Penghujung Kisah Strata Satu-ku (3)

on
Senin, 05 Maret 2012
Bismillahirrahmannirrahiim…
Bercerita tentang penghujung kisah strata satu – ku, tentu saja ada satu hal yang tak boleh terlewatkan untuk turut di bagi. Berharap member manfaat dan pencerahan, entah sekecil apapun itu.
Hari itu, siang menjelang sore tanggal 02 februari 2012, aku dan teman – temanku dating ke kampus. Salah satu dosen, yang kebetulan juga pembimbing skripsiku, Bapak DR. Kiryanto, SE, Msi, Akt berbaik hati bersedia meluangkan waktunya untuk memberi tambahan ‘refresh’ untuk kami menjelang ujian pendadaran, atau biasanya di kenal dengan istilah ujian kompre.
Saat usai membahas beberapa soal yang kami belum paham tentang mata kuliah akuntansi biaya, beliau bertanya, “Sudah tahu siapa besok pembimbingnya?.” Kami spontan menjawab belum, karna memang nama penguji sebenarnya baru akan di umumkan sore hari. Dengan irama jantung yang mulai tak tentu, aku meminta ‘bocoran’ pada beliau yang sudah memegang jadwal untuk pendadaran esok hari.
Kembali beliau berbaik hati, dan menuruti permintaanku. Nama yang beliau sebut pertama adalah namaku. Dan seketika itu, tubuhku menggigil, ketika beliau membacakan 2 dari 3 nama dosen yang tak pernah aku bayangkan dan menjadi momok menakutkan bagi banyak orang justru disebutkan sebagai dosen pengujiku esok. Seketika aku menangis, sesak dicengkeram rasa takut yang teramat. Bayangan – bayangan tentang kemungkinan terburuk berkelebat amat menakutkan. Harus bagaimana aku ceritakan pada keluarga jika kemungkinan itu terjadi?!
Aku pun mencoba mencari dukungan semangat. Selain dari sahabat – sahabatku tercinta yang saat itu ada bersamaku, aku juga mengirim sms kepada kakak – kakakku.
“Mbak, nyaliku ciut banget, aku takut…” itu salah satu sms – ku pada kakak perempuanku.
Tak berapa lama, balasan datang. “jangan ciut!! Kamu lupa kamu punya Allah? Kamu lupa Allah itu Maha? Minta pertolongan sama Allah dari hati terdalam, lalu yakin bahwa semua yang terjadi itu yang terbaik!”
Subhanallah walhamdulillah… aku amat bersyukur cahaya hidayah itu segera menyentuh qolbuku. Sms itu amat menyentakku. Aku tersedu, bukan lagi karna takut, tapi karna aku mulai menyadari sesuatu. Tentang imanku yang ternyata masih teramat rapuh, tentang tawakkalku yang ternyata tak lebih dari setebal kulit bawang, tentang aqidahku yang masih teramat mudah goyah. Astaghfirullah…
Kesadaran serta pemahaman itu kemudian datang bertubi – tubi, menghujam dalam hati. Aku lalu mulai meraba, bahwa mungkin saja Allah hendak menguji imanku atas keputusan tentang 3 pengujiku esok hari. Da ternyata, tanpa sadar aku sempat lupa tentang ke – MAHA-anNYA. Betapa aku juga sempat lupa bahwa lulus atau tidaknya aku, sama sekali bukan berasal dari dosen – dosen penguji itu, melainkan dari – NYA. Betapa aku juga sempat bertanya, “Rabb, bukankah aku meminta agar mendapat penguji yang baik hatinya?!.” Betapa di hatiku juga sempat tersemai rasa iri pada teman – teman yang mendapat dosen penguji yang komposisinya jauh lebih menentramkan hati. Ah, ampuni hamba Rabb
Aku lalu merekonstruksi hati dan pikiranku. Mengokohkan keyakinan bahwa kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi. Bahwa hati para dosen penguji ada dalam genggam kekuasaan – Nya yang Maha memiliki kasih tak bertepi.
“Menegakkan langit tanpa satu – pun tiang pun mudah bagi Allah, apalagi sekedar membuatku lulus meski di uji dosen paling di takuti?!” ucapku dalam hati, tak henti – henti.
Rabb… Engkau tahu aku lemah. Engkau tahu aku tak mampu jika tanpa pertolonganMU. Engkau tahu aku tak bisa jika tanpa belas kasihMU… bantu aku Rabb, bantu aku…” itu sepenggal rintihan yang terus aku lirihkan sepanjang malam.
Subhanallah walhamdulillah… betapa Maha Rahman – RahimNYA memang seluas langit dan bumi. Untuk aku, hamba yang masih teramat sering melalaikanNYA saja Allah tak henti – hentinya mencurahkan rahmat – NYA. Dan benarlah, bahwa Allah tak pernah sekalipun ingkar atas semua janjiNYA. Bahwa IA, akan mengabulkan setiap pinta dari hamba – hambaNYA yang mau meminta. Subhanallah walhamdulillah…
Maka, jika hari ini aku sampai pada titik ini, dan mampu menyelesaikan 3,5 tahun dengan baik, dengan segala kurang lebihnya, aku tahu bahwa itu semua adalah berkat pertolongan Allah. Laa hawla walaa kuwwata illa billah…
*Beri aku kemampuan untuk terus mengeja hikmah – hikmahMU yang terserak, dan mampu mensyukuri tiap jenak nikmat yang tak terhitung dariMU Rabb…*

Semoga bermanfaat,
Di tengah dingin dan syahdunya udara pagi,
Pancur, 04 Februari 2012

2 komentar on "Penghujung Kisah Strata Satu-ku (3)"
  1. bagi robb gk ad yang susah .. maksih ya aku suka postingannya nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. @insanyz... betul sekali :)
      sama2 yaa... alhamdulillah,semoga bermanfaat...

      Hapus

Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)

Signature

Signature