Nggak lebh dari seminggu lagi, Insya Allah saya akan mengarungi bahtera hidup baru :')
Bukan, bukan... ini bukan tentang pernikahan. Bahtera hidup nggak hanya pernikahan, kan? Hehe...
Saya tiba-tiba inget kutipan di salah satu blogpost Mba Ila ini:
"Radar Allah sangat sensitif. Dia merekam semua doa, baik doa yang dipanjatkan dalam rangkaian kata, gumaman dalam hati, atau hanya bersitan keinginan. Semua bentuk doa itu akan masuk daftar antrean untuk proses pengabulan. Allah akan menentukan kapan waktu yang tepat sebuah doa akan dicairkan. Bisa kontan, minggu depan, dua puluh tahun mendatang, atau di akhirat kelak. Tapi intinya semua doa dikabulkan (syarat dan ketentuan berlaku) karena Allah tak pernah mengingkari janjinya, ud'uni astajib lakum, "berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkannya untukmu." (Beasiswa di Bawah Telapak Kaki Ibu yang ditulis Irfan Amalee, hal. 51-52)
Ah, saya percaya tentang itu. Percaya sekali. Semua doa dikabulkan, meski bentuk pengabulannya nggak selalu kontan persis seperti bunyi doa kita. Tapi kita harusnya bersyukur tentang itu, kan? Betapa sering kita 'salah' berdoa? Seperti cerita saya yang ini :)
Saya ingat, dulu... sekitar 3 tahun lalu, saat saya masih berstatus mahasiswa, saya pernah membatin, "Suatu saat saya ingin kembali ke sini, jadi bagian dari mereka" -- saat melihat mbak-mbak karyawan. Jangan tanya kenapa. Saya membatin begitu saja. Mungkin karna hati saya terlanjur tertambat pada tempat itu.
3 tahun berselang, dan Allah membuat doa 'nggak sengaja' saya itu menjadi nyata. Subhanallah walhamdulillah :)
Saat pertama kali diterima kerja di tempat yang sekarang, saya juga membatin, 'Saya hanya akan dua tahun di sini'. Dan apa yang terjadi? Tepat dua tahun saya di sini, saya dinyatakan diterima di tempat lain. Benar-benar tepat. 1 Oktober 2012-1 Oktober 2014 :))))
Yah, walaupun saya tahu, ada harga yang harus dibayar untuk sesuatu yang kita inginkan. Begitu juga dengan keputusan saya ini. Memutuskan untuk ke tempat itu, berarti juga memutuskan untuk 'jauh' dari Ibu - alias jadi anak kost lagi. Dan itu harga yang cukup mahal buat saya. Memutuskan untuk pergi, berarti harus siap dengan konsekuensi pertemuan dengan ponakan (khusunya Kak Andien, dan nanti ketambahan adeknya yang bentar lagi lahir) akan semakin sulit. Mungkin saya akan pulang tiap sabtu dan minggu. Sedangkan sabtu-minggu adalah jadwal kunjungan Andien menginap di rumah neneknya :(.
Saya tau, tau sekali, bahwa memutuskan tetap di sini adalah sama dengan memutuskan untuk tetap di zona nyaman. Tapi saya juga tau, saya akan sulit sekali berkembang, dan jadi Rosa yang gini-gini aja kalo terus-terusan memutuskan tetap di zona nyaman ini.
Saya tau di tempat baru nanti, selain mendapatkan ilmu, baru, teman baru, lingkungan baru yang Insya Allah jauh lebih baik, juga telah turut menunggu masalah-masalah baru, konflik baru, dan tantangan-tantangan baru. Inilah hidup. Segala sesuatunya berdampingan, seiring sejalan :)
Maka, saya harus memutuskan. Keputusan yang semoga saya ambil dengan bimbingan dari Allah di dalamnya . Saya harus pergi :')
PS: saya jadi semakin yakin, bahwa Allah sesuai persangkaan hamba-Nya. bahkan sekedar membatin pun nggak luput dari radar-Nya. So, mulai sekarang harus sangat-sangat hati-hati ngomong, baik yg dilisankan, maupun cuma yang di dalam hati :)