang telah berlalu dan sukses memanjakan nafsu belanja online kita. Hayoo siapa yang lepas kontrol? Haha. Satu lagi, belanja online itu memberikan keleluasaan dalam meilih yang jauh lebih luas karna gak perlu risih udah tanya macam-macam lalu ujung-ujungnya gak jadi beli. Masih banyak sih kelebihannya, tapi nanti kepanjangan.

Kekurangan belanja online

Gak bisa meraba langsung barang yang akan kita beli. Bagian ini cukup menguji hati bagi orang-orang yang saat hendak beli galaunya gak selesai-selesai – seperti saya. Hehe. Selain itu, kita juga harus benar-benar memastikan dan memilih toko online yang terpercaya, biar gak kena tipu.

Kelebihan belanja offline

Bisa meraba dan melihat langsung serta nyata barang yang hendak kita beli. Terus begitu memutuskan beli, kita bayar dan langsung bisa bawa barangnya pulang. Kalau belanja online kan harus nunggu beberapa hari pengiriman sampai barang yang kita beli datang.

Kekurangan belanja offline

Butuh meluangkan waktu dan tenaga banget. Dan itu gak gampang buat yang aktivitasnya segambreng. Terus, kadang kita suka gak puas milihnya soalnya baru tanya-tanya bentar, atau meneliti barang yang mau kita beli beberapa saat, si penjual sudah pasang wajah kurang enak seolah mau bilang, “kalo mau beli cepetan, gak usah pake lama!”. Huhu, nyebelin -_- belanja offline juga promonya saat ada event-event tertentu saja seringnya – seperti saat lebaran, misalnya.

Intinya sih belanja online VS offline sebenarnya bukan untuk dibanding-bandingkan. Semua punya kelebihan dan kekurangan. Tergantung kebutuhan dan kondisi masing-masing pribadi aja. Iya, kan?

Kalau kalian gimana, lebih suka belanja online atau offline?

Pengalaman Mengganti Simcard IM3 di Gerai Indosat Ooredoo

on
Selasa, 22 November 2016

Kurang lebih tujuh tahun terakhir ini, saya percayakan kontak pribadi saya (nomor HP) pada IM3, meski hanya sebatas layanan SMS dan telfonnya saja. Internet sih ke yang lain, hehe. Otomatis, nomor HP saya sudah dikenal oleh sebagian besar teman dan kerabat. Kalau sudah seperti ini, ganti nomor HP tentu bukan lagi perkara sederhana. Perlu banyak pertimbangan.

Saya sudah melewati masa labil di mana saya akan mudah tergoda  untuk ganti nomor HP hanya gara-gara promo dari sebuah provider sih. Masa-masa itu sudah tertinggal beberapa tahun di belakang. Tapi tiga mingguan lalu, saya sempat dilanda galau, saat mas suami sempat (agak) memaksa saya untuk ganti provider.

Gara-garanya, beberapa minggu lalu saya ganti HP. Kebetulan, HP yang ini ukuran kartunya sudah harus pakai ukuran mikro semua. Masalahnya, simcard IM3 saya ini kan simcard versi lama, jadi susah untuk dipotong menjadi ukuran mikro. Sempat dibawa mas suami ke konter HP ntuk minta dipotongkan juga pada gak sanggup, takut malah jadi gak bisa dipakai.

Ya sudah akhirnya minggu lalu, tepatnya hari Sabtu tanggal 12 November 2016, mas suami meluangkan waktu untuk membawa simcard IM3 saya ke Gerai Indosat Ooredoo di Jalan Pandanaran Semarang untuk minta ganti simcard. Sesampainya di gerai indosat Ooredoo, mas suami kecewa berat. Menurut CS gerai indosat Ooredo yang saat itu menyambut mas suami, yang datang harus si pemilik simcard sendiri. Jika yang datang orang lain, maka harus membawa surat kuasa dengan materai 6.000. Hmmm, padahal mas suami sudah bawa KTP asli saya lho. Salah kami sebenernya, kenapa gak cari info dulu tentang prosedur penggantian simcard di Gerai Indosat. Cuma ya tetep kecewa soalnya jarak rumah kami dan galeri indosat itu gak deket, apalagi hari itu mas suami bela-belain datang padahal ibu sedang terbaring di Rumah Sakit.

Kekecewaan tersebut yang bikin mas suami sempat menyarankan saya ganti provider aja. Soale untuk ukuran kota sebesar Semarang aja gerai indosat langka banget, beda sama provider sebelah yang digunakan mas suami. Galerinya di mana-mana ada. Tapi ya ituu, setelah sekian tahun saya pakai nomor IM3, ganti nomor HP bukan perkara sederhana (bagi saya). Pelan-pelan saya utarakan keinginan saya untuk tetap memakai nomor IM3 itu. Dan mas suami setuju aja, meski sepertinya dengan berat hati. Hehe.

