Warna-Warni Riwayat Seorang Ibu

on
Rabu, 15 Agustus 2018

Semenjak jadi ibu baru, saya secara gak sadar jadi sering mengamati riwayat para ibu senior. 

Mencermati kisah dan kehidupan para ibu yang anak-anaknya sudah tumbuh dewasa. Sudah makan asam-garam menjalani peran sebagai ibu. Karna, kadang capek juga ya kalo baca sharingnya ibu muda terus di media sosial. Yang mana rata-rata masih serba idealis, masih penuh semangat berapi-api, tapi di atas segalanya masih sama-sama minim soal tempaan dunia nyata.

Dari kisah-kisah ibu yang saya ketahui, ada beberapa yang  sangat membekas di benak saya, dan sempat bikin saya termenung lama.

Pertama. Sebut saja Ibu A. Ibu A adalah seorang istri yang memutuskan pergi meninggalkan suaminya seorang diri, saat usianya sudah memasuki senja. Hingga suatu hari suaminya ditemukan telah meninggal di dalam rumah, tanpa ada seorangpun yang tau.

Sebelum tau kisahnya, saya salah satu orang yang merutuki keputusan ibu A. Ternyata, suami ibu A adalah sosok lelaki bak monster di mata keluarganya. Pada istri maupun anak-anaknya, ia gemar sekali menyiksa. Siksaan melalui kata-kata, sekaligus fisik.

Tapi saya juga heran. Kenapa harus menunggu sekian puluh tahun untuk mengambil keputusan meninggalkan? Nunggu anak-anak besar dan selesai sekolahnya -- karna ia tak bekerja barangkali? Entahlah. Bisa jadi. Mungkin ini alasan banyak tulisan menasehatkan bahwa kita perempuan tetap harus punya kemandirian finansial.

Kedua. Ibu B. Ia seorang ibu rumah tangga biasa. Punya penghasilan, meski tidak banyak melalui keterampilan yang dimilikinya. Bertahun-tahun berumahtangga, entah sebesar apa luka yang ada di hatinya.

Suaminya berkali-kali menikah lagi dengan perempuan lain. Ya, berkali-kali. Menikah, cerai, lalu menikah lagi dengan perempuan yang lain lagi. Jangan ditanya seperti apa sakitnya. Tapi ibu B memilih menerima semua rasa sakit itu. Hingga anak-anaknya dewasa dan mampu menjadi dermaga nyaman untuk menyandarkan segala rasa sakit itu. Dan hingga suaminya akhirnya menyadari, bahwa pada akhirnya tetap Ibu B-lah tempatnya pulang.

Ketiga. Ibu C. Ia seorang PNS. Jauh lebih mapan jika dibanding dengan suaminya dari segi pendapatan. Tapi apa itu cukup membuat suaminya tak ke lain hati? Sayangnya tidak.

Tidak jauh beda dengan ibu B, suami ibu C menikah lagi dengan lelaki lain. Bahkan ibu C baru tau tentang ini, setelah entah berapa lama pernikahan diam-diam itu berlangsung. Herannya, ibu C tetap memilih mempertahankan rumah tangganya.

Padahal kalau dipikir-pikir, pisah dengan suaminya pun ibu C ini gak akan ada kekhawatiran soal materi. Ia punya kemandirian finansial yang mumpuni. Hingga lagi-lagi, akhirnya suaminya mampu membuka mata, bahwa akhirnya tetap saja pada ibu C ia kembali bermuara. *Hmm, cuma nulis saja saya sambil nahan gemas pengen jitak* 😂

Dan... ah iya, FYI, 3 anak ibu C adalah anak-anak dengan otak brilian dan rajin ibadah. Catat ya. Ini anak dari seorang ibu bekerja, dan dari keluarga yang gak bisa dibilang harmonis.

Masih banyak kisah-kisah seperti itu di sekitar saya. Harus saya akui, lingkungan saya dekat dengan pernikahan-pernikahan yang tidak berjalan dengan baik-baik saja. Semoga saya belajar banyak dari kisah-kisah di atas.

Dari sekian banyak kisah seperti di atas, ada benang merah yang saya ambil. Bahwa bagi sebagian besar ibu, anak benar-benar menjadi sumber kekuatan yang kadang gak masuk akal. Demi anak, apapun dilakukan. Ternyata kalimat itu bukan sekedar bualan.

Kisah-kisah di atas selalu sukses membuat jengkel saya pada suami yang disebabkan hal-hal remeh hilang.

Silahkan mengambil hikmah menurut kalian masing-masing dari kisah di atas. dan jika berkenan, bagikan hikmah tersebut di kolom komentar 😊
 


Be First to Post Comment !
Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)

Signature

Signature