Berkarya di Tengah Keterbatasan

on
Selasa, 26 Juli 2016
Jaman kuliah dulu, saya pernah minder sekali. Hampir semua teman-teman saya menenteng laptop saat kuliah. Hotspot-an di jam-jam jeda antar-mata kuliah, gak perlu lagi ke warnet atau rental komputer untuk mengerjakan berbagai proposal. Sementara saya? Jangankan laptop, komputerpun saya gak punya. Saya masih mengandalkan warnet dan rental sebagai andalan.

Saat menginjak semester lima, saya sudah mulai bersiap mengerjakan proposal skripsi. Keinginan  untuk bisa punya laptop semakin menjadi-jadi. Tapi apalah daya, saya cuma bisa nangis. Nangis, karna mau minta ke orang tua gak bakal tega, karna saya tau mereka bukan gak mau, tapi gak mampu. Mau nabung biar bisa beli sendiri juga lebih gak mungkin, karna uang saku saya untuk makan dan operasional sehari-hari saja mepeeeettttt banget. Dan yang lebih disayangkan, saya belum punya kemampuan untuk menghasilkan uang sendiri saat itu. Kenapa gak dari dulu ya saya kenal job review =D

Sejak belum punya laptop, saya sudah suka menulis. Meski baru menulis yang pendek-pendek. Sudah mulai belajar menulis FF untuk event yang digawangi oleh Mbak Leyla Imtichanah dan ternyata turut dibukukan dalam sebuah buku antologi, juga mulai getol belajar menulis cerpen untuk event-event antologi kroyokan yang saat itu hits sekali di dunia perfesbukan. Biasanya, saya menulis draft-nya dulu di kertas, lalu mengetiknya saat sedang ada jadwal ke warnet. Atau sesekali saya meminjam laptop milik teman. Dalam hati saya berjanji, jika kelak akhirnya saya punya laptop, saya janji akan lebih rajin menulis dan menghasilkan lebih banyak karya.

Sampai akhirnya -- menjelang saya skripsi, kakak laki-laki saya berbaik hati membelikan saya laptop sekadarnya dari sisa gajinya. Kenapa saya sebut sekadarnya? Karna laptop yang ia belikan adalah laptop milik temannya, yang sudah mengalami beberapa gangguan dan akhirnya dijual dengan harga rendah. Tapi tak masalah, saya amat bahagia saat itu. Meski tidak saya pungkiri, saat mengerjakan skripsi dengan lptop tersebut kesabaran saya benar-benar diuji. Laptopnya sering sekali ngadat, error, hang, dll. Kenangan lucunya, pada suatu malam - ditengah-tengah mengerjakan skripsi dan laptop yang kembali ngadat - saya menangis sambil berdoa dan membelai-belai laptop tersebut. "Ya Allah, semoga laptop ini bisa sehat sampai skripsi saya selesai...", dan percaya gak percaya, hingga skripsi selesai laptopnya tiba-tiba jadi sehat. Dan setelah skripsinya selesai dia kembali ngadat. Haha, tampaknya saya salah doa, ya =D

Sayangnya, meskipun sudah punya laptop, tampaknya saya mengingkari janji yang saya buat pada diri sendiri. Dulu saya berjanji akan lebih banyak berkarya, nyatanya sama sekali tidak. Saya masih belajar nulis, tapi tetap seadanya -- tidak lebih keras, masih biasa saja. Alibi saya banyaaakkk. Laptop yang sering bikin jengkel lah, gak ada waktu karna sudah mulai kerja lah, dll.

Hingga akhirnya, awal tahun baru 3 tahun yang lalu (kalau gak salah), saya bertemu seseorang yang memberikan contoh langsung tentang berkarya di tengah keterbatasan itu sesuatu yang sangat mungkin. Buku tentang berkarya di tengah keterbatasan sepertinya sudah banyak, tapi bertemu pelakunya langsung saya jarang (atau malah belum pernah?). Dan pertemuan dengan orang dengan sikap tersebut bagi saya benar-benar tamparan sekaligus nikmat. Tamparan dan nikmat yang membuat saya malu pada diri saya sendiri.

Nah, siapakah dia?