Hari Sabtu kemarin, kami datang lagi ke Gerai Indosat Ooredoo. Kali ini saya yang disuruh mas suami ngadep sendiri ke CS-nya. Dia masih kebawa jengkel. Haha. Dan ternyataaaa, prosedurnya simpel banget. Ketika datang, seorang CS menyanyai apa tujuan saya datang. Setelah saya mengutarakan keinginan saya mengganti simcard menjadi ukuran mikro dan menjelaskan alasannya, saya ditanyai nomor IM3 yang hendak saya ganti tersebut. Masnya kemudia mencocokkan data kepemilikan yang muncul di tabletnya dengan KTP asli saya. Setelah cocok, beliau meminta simcard lama saya, memfoto saya dengan tablet di tangannya, kemudian meminta saya tanda tangan -- di tabletnya juga.

Setelah menunggu beberapa menit -- gak ada lima menit -- saya dikasih simcard baru. Dan, selesai! Masnya juga jelasin bahwa pulsa, paket yang sedang diikuti dan masa tenggang masih tetap sama. Hanya saja semua kontak yang tersimpan hilang. Udah gitu aja. Kirain bakal seribet apa -___-. Jadi ribetnya cuma pada bagian: yang datang harus pemilik simcardnya langsung, atau jika diwakilkan harus bawa surat kuasa bermaterai.

Sudah gitu aja, Alhamdulillah saya gak perlu ganti nomor HP. IM3 masih jodoh sama saya ternyata =D

Ragam Kebiasaan Masyarakat Indonesia Saat Menggunakan Media Sosial

on
Sabtu, 19 November 2016

Masyarakat Indonesia memang memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dengan masyarakat dari negara lain. Keunikan tersebut bukan sekadar tentang budaya saja, melainkan juga soal kebiasaan di media sosial. Ternyata beberapa kebiasaan berikut ini kerap dilakukan masyarakat Indonesia ketika menggunakan media sosial :

Share Beragam Informasi yang Heboh

Beragam informasi heboh mengenai pemerintahan atau gosip artis sangat mudah menyebar melalui media sosial. Hal ini tidak mengherankan sebagai masyarakat Indonesia memang menyukai berita-berita terkini yang sedang hangat dibicarakan. Bahkan dalam hitungan menit, berita bisa menyebar dengan cepat di kalangan pengguna media sosial.

Mengunggah Foto-Foto Makanan

Foto-foto makanan adalah konten menarik lainnya yang juga sering diunggah di media sosial. Biasanya tempat-tempat kuliner baru yang memiliki keunikan tersendiri akan menjadi target utama perburuan foto. Fenomena ini membuat para pebisnis kuliner berusaha menghadirkan makanan yang menggugah selera lengkap dengan lokasi yang strategis dan menarik.

Memanfaatkan Media Sosial untuk Bisnis Online

Sudah bukan rahasia lagi kalau para pengguna media sosial di Indonesia juga kerap memanfaatkan media sosial untuk berbisnis. Aneka jenis produk mulai dari makanan sampai produk fashion, semuanya tersedia di media sosial. Bahkan beberapa toko online terbesar seperti MatahariMall pun turut memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi dengan para pelanggan. Informasi terbaru mengenai beragam produk mulai dari harga long dress murah sampai promosi gadget bisa didapatkan melalui akun media sosial resmi MatahariMall. Pokoknya semua informasinya tersedia secara lengkap dan mudah diakses.

Follow Akun-Akun Lucu

Akun-akun media sosial yang selalu mengunggah konten lucu adalah salah satu jenis akun yang paling disukai pengguna media sosial. Karena mayoritas pengguna media sosial Indonesia memang menggunakan media sosial sebagai sarana hiburan. Beragam meme lucu yang diunggah di media sosial pun akan menyebar secara cepat di kalangan para pengguna internet.

Di antara keempat kebiasaan tersebut, manakah yang paling unik dan bermanfaat?

Apa pun kebiasaan yang disukai pengguna media sosial Indonesia, sudah seharusnya bila kebiasaan tersebut bisa membawa dampak positif ketika berkomunikasi. Kini saatnya kita menjadi pengguna media sosial yang bijak dan cerdas mengolah informasi.

Keputihan, Apa Solusinya?

on
Jumat, 18 November 2016
Keputihan merupakan sesuatu yang selalu menghantui pikiran kebanyakan wanita. Sepertinya cuma masalah sepele, ya... tapi yang pernah mengalami pasti tau bahwa keputihan sangat bikin gak nyaman. Dan yang harus kita tau, sebenarnya itu bukan hal sepele lho. Keputihan ternyata menjadi salah satu indikasi ada yang kurang beres dalam tubuh kita jika keputihan menunjukkan ciri-ciri tertentu, yaitu:

-Warna kuning atau bahkan kehijauan
-Membuat Miss V terasa gatal
-Berbau tajam

Sayangnya, masih ada saja kaum perempuan yang abai sama masalah-masalah seperti ini. Padahal ini berkaitan erat sama masa depan kita. Salah satunya soal kesehatan rahim. Beberapa waktu lalu ada seorang teman yang bercerita pada saya. Teman saya tersebut tengah menjalani program hamil, karena sudah menikah beberapa tahun dan belum dikaruniai keturunan. Namun sebelum program hamil dimulai, beliau bilang dokter harus memastikan keputihannya yang lumayan parah harus diobati dulu. Saya tanya, sudah berapa lama mengalami keputihan parah seperti itu? Saya tersentak mendengar jawabannya. Ia mengaku keputihan yang cukup parah sudah dideritanya cukup lama, tapi ia mengabaikannya karna mengira bukan hal yang berbahaya. Hmm...

