Antara Memberi Kebaikan dan Menerima Kebaikan

on
Kamis, 29 September 2016
Pixabay.com

Dulu, saat masih pulang seminggu sekali memakai Bus antar-kota yang kondisi armadanya... yah, begitulah, saya sering sekali menghadapi dilema. Saat saya dengan segenap usaha berhasil mendapatkan tempat duduk, lalu tiba-tiba mata saya melihat wanita tua atau wanita yang membawa anak ada di tengah penumpang yang berdesakan berdiri tak mendapatkan tempat duduk. Hati saya pasti perang. Satu sisi, pastilah saya pengen berdiri, lalu memberikan tempat duduk saya untuk beliaunya. Di sisi lain, saya pengen tetep duduk. Jarak Semarang-Jepara itu sekitar dua jam perjalanan. Berdiri di tengah kondisi penuh sesak (ada yang pernah tau penuh sesaknya bus Semarang-Jepara kayak apa?) dan fisik yang lelah setelah bekerja, bukan hal enteng buat saya. Belum lagi bawaan saya tiap pulang kampung pasti selalu banyak (bawa baju kotor sih =P).

Oke, bilang semua itu alibi. Bisa jadi memang iya. Dan alibi-alibi itu sering bikin saya berhasil membungkam sisi hati saya yang berteriak menyuruh saya berdiri dan memberikan tempat duduk. Iya, saya pernah se-kikir dan se-tak berbudi pekerti itu :) *senyum miris sama diri sendiri*. Meski pernah juga sih akhirnya memberikan tempat duduk. Tapi jarang. 1:10 mungkin.Parahnya, sudah gak ngasih tempat duduk, saya masih pula sibuk merutuki para laki-laki gagah yang tetep duduk santai seperti tanpa beban dan dosa. Hati saya menuntut, kenapa gak mereka aja -- yang pasti fisiknya jauh lebih kuat dan hei, mereka LELAKI gitu loh. Kenapa harus saya yang juga wanita dan fisiknya jauh lebih lemah. Ah, saya ini... sudah kikir, cerewet pula menuntut orang lain. Hahaha.

Sudah berbulan-bulan saya gak pernah naik bus itu lagi. Tapi bukannya gak pernah lagi naik bus. Sekarang saya malah naik bus tiap hari, berangkat dan pulang kerja. Bedanya, bus yang saya naiki sekarang kondisi armadanya jauuuhhh lebih baik. Bus Semarang-Solo, ada yang tau? Nah, saya naik itu. Saya lebih sering dapet tempat duduk, Alhamdulillah. Yang naik kebanyakan para pekerja muda yang badannya masih pada kelihatan bugar-bugar, jadi jarang banget lah terjadi perang batin macam di atas.

Lalu tadi pagi, qodarullah saya gak dapet tempat duduk. FYI, semenjak hamil hampir tiap pagi kepala saya pusing, termasuk tadi pagi. Belum lagi perut yang agak nyeri gara-gara harus lari-lari kecil untuk mengejar busa yang akhirnya saya naiki tersebut. Saat saya mengelus-elus perut saya yang terasa agak nyeri itu, sempat terlintas harapan akan ada seorang penumpang laki-laki yang memberikan tempat duduknya untuk saya (sembari melirik barisan para laki-laki yang sepertinya gak satupun melihat saya). Tapi harapan itu segera saya tepis. Saya ingat perang batin saya dulu. Saya tau perkara 'memberikan tempat duduk' itu juga perkara yang membutuhkan berbagai pertimbangan. Saya berusaha tau diri dengan gak berharap, seperti saya dulu yang sering enggan memberikan tempat duduk saya. Belum lama berselang, seorang wanita setengah baya menepuk saya, "lagi hamil, ya?". Saya mengangguk. "Sini duduk sini," ucapnya lagi. Saya sungkan, berusaha menolak. Saya tib-atiba malu pada diri sendiri. Tapi si wanita setengah baya itu meyakinkan, "Sin duduk, gak papa". Akhirnya, saya duduk juga. *gak jadi punya malu* =D

Sembari duduk saya melamun. Mengingat momen perang batin saya di bus Semarang-Jepara dulu. Lalu saya berjanji dalam hati, saya akan lebih ringan hati memberikan tempat duduk pada orang lain yang terlihat lebih membutuhkan. Semoga saya selalu ingat janji saya itu. Lalu saya juga belajar. Tentang antara memberi kebaikan dan menerima kebaikan. Kita tau tangan di atas jauh lebih baik dibandingkan tangan di bawah. Tapi tanpa sadar kita lebih sering suka ada di posisi tangan di bawah. Minta ditraktir teman, misalnya. Itu apa kalau bukan ingin berada di posisi tangan di bawah?

Ya, itulah kita. Saat ada peluang memberi kebaikan untuk orang lain, kita sering tiba-tiba jadi kebanjiran berbagai alasan untuk mengurungkannya, dan merasa ada banyak orang lain yang harusnya jauh lebih pantas melakukannya dibandingkan kita. Sedangkan saat ada di posisi butuh kebaikan orang lain, kita berharap orang lain akan ringan hati memberikan kebaikannya untuk kita. Iya gak sih? Kita? Atau jangan-jangan cuma saya? =((


7 komentar on "Antara Memberi Kebaikan dan Menerima Kebaikan"
  1. memberi lebih oke, karena tangan diatas lbh baik dr tangan dibawah, bener gitu kan mbak rosa??

    BalasHapus
  2. Kalau saya lebih jauh lagi, purwokerto semarang. Naik bus ekonomi, kebayangkan penuhnya kaya apa. Sering juga akhirnya berdiri berjam-jam karena alasan tertentu. Jangan sungkan wanita hamil, orang tua adalah yang utama. Lupakan yang dulu-dulu, hari esok masih ada untuk mengganti kelalaian kita. Ok

    BalasHapus
  3. mangat ya chaaa smg sehat terus ibu dan anaknya :D

    BalasHapus
  4. banyak kok yang seperti mbak, rasanya kalau sdh nyaman duduk mana mau mikirin orang lain

    BalasHapus
  5. kadang peluang kebaikan ditepis karena kurang peka, ca. tapi makin hari kalau dbiasakan untuk memberi nanti jadi terbiasa, dan nggak ada rasa berat lagi seperti waktu pertama kali ngasih.

    BalasHapus
  6. Apalagi kalau di KRL...pada pura pura tidur

    BalasHapus
  7. Memiliki hati yang ringan dalam kebaikan, harus dibiasakan seperti yang saya upayakan :D

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)

Signature

Signature