Dia adalah Jiah Al Jafara, seorang blogger muda dari kota Jepara. Pertama kali bertemu dia, saya bahkan belum sedikitpun tau dia siapa. Alamat blognya pun saya belum tau. Saat itu kami kopdar berempat, saya-Mbak Esti-Mbak Susi-Jiah, dan baru Mbak Esti-lah yang saya kenal. Saat itu saya memang masih awal sekali menekuni dunia bloging. Saya masih menjadikan blog murni sebagai sarana curhat semata, dan belum bergabung dengan satupun komunitas Blogger. Jadi, dari manalah saya tau siapa itu Jiah =D

Baca cerita kopdar pertama saya dengan jiah di SINI.

ini foto kopdar pertama kami :)
Jujur saja, pertama kali bertemu Jiah, saya sama sekali gak nyangka Jiah adalah blogger yang udah sekeren itu -- identitasnya sebagai blogger sudah diakui banyak orang. Ya gimana enggak, dia saat itu usai memenangkan sebuah lomba blog yang hadiahnya liburan ke Bali. Wow! Sesuatu yang belum terbayang sedikitpun di benak saya akan bisa didapatkan dari dunia bloging. Padahal, jujur saja saya sempat menganggap remeh Jiah saat itu. Saat itu Jiah berpenampilan sederhana sekali, benar-benar khas anak kampung (cocok dengan tagline blognya yang berbunyi 'The Power of Anak Kampung'), sama seperti saya. Bedanya, saya anak kampung yang pernah sok-sokan ingin terlihat 'kota', dan akhirnya gagal. Haha. Tetap menjadi anak kampung ternyata nikmat =)) Melihat blognya pertama kali pun saya sempat mencibir. Tampilannya apa adanya sekali, belum lagi pilihan warnanya yang saya gak suka (Inget warna blogmu yang hitam-hijau itu, Ji? =D) *sungkem sama Jiah*. Tapi begitu melihat deretan komentar di setiap tulisannya, wuiiihh, minder seketika! Pembaca blognya Jiah sudah banyak sekali. Sedangkan blog saya saat itu pembacanya masih saya sendiri. Hahaha.

Lalu, apa hubungannya sosok Jiah dengan tema 'berkarya di tengah keterbatasan'? Karna Jiah adalah seorang blogger tanpa modal laptop atau komputer. Ia berkarya dengan fasilitas sangat seadanya. Saat saya tanya tentang bagaimana ia mengikuti lomba blog yang hadiahnya liburan ke Bali itu, dia bilang sering ngedraftnya lewat HP. HP-nya pun saat itu seingat saya bukanlah HP mahal dengan fasilitas mumpuni jika digunakan untuk ngeblog. Tapi lihatlah, postingan di blog Jiah hampir gak pernah macet.

Saya malu. Maluuuu sekaliiii. Saya pernah berikrar untuk lebih banyak berkarya saat sudah punya laptop. Nyatanya? Nol besar! Setahun terakhir ini bisa dibilang saya sudah gak punya laptop lagi. Sudah rusak. Dan ternyata, saya justru bisa berkarya sedikit lebih baik. Setidaknya blog ini sudah mulai ada yang baca.

Kesimpulannya, berkarya itu gak perlu menunggu punya fasilitas lengkap dan memadai. Karna sudah banyak orang membuktikan, di tengah segala keterbatasan, orang justru akan punya kemampuan berkali-lipat untuk melawan keterbatasan tersebut. Yang terpenting cuma satu: kemauan. Jiah salah satu yang sudah membuktikan.
8 komentar on "Berkarya di Tengah Keterbatasan "
  1. Bersusah2 dahulu jadi blogger beken kemudian ya. Keren jiiah :)

    BalasHapus
  2. Ooo jd kamj nggak suka template goticku yg kece badai itu? Aku udah move on lho

    Sini laptopnya kalo nggak kepake, hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa, aku ga sukaaa... makanya dulu ngojok2i suruh ganti terus.. haha
      kalo yg sekarang sukaaakkkk :*

      Hapus
  3. jiah sering menang lomba emang tuh :D

    BalasHapus
  4. Wih kereeeen. Da aku mah apa-apa mesti alesan *cry*

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)

Signature

Signature