Saya sendiri bisa dibilang cukup sering mengalami keputihan sejak masih single. Tapi dulu keputihannya konon merupakan keputihan hormonal. Keputihan hormonal biasanya dialami seorang perempuan setelah masa menstruasi, berwarna bening, gak berbau, dan gak bikin gatal. Kalo yang ini katanya gak perlu dikhawatirkan, behkan menjadi salah satu tanda bahwa seseorang sedang berada dalam masa subur. Itu penjelasan dari teman saya yang seorang bidan sih, koreksi ya kalau salah :)

Setelah menikah -- sebelum hamil, saya sempat mengalami keputihan yang bikin saya resah. Warna keputihan saya agak keruh, meskipun belum masuk kategori kehijauan dan belum bikin gatal atau bau. Tapi hal itu gak bikin keresahan saya berkurang. Apalagi saat itu saya bisa dibilang sedang 'ngoyo' sama keinginan untuk segera hamil. Saya yang memang tipikalnya parnoan langsung berusaha mencari berbagai info tentang solusi menghilangkan keputihan yang aman dan efektif, karna takut keputihan tersebut semakin parah dan menjadi salah satu sebab keinginan saya segera hamil tertunda.

Gayung bersambut, ketika seorang teman dekat bercerita tentang sebuah produk herbal yang katanya menjadi solusi ampuh bagi keputihan. Namanya Crystal-X. Sudah lama sih sebenarnya dia cerita soal cystal-X, tapi waktu itu hanya sekilas. Saat teman saya cerita lebih detail termasuk cerita bahwa dia sendiri pun pakai dan membuktikan manfaatnya, dia juga cerita soal kakak kandungnya yang dulu sempat keputihan parah dan alhamdulillah sembuh dengan perantara crystal-X. Saya akhirnya tertarik. Ohya, FYI, saya adalah orang yang gak mudah percaya sama promosi produk-produk tertentu yang berhubungan dengan kesehatan. Kenapa kali ini saya percaya, karna yang cerita soal crystal-X adalah teman dekat saya sendiri. Itupun sebelumnya saya bandingkan dulu dengan testimoni-testimoni di internet yang saya telusuri. Banyak banget yang mengakui keampuhan crystal-X ini.


Akhirnya, Bismillah... saya beli Crystal-X. Saya pakai, dan WOW... khasiatnya langsung terasa seketika. Keputihannya sih gak langsung ilang seketika, ya. Yang seketika terasa itu kesetnya. Pantesan teman saya bilang kalau crystal-X juga bisa bikin suami seneng. Haha, bagian ini yang udah nikah pasti paham :) Beberapa hari saya pakai, Alhamdulillah keputihan saya sirna. Hehe. Ohya, cara pakainya ada dua. Direndam dalam air beberapa menit, lalu air rendamannya dipakai untuk membasuh Miss V, atau dimasukkan langsung ke Miss V kira-kira 3 cm, dan diputar ke kanan-kiri secara bergantian. Saya pilih opsi yang pertama sih waktu itu.

Saya gak lama sih pakai crystal-X. Mungkin hanya sekitar sebulanan, karna Alhamdulillah saya dinyatakan hamil. Crystal-X gak mengandung zat bahaya apapun sebenarnya, tapi yang namanya hamil muda dan pertama kali ya lebih baik menghindari pemakaian obat apapun, kan? Penjelasannya banyak dan jelas kok kenapa crystal-X sebaiknya gak dipakai ibu hamil. Sekali lagi, bukan karna mengandung zat berbahaya.

Kalian keputihan? Crystal-X Insya Allah bisa jadi solusinya :)

Ketika Lidah Mampu Menghancurkan Hidup Seseorang

on
Rabu, 09 November 2016

Beberapa hari lalu, seorang teman lama tiba-tiba nyapa lewat FB Messanger. Dia bahas soal Hanum Salsabiela Rais yang satu dasawarsa lebih menunggu hadirnya buah hati -- yang kebetulan baru saja saya share di FB. Dia bilang terenyuh dan merinding. Lalu obrolan berlanjut dengan dia cerita soal salah satu saudaranya yang juga lama nunggu hadirnya buah hati. Baru dua tahun sih. Tapi siapa yang berani bilang dua tahun itu sebentar? Kalo yang udah pernah tau rasanya nunggu, jangankan dua tahun, dua bulan tiga bulan aja bisa terasa lama banget, kan?

Teman saya cerita, bahwa saudaranya (sebut saja Melati, ya, biar gak ribet) baru saja cerai dari suaminya. Gara-garanya, si Melati ini ternyata sudah lama sakit. Bukan, bukan penyakit fisik, tapi sakit yang... emm, mungkin semacam depresi. Saya mulai tertarik mengikuti cerita teman saya. Dan ternyata lanjutan ceritanya bikin hati saya ngilu.

