(Bukan) Review Film Ketika Mas Gagah Pergi

on
Jumat, 05 Februari 2016
Udah agak basi, sih, ya sebenarnya kalau baru sekarang nulis soal Ketika Mas Gagah Pergi. Sementara filmnya aja udah gulung layar. *bener gak sih istilahnya? :D*

Meskipun basi, gapapa deh. Yang penting apa yang berkecamuk di otak saya tersampaikan *halah*. Pelajaran moralnya, saya harusnya gak boleh angot-angotan nulis dan ngeblognya. Biar gak kelewat moment kayak gini. Xixixi.

Saya sebenarnya kurang suka nonton film. Mending baca novel ke mana-mana. Soalnya, kalau nonton film, apalagi di bioskop yang kursinya senyaman itu, duh... Yang ada langsung ngantuk beraaatttt :I

Tapi entah kenapa saat Ketika Mas Gagah Pergi mulai tayang di bioskop, hati saya tergelitik untuk menonton. Salah satu faktor terbesar ketertarikan saya mungkin karna penasaran dan ingat, bahwa beberapa tahun belakangan seingat saya sempat gencar tentang patungan untuk membuat film Ketika Mas Gagah pergi ini.

Saya gak akan bercerita tentang rangkaian cerita film ini, sih. Hehe. Saya hanya akan menuliskan beberapa point yang menurut saya merupakan 'pesan' buat kita -- para penonton filmnya.

1. Jangan takut berhijrah

Berhijrah, atau berpindah -- dari keburukan menuju kebaikan, pasti berat. Pasti akan ada rintangannya. Tapi apakah lantaran berat, kita jadi enggan untuk berhijrah? Mau sampai kapan kita memilih untuk tetap diam di tempat, sementara kita tau bahwa tempat itu buruk.

Mas Gagah mencontohkan itu. Saat ia memilih hijrah dari kehidupan hedon khas model, gaul, dll... Tiba-tiba berbalik 180° setelah bertemu seorang Kyai yang ia kagumi. Tantangan terberat Mas Gagah adalah ketika adiknya -- Gita -- justru tak menyukai apapun perubahannya, dan malah jadi memusuhinya.

2. Sampaikanlah walaupun satu ayat

Pasti sudah familiar, ya, dengan hadist tersebut. Yup, jika kita tau tentang sebuah ilmu atau suatu kebaikan, jangan segan untuk menyampaikannya (dan mengamalkannya tentu saja).

Salut sekali dengan Yudi (kalo gak salah) yang tak segan berdakwah dari bus ke bus -- seperti pengamen -- hanya saja ia bukan bernyanyi, melainkan berdakwah.

3. Lihat sikon

Yupp... Menyampaikan sebuah kebaikan menurut saya tetap harus lihat sikon. Yah, gimana ya... Kalau terus-terusan berdakwah di bus kota gitu, teriak-teriak di tengah sesaknya bus, panasnya cuaca, dll... Apa iya pesan kebaikannya sampai dengan efektif? Bukannya menyerap pesan yang disampaikan, para penumpang malah pada sibuk mengira itu cara mengamen versi terbaru. Hehe.

Mas Gagah juga gitu. Udah tau adiknya masih antipati. Harusnya menyampaikan dan memahamkannya pelan-pelan. Bukan dengan 'diserang' oake nasehat terus-menerus. Ya makin bete dong.

4. Menghargai

Saya suka dengan nasehat Mas Gagah pada sahabatnya Gita (lupa namanya). Mas Gagah mengatakan, 'jika ada kebaikan yang mungkin belum kamu pahami, paling tidak kamu bisa belajar menghargainya' -- kurang lebih.

Naahhh... Jadi, jangan diduluin nyinyirnya :p

5. Islam itu Rahmatan lil 'a lamin

Yupp... Islam itu Rahmat bagi semesta alam. Bukan hanya untuk yang sesama muslim saja. Rasulullah sudah banyak sekali mencontohkan, kan, bahwa dalam konteks muamalah kita tetap harus bersikap baik pada sesama meskipun berbeda aqidah.

Yudi lagi-lagi mencontohkan. Saat terjadi kebakaran, ia sama sekali tak segan menolong seorang warga nasrani. Bahkan ia bergegas mengabari suami dari ibu yang rumahnya terbakar, yang saat itu tengah berada di gereja.

6. Yang kamu anggap buruk, bisa jadi baik bagimu

Hihi, si Gita itu uring-uringannya pol-polan sama si Yudi. Dia illfeel sama 'pendakwah bus' ini. Gak penting banget, menurut dia. Apalagi Yudi mengingatkan dia pada Mas Gagah-nya yang sekarang mirip banget seperti itu. Dakwah melulu :D

Tapi suatu hari, Gita hampir dicopet. Dan Yudi menolongnya. Jelas saja si Gita malu, orang yang selama ini amat ia benci ternyata menjadi penolongnya.

Alhamdulillah, meskipun sambil ngantuk-ngantuk nontonnya, saya masih bisa menangkap enam point di atas. Itu pesan yang ada dalam film Ketika Mas Gagah Pergi versi saya sendiri sih. Bisa jadi pesan yang ditangkap sama orang lain berbeda dengan yang saya tangkap.

Buat yang sudah nonton Ketika Mas Gagah Pergi, apa pesan kebaikan versu kamu?
4 komentar on "(Bukan) Review Film Ketika Mas Gagah Pergi"
  1. di bioskopnya bentar banget kayaknya ini, sayang sih ya

    BalasHapus
  2. Aku belum nongtooon, hehe cuma dpt cerita dari adek ajaa. Ya bener klo menyampaikan kebaikan hrs full packagingnya bagus yah hehe, kdg ada yg marah2 juga, lihat sikon noted

    BalasHapus
  3. Memang baca itu lebih menyenangkan,bisa berimaji sesuka kita. apalagi untuk novel2 yang kita sudah terlanjur ngayalin tokohnya hehe. Kalau lihat versi filmnya kuatir kecewa nggak sesuai imajinasi kita :) Salam buat mas Gagah ya :D

    BalasHapus
  4. Saya belum nonton dan belum baca ceritanya, kemarin ada kesempatan untuk nobar di Malang tapi sayangnya saya sakit... pingin nonton :(
    Eh, mbak bener nggak sih ada KMGP 2?

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)

Signature

Signature