Musim Nikah Telah Tiba!

on
Kamis, 17 September 2015

Musim kawin, eh.. nikah telah tibaaa... yeaayyy!!! Yah, meskipun saya masih belom beruntung sih di musim nikah tahun ini. Haha. Gakpapa, kata Nenek semua indah pada waktunya. *neneknya siapa coba?! =D*

Sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama orang Jawa, pasti tahu ya kalau ada bulan-bulan tertentu yang jadi bulan favorit untuk menyelenggarakan acara istimewa -- terutama pernikahan. Salah satunya bulan Dzulhijjah (Kalau orang-orang daerah saya sering menyebutnya Bulan Besar) ini. Saya gak mau bahas soal benar-salahnya mainset itu sih. Beraaattt, gak punya ilmunya pula. Hehe.

Saya mau bahas soal dua kubu yang punya 'perasaan' berseberangan dalam menyambut musim nikah. Hihi. Hidup memang selalu seperti ini, ya. Ada hitam ada putih. Ada Senang ada sedih. Termasuk soal musim nikah ini. Ada orang-orang yang menyambutnya dengan amat sukacita. Tapi ada juga yang menyambut dengan bermuram durja. Siapakah mereka?

Kalau yang menyambut dengan sukacita, tentu saja yang utama adalah mereka yang akan menikah di musim kali ini. Setelah penantian dan pencarian sekian lama, akhirnya semuanya akan berlabuh di dermaga cinta sebentar lagi #cieh. Gimana, ya, rasanya? Betapa bahagianya... Duh, kok saya jadi pengen :P Tapi sukacitanya mereka konon tetep campur stress. Stress menyiapkan segala sesuatunya. Dari mental, sampai berbagai detail yang berkaitan dengan acara, seperti sebarin undangan, menyiapkan kebaya untuk akad nikah dan resepsi, memastikan hidangan saat acara, dan lain lain.

Nah nah, yang gak kalah seneng setiap musim nikah tiba adalah kakak perempuan saya. Kok bisa? Ya bisa! Secaraaa, beliaunya adalah seorang perias pengantin. Beberapa minggu terakhir ini adaaa aja yang datang ke rumah untuk fitting kebaya pengantin. Yup, jadi bagi kakak perempuan saya ini, musim nikah = musim panen rizki bagi dia. Saya pasti kecipratan sih, minimal semangkuk bakso lah. Hehe.

Lalu siapakah orang yang menyambut musim nikah ini dengan bermuramdurja? Tentu saja kami para Jomblowan-Jomblowati =D Bagi mereka, musim nikah adalah saat dimana mereka harus pandai-pandai meredam perasaan galau. Galau karna sudah ingin menikmati musim nikah dengan sukacita pula sementara calon belum ada. Galau tersebut akan semakin menjadi-jadi manakala mereka harus selalu dihantui pertanyaan 'KAPAN' saat menghadiri undangan dari teman yang menikah. Tapi selain itu, yang gak kalah bikin galau adalah: budget untuk amplop yang membengkak drastis. Haha. Iya gak, iya gak? Kalo soal ini kayaknya bukan cuma para jomblo sih yang merasakan, para ibu rumah tangga juga =P

Alhamdulillahnya, musim nikah kali ini saya (baru) dapet undangan cuma satu. Jadi dompet masih lumayan aman sentosa. Haha. Saya harus seneng apa sedih, ya? Dapet undangan cuma satu karna gak punya banyak teman, atau punya banyak teman tapi udah pada nikah? Entahlah =D *pukpuk diri sendiri*

Kalau kamu, dapet berapa undangan bulan ini? =P

Bagaimana Rasanya Hidup Tanpa Gadget?

on
Selasa, 15 September 2015
Bagaimana rasanya hidup tanpa gadget? Kalau pertanyaan tersebut dilempar pada kita beberapa tahun yang lalu mungkin jawabannya akan sangat mudah, ya. Gak masalah! Tapi bagaimana dengan hari ini? Hari di mana hampir sebagian hidup kita, kita gantungkan pada gadget. Apalagi buat orang-orang yang punya 'kehidupan' di dunia maya. Emm, maksudnya... bersentuhan dengan dunia maya bukan sekedar buat update status di facebook doang gitu. Mudeng, kan? =D