Beberapa bulan setelah nikah, si Melati ini gak kunjung dinyatakan hamil. Padahal, ya pastilah sudah sangat mengidam-idamkan. Orang yang sedang menunggu hadirnya buah hati (atau jodoh) itu, tanpa ditanya ini-itu aja seringkali sudah merasa tertekan, kan? Nah, apalagi kalau ditanya ini-itu, dikomentarin begini-begitu? Ohya, si Melati ini tinggalnya di desa -- dimana desa itu tingkat 'kepeduliannya' pada tetangga tinggi banget. Bahkan kadang hal-hal yang harusnya gak perlu dipeduliin -__- Singkat cerita, lama-kelamaan si Melati menunjukkan perubahan sikap. Dia jadi sering diem, susah banget diajak ngobrol bahkan sama suaminya sendiri. Kadang tiba-tiba teriak-teriak, nangis, dll. Wallahu a'lam sebabnya, tapi pihak keluarga hanya bisa meraba satu kemungkinan,  yaitu tertekan dengar omongan orang tentang dia yang gak kunjung hamil.

Saya gak tanya detail pengobatan apa aja yang sudah diusahakan sih. Gak tanya juga sudah dibawa ke psikiater apa belum. Teman saya keburu cerita tentang suaminya yang akhirnya menyerah dan memilih untuk menceraikan istrinya =( Sumpah, sedih banget dengarnya. Betapa kasian si Melati ini. Tapi kita juga gak bisa nge-judge suaminya gak setia, dll. Kita gak pernah ada di posisi dia, kan?!


Terlepas dari apakah sebab si Melati ini depresi beneran karna omongan para tetangganya atau bukan, saya lebih milih ambil pelajaran. Kalau memang benar itu sebabnya, pelajaran apa yang bisa kita ambil? Lidah, dear, lidah. Bahwa ternyata lidah itu mampu menghancurkan hidup seseorang. Bahwa ternyata lidah itu terkadang benar-benar lebih tajam daripada pedang. Oke mungkin kita bisa bilang si Melati ini gak punya kelapangan hati bla bla bla. Tapi kalau kita mikir gitu, mungkin kita lupa bahwa kondisi psikis tiap orang itu beda. Bersyukurlah kalau kita dianugerahi psikis yang tegar dan sekokoh karang. Tapi jangan sampai bikin kita jadi gampang nge-judge orang yang yang psikisnya rapuh. Ah, gitu aja dipikirin segitunya, bla bla bla. Plis, jangan!

Sudah terlalu banyak lah bukti bahwa lidah mampu menghancurkan hidup seseorang. Jangankan seseorang, negara pun bisa. Lha aksi 4 November kemarin sebabnya kan ya gara-garanya lidah yang gak dijaga, kan? Ah, cukup, gak mau perpanjang bahas itu, hihi.

Ayolah, bareng-bareng kita mulai belajar jaga lidah. Gak perlu komentar atau nge-judge macem-macem, gak perlu juga basa-basi gak penting. Saya juga masih suka jutek dan berpotensi menyakiti orang lain sih. Makanya saya bilang, ayok bareng-bareng belajar. Ini bukan cuma soal ke seseorang yang sedang menanti hadirnya buah hati, ya. Ke teman yang belum nikah juga, atau ke seorang ibu yang gagal memberikan ASI Eksklusif pada bayinya.

Seperti yang pernah ditulis Mbak Irawati Hamid -- seorang teman Bloger dari Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, tentang hal-hal yang gak seharusnya kita katakan pada ibu yang gagal memberikan ASI Ekslusif pada bayinya. Mbak Irawati ini merupakan bloger yang dulunya juga gagal memberikan ASI Ekslusif pada bayinya, dan merasakan betapa frustasinya saat-saat seperti itu. Frustasi karena merasa gagal sebagai ibu dan merasa bersalah karena gak bisa kasih yang terbaik untuk anak. Sudah gitu, eeehh masih dikomentarin macem-macem. Coba bayangin gimana rasanya -____-. Kalau mau baca selengkapnya buat referensi untuk menjaga lidah saat ketemu teman yang gagal kasih ASI Eksklusif buat anaknya, monggo berkunjung ke blog Mbak Irawati Hamid.

Header Blog Mbak Irawati Hamid
Ohya, tambahan dikit. Di era digital gini, jaga lidah aja kayaknya gak cukup, ya. Harus jaga jari juga biar gak nyetatus nyakitin hati yang baca, atau komentar nyinyir atau bikin gak enak hati. Kalau ada orang yang sekarang gendut, jerawatan, kusut dll padahal dulunya enggak, ya cukup dibatin aja kali, yaaa... gak perlulah diungkapkan lewat komentar yang artinya bakal dibaca banyak orang. Itu beda tipis sama mempermalukan lho. Ini setengah curhat sih =P

Mengelola Keuangan, Tantangan Peran Baru Sebagai Istri

on
Selasa, 08 November 2016

Beberapa hari lalu saya sempat resah. Selama hampir enam bulan berperan sebagai istri, saya merasa belum bisa mengelola keuangan keluarga dengan baik. Padahal tiap bulan gak pernah sampai defisit sih, masih selalu bisa nabung juga meski nominalnya belum sebesar nominal yang disarankan oleh pakar-pakar keuangan keluarga. Tapi saya merasa pengelolaan keuangan saya masih buruk, karna gak ada kalkulasi, gak ada plot-plot tertentu. Jadi grambyang, seperti air mengalir saja. Hingga akhirnya saya sering tiba-tiba bengong saat buka dompet. Lho, kok uang tinggal segini? terpakai buat apa saja, ya?

Di awal-awal pernikahan, saya memang sempat mencatat secara detail setiap pengeluaran. Tapi biasa, gak lama berjalan saya mulai bosan. Ah, toh gak ada pengeluaran yang sia-sia, semua uang terpakai ya memang untuk sesuatu yang kami butuhkan, jadi buat apa dicatat-catat segala. Begitu pikir saya.

Beberapa hari lalu, qodarullah saya ketemu beberapa postingan teman bloger yang membahas tentang keuangan keluarga. Saya baca satu persatu dan berusaha saya pahami. Lalu saya mengajak suami saya rapat. Haha, iya, waktu itu saya bilang, "Mas, ayo kita rapat keuangan!". Saya ceritakan keresahan saya yang merasa masih belum bisa mengelola keuangan dengan baik. Kemudian saya ceritakan isi postingan tentang pengelolaan keuangan keluarga yang saya baca. Dan diskusi pun mengalir. Dari diskusi tersebut, kami akhirnya merumuskan garis besar pengelolaan keuangan keluarga kami. beberapa hal inilah diantaranya:

Menyepakati Nominal Menabung Tiap Bulannya

Saya dan Mas Suami sepakat untuk menentukan berapa kami harus menabung setiap bulannya, untuk kemudian memakai kelebihannya untuk pengeluaran. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah kami baca, bahwa menabung itu seharusnya ditentukan di awal, sebelum menentukan pengeluaran. Jika menabung ditentukan setelah pengeluaran, rasanya hampir pasti nabungnya jadi kecil banget, atau bahkan gak jadi nabung karna sudah habis dianggarkan.

Menentukan Kelompok Pengeluaran Bulanan

Setelah menyepakati berapa nominal yang akan kami tabung tiap bulannya, kami mengelompokkan jenis-jenis pengeluaran bulanan kami. Pengelompokannya antara lain terdiri dari, pengeluaran primer, sekunder dan tak terduga. Pengeluaran primer adalah pengeluaran rutin yang pasti terjadi. Seperti, belanja lauk-pauk, peralatan mandi, sabun cuci, dll. Sedangkan sekunder bisa berupa buku, jilbab, atau makan di luar.

Pada bagian ini, saya dan Mas Suami berusaha memfilter antara kebutuhan dan keinginan. Soalnya kalau gak difilter, akan rawan terjadi kebocoran anggaran gara-gara mengira keinginan sebagai kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Seperti kemarin, saat Mas Suami lihat iklan tablet terbaru, ia hendak segera membelinya. Tapi lalu saya ingatkan, sepertinya budget bulan ini belum memungkinkan untuk itu. Semoga bulan depan bisa :)

Menyiapkan Tempat Untuk Mengeposkan Anggaran Berdasarkan Kelompok Pengeluaran

Setelah pengeluaran bulanan berhasil kami kelompokkan, Mas Suami usul untuk memisahkan uang-uang tersebut ke dalam amplop-amplop yang berbeda sesuai anggaran yang telah kami sepakati. Aha, ide bagus! Tapi ide tersebut sedikit saya modifikasi, karna saya merasa penggunaan amplop kurang praktis. Kebetulan saya punya dompet yang memiliki beberapa kantong terpisah. Kenapa gak pakai itu saja, kan? :)

Begini ya ternyata berumah-tangga itu. Segala sesuatu harus dikomunikasikan dan didiskusikan, apa lagi soal keuangan. Entah kenapa, meskipun background pendidikan saya adalah akuntansi, saya tetap merasa mengelola keuangan merupakan salah satu tantangan bagi peran baru saya sebagai istri. Tapi saya harus optimis, ya. Mungkin karna belum terbiasa saja :)

Hati Yang Terbolak-balik

on
Senin, 07 November 2016


"Cieee sekarang udah kenal WA, ke mana-mana yang dipegang hape android. Padahal dulu bilang ogah ikut orang-orang pakai hape android, lha sekarang... ke kamar mandi aja android tetap dalam genggaman!!"

Begitu ledekan salah seorang teman kantor saya pada salah satu teman kantor yang lain. Pasalnya, mbak yang satu ini -- sebut saja Mbak Anggrek -- dulu memang pernah bilang gak mau latah sama perkembangan jaman, khusunya android. Saat itu dia bilang, hape butut yang cuma bisa telepon dan SMS sudah lebih dari cukup. Bikin nyaman dan gak ribet sama macam-macam aplikasi. Selang bulan, tiba-tiba Mbak Anggrek hapenya baru. Android! Dibelikan suaminya, katanya. Sontak hal itu bikin teman-teman, terutama yang memang punya hobi meledek, seperti mendapatkan sasaran empuk. Saya cuma mringis. Gak ada salahnya menurut saya. Namanya juga hati manusia, hati yang mudah terbolak-balik.