Hari ini, rasanya sudah bukan hal langka kalau ada orang-orang yang bangun tidur pertama yang di cek gadget, bahkan sampai beranjak tidur pun gadget gak lepas. Siapa hayooo??? *ngacungin tangan tinggi-tinggi* =D

Lalu gimana jika tiba-tiba kita harus hidup tanpa gadget? Duh duh duh... resah dan gelisah lah yaaa pastinya. Yup, dan saat ini saya sedang mengalaminya. Tentu saja karna bukan karna sengaja. Saya dipaksa keadaan, cyiinn T.T =D Barang kesayangan saya itu rusak beberapa hari lalu. Dan membuat keinginan saya yang belum juga mampu saya wujudkan akhirnya terwujud juga: puasa gadget =D Emang sih ya, omongan tuh doa :P

Ini sudah jalan hampir 3 hari. Alhamdulillah saya masih kuat =D Tapi ya ituuu, gak mau muna kadang resah. Apalagi kalau lagi mau janjian sama teman, duh bingung banget. Gak cuma saya, tapi juga teman saya. Tapi lumayan menyenangkan juga lho bisa tahu bahwa masih ada orang-orang yang juga resah mencari kita saat kita 'menghilang' sejenak =D

Meskipun sedih gadget saya yang murah meriah dan sudah menemani saya dua tahun itu rusak. Tapi selalu ada hikmah di balik setiap musibah, kan? :) Ternyata adakalanya kita harus mengambil jeda. Dari segala sesuatu. Ada saatnya kita membuat jarak dari sesuatu yang selama ini hampir gak bisa kita lepaskan. Termasuk gadget. Benda kecil itu terlalu ajaib untuk bisa membuat hidup kita menjadi amat berwarna. Gak cuma warna-warna indah nan cerah, tapi juga warna kelam. Iya, kan? Kita mendadak jadi bisa tahu hampir segala sesuatu -- tentang berbagai pencapaian orang-orang di luar sana, tentang kesedihan mereka, kebencian, kebahagiaan, dll. Dan itu -- diakui atau tidak -- terkadang membuat hidup kita bak kompetisi yang seperti gak ada habisnya. Iya gak, sih?

Dua hari tanpa gadget hidup saya damai. Saya hanya menjalani dan menikmati apa yang ada di hidup saya sendiri. Saya gak harus turut 'terkontaminasi' berbagai perasaan orang di luar sana -- yang kadang amat melelahkan :) Allah tahu saya harus mengambil jeda. Tapi akan bertahan berapa lama? Yah, namanya jeda ya gak perlu lama-lama lah. Ahahaha.

Jadi gimana, apakah kamu tertarik untuk mengambil jeda dengan gadgetmu? :P

Cara Mendapat Teman Baru di Lingkungan Baru

on
Jumat, 11 September 2015
Pernah dengar peribahasan yang mengatakan "1000 teman terlalu sedikit, 1 musuh terlalu banyak"? Pasti pernah dong, ya :)

Siapa yang gak setuju? Pasti hampir semua orang setuju. Kalau ada yang gak setuju sama peribahasan itu, betapa anehnya orang itu. Hehehe

Siapa sih  orang yang gak ingin punya banyak teman? Pasti semua ingin punya banyak teman, ya. Punya banyak teman itu menyenangkan. Hidup rasanya lebih berwarna, karna dengan berteman banyak orang kita secara otomatis melihat warna dari hidup lebih banyak orang.

Tapi apa semua orang yang ingin punya banyak teman otomatis akan secara mudah gampang mendapatkan teman? Ternyata enggak loh :) Saya contohnya. Beberapa tahun lalu saya selalu iri sama salah satu sahabat saya yang sepertinya mudah sekali akrab dengan banyak orang. Setiap sedang bersama dia saya merasa jadi butiran debu *halah*. Karna dia bisa dengan mudah ngobrol santai dan akrab dengan orang-orang yang kami temui, sementara saya hanya diam jadi pendengar setia. Bete banget kalau ada di situasi seperti itu -_-

Lalu saya belajar dan mengamati. Saya gak mau terus-terusan jadi orang yang lingkungan pertemanannya hanya terbatas itu-itu saja. Kemudia saya berhasil menemukan salah satu kunci tentang cara mendapatkan teman baru -- terutama di lingkungan baru. Apa itu?

Jangan sungkan menyapa lebih dahulu!