Saya jadi inget diri sendiri. Saya juga pernah seperti 'menjilat ludah sendiri'. Dulu saya pernah sok-sokan bilang gak mau pake BBM. Kesannya eksklusif bla bla bla, lebih pilih whatsapp bla bla bla. Sekarang? Haha, BBM menjadi salah satu aplikasi yang paling sering saya buka. Lalu ada lagi. Soal belanja online. Saya bilang, ogah belanja online. Masih lebih suka belanja cara konvensional di mana saya bisa meraba barang yang akan saya beli terlebih dahulu biar mantap, dll. Sekarang? Beli lipen aja online. Saya gak mampu menahan godaan iklan-iklan toko online yang tersebar di berbagai media. Tapi saya gak salah, kan? Kan hati manusia memang terbolak-balik. Iya-in aja, plis.

Hati yang terbolak-balik. Begitulah sifat manusia. Hari ini bilang enggak, beberapa jam lagi bilang iya. Kemarin bilang suka, hari ini bisa jadi gak suka. Besok bilang cinta, seminggu lagi bilang benci. Itu semua sangat mungkin, dan wajar. Bahkan ayat suci pun mengingatkan dengan gamblang, kalau cinta sewajarnya saja, karna bisa jadi esok akan jadi benci. Begitu juga sebaliknya.

Pelajarannya buat saya adalah, bersikap biasa dan sewajarnya saja pada hal-hal yang gak prinsip. Gak usah sok-sokan bilang enggak pada sesuatu, karna bisa jadi besok saya butuh dan jadi bilang iya. Kecuali sesuatu itu memang haram, lain soal -- karna itu prinsip sekali.

Kalo kamu gimana, pernah gak terbolak-balik hati pada sesuatu hal? Tadinya gak cinta jadi cinta, mungkin? Hehe.

Tidak Bisa Lepas Dari Gadget? Simak Bahaya Radiasi Gadget Terhadap Organ Tubuh

on
Sabtu, 05 November 2016
Tidak Bisa Lepas Dari Gadget? Simak Bahaya Radiasi Gadget Terhadap Organ Tubuh

Telepon selular atau biasa disebut ponsel adalah alat komunikasi genggam yang handy dan mudah dibawa ke mana saja. Ponsel memiliki gelombang elektromagnetik yakti SAR atau specific absorption rate di bawah 1,6 watt/kg. Gelombang tersebut tergolong rendah, namun apabila penggunaan ponsel di luar batas kewajaran, yakni terus-menerus selama berjam-jam, maka radiasi yang dipancarkan oleh ponsel akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh dan tubuh jadi rentan terserang penyakit. Berikut beberapa hal yang yang disebabkan oleh efek radiasi ponsel:


Alzheimer

Jika kamu menggunakan ponsel setiap hari selama berjam-jam yang lama, kamu harus tahu konsekuensinya adalah kamu berpotensi terpapar radiasi yang membahayakan tubuhmu. Radiasi tersebut akan masuk lewat rongga telinga dan menyebarkan ke jaringan otak bagian dalam.  Hal ini yang menyebabkanmu sering linglung dan lupa. Hal ini juga mengakibatkan daya ingatmu semakin berkurang dan berpotensi terserang Alzheimer.

Tekanan Darah Meningkat

Apabila kamu rutin bermain ponsel tanpa kenal waktu hingga berjam-jam lamanya, tekanan darah dalam tubuhmu akan meningkat sebanyak sebanyak 5 sampai 10 hg. Paparan radiasi yang terlalu sering sangat buruk bagi kesehatan tubuh. Bahayanya lagi, apabila tekanan darah tinggi ini akan berakibat fatal jika seseorang juga terserang stroke.

Depresi

Apabila kamu termasuk orang-orang yang kecanduan dengan ponsel dan sulit terlepas darinya barang satu jam saja. Perasaan candu inilah yang merusak kesehatan psikismu, tidak hanya kamu yang telah kecanduan ponsel, melainkan juga seluruh manusia di dunia yang kecanduan ponsel. Hal ini terjadi karena paparan radiasi yang rutin masuk ke dalam otak akan meyiptakan mindset bahwa seseorang harus terus-menerus menggunakan ponsel. Apabila orang-orang yang kecanduan ponsel ini tidak menggunakan ponselnya beberapa jam sehari akan merasa depresi berkepanjangan.

Gangguan Tidur

Penggunaan ponsel secara kontinyu dan tidak dalam batasan wajar akan memicu perasaan gelisah berlebih pada seseorang. Hal ini berujung pada kesulitan untuk tidur dan beristirahat malam. Bahaya radiasi seperti biasanya dirasakan oleh mahasiswa atau pekerja yang menjadi insomnia di malam hari karena pengaruh radiasi ponsel.

Sakit Kepala

Kamu akan merasakan mual dan perasaan ingin muntah ketika kamu hendak bangun tidur karena meletakkan ponsel terlalu dekat dengan kepala selama tertidur. Tak jarang orang dapat seketika muntah karena paparan radiasi ponsel dapat langsung membuat sakit kepala dan membuat tubuh tidak nyaman.

Kerusakan otak

Ini adalah kerusakan paling parah yang dialami manusia akibat gelombang radiasi sebuah ponsel. Penggunaan yang terus menerus dan menembus batas waktu kewajaran penggunaan ponsel akan mengakibatkan radiasi kuat dalam gelombang elektromagnetik sebuah ponsel dapat  menembus ruang hampa dan jaringan otak secar tegak lurus. Radiasi ponsel mempercepat pembentukan neoplasma dari sel-sel tidak wajar pada otak yang berujung pada kerusakan otak. 

Antara Kebenaran dan Merasa Benar

on
Kamis, 03 November 2016
Katanya, salah satu manfaat banyak membaca itu membuat kita gak gampang nge-judge. Dan saya sepakat banget sama pernyataan itu. Meski saya belum masuk hitungan orang yang banyak baca, tapi seenggaknya saya bukan juga tipe orang yang enggan membaca. Nah, baca meski gak banyak-banyak banget aja saya udah bisa merasakan manfaatnya. Apalagi yang jauh lebih banyak kan?

Manfaat apa emang?

Dulu, saya tuh gampang banget nge-judge. Ratu nge-judge lah. Ada orang bertingkah agak gimana, saya sudah langsung kasih stempel buruk. Padahal ketemu orang itu juga cuma sekilas di pom bensin. Ketemu teman sekolah tapi dia gak nyapa, saya langsung mendakwa dia sombong bla bla bla. Padahal mungkin banget dia gak lihat atau pangling sama saya. Yah lagian kenapa pula bukan saya yang nyapa duluan, kan? Tapi saya gak peduli, nge-judge mah nge-judge aja. Soalnya apa? Saya MERASA BENAR. Udah itu aja.

Terus sekarang udah enggak? Harus saya akui, kadang masih kepleset nge-judge orang sih. Tapi udah gak separah dulu. Kalau nge-judge juga seringnya selang beberapa detik sadar sendiri, eh gak boleh gitu.

Saya cinta ibu. Cinta sekali. Tapi ada masanya saya dan ibu berselisih paham. Ini wajar, kan? Dulu kami sering berselisih paham gara-gara beliau merasa benar. Saat saya bantu cuci piring, misalnya. Ibu nyalahin saya, bilang cara cuci piring saya salah. Beliau pakai cara "sabun semua, baru bilas", sedangkan saya pake cara "sabun-bilas-sabun-bilas". Saya gak terima disalahin, soalnya... Emangnya kenapa kalo pake cara cuci-bilas-cuci-bilas? Tujuan cuci piring itu pokoknya piring yang tadinya kotor jadi bersih, kan? Kan gak ada ngaruhnya mau disabun semua dulu baru dibilas dengan sabun satu langsung bilas dan seterusnya?!

Dan perselisihan semacam itu gak cuma terjadi saat cuci piring. Nyapu, iris bawang, goreng tahu, dan lain sebagainya. Ibu selalu punya rule yang bikin beliau MERASA BENAR, dan itu otomatis membuat semua cara lain jadi salah. Pelan-pelan, saya dan kakak memberi pengertian. Ayolah, Bu... Ini bukan hal prinsip. Cara yang ibu pakai selama bertahun-tahun gak otomatis bikin cara yang beda jadi salah. Cara yang nyaman dan bagus menurut ibu, gak bisa jadi serta-merta nyaman dan bagus buat orang lain. Kecuali kalau goreng ikan -- misalnya -- kalau gak pakai cara ibu jadi beracun. NAH, itu lain soal. Lha wong kan enggak to?!

Meskipun kadang masih sekali-dua kali negur saya kok caranya gini kok caranya gitu, seenggaknya sekarang ibu saya udah bisa nerima dan ngerti kalo saya jawab, "saya nyamannya gini, bu".

Saya nulis cerita di atas gara-gara terinspirasi kalimat Mbak Windi Teguh. "Ketika kita benar, bukan berarti orang lain pasti salah". Sepakat banget!

Lain lagi ketika ibu dan kakak saya marah besar ke saya waktu saya ketahuan naksir kakak kelas yang berbeda keyakinan dengan kami saat saya kelas satu SMA. Padahal saya CUMA naksir lho. Belum deket, apalagi sampai pacaran. Tapi bagi mereka, tindakan pencegahan harus dilakukan sedini mungkin. Saat itu, sebagai ABG alay, saya marah. Marah tapi menerima kemarahan mereka. Lho, gimana?

Soalnya, hati saya tau dan bilang, alasan ibu dan kakak saya marah itu dasarnya bukan karna mereka MERASA BENAR, tapi karna berdasar pada KEBENARAN. Senaksir-naksirnya saya, saya gak se-ujung kukupun mikir bakal nikah kok sama dia. Karna bagaimanapun saya meyakini bahwa menikah dengan yang berbeda agama itu dilarang Allah. Dan bagi saya itu tentang KEBENARAN.

Atau misal saat kita masuk kerja gak pernah telat. Lalu ketika menerima uang transport ternyata uang transportmu dipotong sekian ribu rupiah, padahal aturannya dipotong itu ya kalo telat. Kita berhak banget marah. Marahnya gak haruslah pake kata-kata kasar ngelabrak bagian SDI yang ngurusin absen. Marah kan bisa dengan cara elegan. Intinya, kita berhak memperjuangkan uang meski hanya sekian ribu rupiah itu. Soalnya ini tentang KEBENARAN. Orang lain gak berhak bilang, 'Yaelah, cuma sekian ribu rupiah ini!'. Karna sekali lagi, ini soal kebenaran. Jadi kita punya hak memperjuangkan. Tapi kalo milih ikhlas ya juga bagus buanget lah.

Intinya, MERASA BENAR dan KEBENARAN itu beda banget! Jadi marilah kita lebih jeli melihat sikap kita sendiri. Saya ini sekedar merasa benar, atau memang memperjuangkan kebenaran?

Udah ah, makin random deh saya. Hehe


Lekker Paimo, Lekker Legendaris di Semarang

on
Selasa, 01 November 2016
Saya sebenarnya bukan tipe orang yang hobi sekali wisata kuliner. Bahkan seringkali saya ragu-ragu saat hendak mencoba menu baru atau tempat makan baru. Semacam takut rugi, udah terlanjur nyoba ternyata rasanya gak pas sama lidah. Sayang duitnya. Haha. Makanya saya cenderung jarang berspekulasi. Makannya di tempat itu-itu saja. Pesannya juga menu itu-itu saja.

Tapi adakalanya saya juga tergoda mencoba tempat makan baru atau menu baru. Apalagi jika saat blogwalking gak sengaja ketemu artikel-artikel kuliner. Ditambah ada embel-embel harga bersahabat, pasti akan tergoda. Maklum ya, semenggoda apapun menunya kalau sudah dibilang harganya mahal sih gak bakal tergoda kayaknya. Hihi.

Beberapa kali membaca artikel tentang artikel yang membahas kuliner-kuliner di Semarang yang patut di coba, saya hampir selalu menemukan Lekker Paimo sebagai salah satunya. Hmm, penasaran, karna ulasan dan gambar-gambarnya selalu menarik. Apalagi Lekker Paimo konon hanya jajanan pinggir jalan, namun peminatnya luar biasa banyak. Ditambah, beberapa teman kantor bercerita juga tentang kelezatan lekkernya. Juga tentang antriannya yang mengular.

Lalu saya mengajak Mas Suami untuk mencoba Lekker Paimo tersebut. Seperti biasa, Mas Suami mengiyakan, tapi dengan syarat. Kalau pas ada waktu, katanya. Sampai akhirnya saya positif hamil, janji itu saya tagih. Hihi, saya sempat menggunakan kehamilan saya sebagai alasan biar segera diajak ke Lekker Paimo. Tapi gak berhasil, karna kami sudah sepakat untuk gak percaya ngidam-ngidaman.

Sampai akhirnya hari sabtu kemarin, saat kami ada perlu ke daerah Semarang Bawah, saya mencoba lagi mengingatkan beliau tentang janjinya mengajak saya ke Lekker Paimo. Dan beliau mengiyakan. Yeay, Alhamdulillah.

Kami sampai di lokasi sekitar pukul sebelas siang. Dan kami ternganga karna pembelinya ternyata benar-benar banyak. Antriannya mengular! Lekker Paimo terletak tepat di depan SMA Loyola, Jalan Karang Anyar No. 37, Brumbungan, Semarang Tengah. Selain heran dengan pembeli yang sebegitu banyak, saya juga dibuat heran saat melihat seperti apa tempat berjualan Lekker Paimo ini yang amat sangat sederhana sekali. Sama sekali gak sepadan dengan seberapa legendaris namanya.


Lekker Paimo terdiri dari lekker manis dan asin, dan menawarkan berbagai varian rasa. Diantaranya pisang coklat keju, tuna sosis keju, telur sosis mozzarela, dll. Kalo gak salah pilihan isian ini bisa divariasi sesuai permintaan pembeli.


Saat sampai di tempat, kita akan dipersilakan untuk menulis pesanan kita di kertas. Setelah kita menulis, serahkan kertas pesanan kita pada abang-abangnya. Abang pembuat lekkernya selalu memberitahu bahwa antriannya panjang pada pembeli yang menyerahkan kertas pesanannya. Mungkin maksudnya agar si pembeli siap dan gak emosi kalau pesanannya gak kunjung datang. Ohya, jangan lupa tulis nama kita di kertas pesanan, karna saat lekker kita akan dibuat atau sudah jadi, nama kita akan dipanggil (atau lebih tepatnya diteriakkan). Kemarin, saya hampir satu jam antri sampai akhirnya pesanan saya datang.



Untuk harga cenderung jauh lebih mahal yang kelompok asin karna isiannya jauh lebih beragam. Untuk harga menurut saya gak bisa dibilang murah untuk ukuran jajanan pinggir jalan, dan gak terlalu mengenyangkan. Tapi menurut saya sangat sepadan dengan citarasa yabg ditawarkan. Kemarin saya pesan empat lekker asin dengan varian isian yang berbeda-beda dan satu lekker manis, total habisnya sekitar enam puluh sekian ribu.



Setelah mencicipi rasanya, saya jadi maklum sih melihat pembeli yang sebegitu banyaknya. Meskipun untuk kembali mengunjungi Lekker Paimo lagi rasanya harus berpikir dua kali, karna harus benar-benar saat waktu kita luang. Jangan pernah datang saat kita diburu agenda-agenda lain yang lebih penting.

Jangan lupa mampir di Lekker Paimo ya saat berkunjung ke Semarang. Kapan lagi mencicipi jajanan pinggir jalan yang sebegitu legendaris? :)

Signature

Signature