Simple ya caranya?! Tapi ternyata juga gak mudah loh kalau gak dibiasakan. Beberapa tahun lalu saya dilabeli oleh teman-teman dekat saya sebagai orang yang paling malas menyapa lebih dulu. Haha. Saya selalu dihantui pikiran, 'gimana kalo nanti saya dicuekin? gimana kalo orangnya jutek? gimana kalo bla bla bla bla bla bla' yang akhirnya bikin saya selalu mengurungkan niat untuk menyapa.

Alhamdulillah perlahan saya sudah mulai bisa menghilangkan pikiran-pikiran negatif itu. Saya mulai punya keberanian untuk menyapa lebih dulu. Seperti saat saya mulai ikut acara kajian buka puasa di Wisata Hati. Saya selalu berusaha menyapa orang yang duduk di kanan-kiri saya, yang alhamdulillah sekarang jadi teman :)

Tapi juga ada yang harus kita perhatikan saat memutuskan untuk menyapa dahulu, yaitu: Hindari pertanyaan-pertanyaan yang membuat gak nyaman apalagi kepo!

Gimana cara mengetahui apakah pertanyaan itu akan membuat orang yang kita tanya nyaman atau sebaliknya? Kalau saya, cara paling simplenya sih dengan menggunakan diri sendiri sebagai tolok ukur.

"Kalau saya ditanya gini sama orang yang baru kenal kira-kira saya akan merasa gimana, ya?" 

Pertanyaan-pertanyaan yang bikin gak nyaman bin kepo itu yang seperti apa sih? Contoh nih contoh:

X: Mbaknya kerja di mana?
Y: di Perusahaan ABC, mbak
X: Oh, di situ. Gajinya berapa, Mbak?
Y: *langsung pengen copot sendal*

Hahahaha!! 

Atau contoh lain, baru kenal beberapa menit tiba-tiba tanya umur dan komentar, "kok belum nikah kenapa, Mbak?" *sueerrrr bukan tjurhat, hihihi*

Yah, kalau baru kenal sih tanyanya yang umum-umum dulu aja. Misalnya, "Dateng ke kajian sama siapa, Mbak? Sudah sering datang ya, Mbak?" dll. Dari pertanyaan-pertanyaan yang ringan itu, kita bisa tahu apakah dia welcome sama kita atau gak. Kalau dia welcome pasti obrolan akan mengalir dengan asyik. Tapi tetep, yaaa.... jangan kepo sama hal-hal sensitif dulu!

Terus satu lagi yang gak kalah penting, untuk bisa diterima dengan senang hati oleh orang lain menurut saya sebaiknya kita memposisikan diri sebagai pendengar dulu -- atau dengan kata lain kita banyak melempar pertanyaan tentang dirinya. Tunjukkan bahwa kita 'tertarik' untuk berteman dengan dia. Bukan malah kita langsung asyik menceritakan diri kita. Yeee, males kali! Haha. Orang kan pada umumnya senang didengarkan, ya :)

Nahh, yang terakhir: Jangan lupa minta kontaknya!

Supaya jalinan pertemanan baru itu gak berakhir sampai acara itu berakhir juga, pastikan kamu udah punya kontaknya sebelum kalian berpisah. Kontak BBM, nomor HP, akun FB, de el el de el el. Sepulangnya dari situ, tinggal follow up, deh. Sapa dia sekali-sekali. Biar pertemanan bisa berlanjut terus :) Pada bagian ini saya juga masih belajar banget nih.

Sekian dulu yaa saran dari saya yang juga masih belajar ini. Semoga bermanfaat :)

#SelfReminder: Ukuran "Sepatu" Kita Beda

on
Rabu, 09 September 2015
"Menyenangkan orang, itu baik. Namun bila kamu menaruh kata ‘semua’ di antara dua kata itu, kamu harus hati-hati, besar kemungkinan akan terjadi dua hal padamu:
Satu, kamu sulit menjadi diri sendiri.
Dua, kamu sulit bahagia."
(Tia Setiawati)

Iya juga sih, ya. Ukuran sepatu masing-masing orang berbeda. Sepatu yang si A pakai, belum tentu nyaman untuk dipakai si B. Bahkan seringkali meski nomornya sama pun tetap terasa tidak pas saat memakai sepatu yang bukan punya kita sendiri. Kalau kita memaksa memakai sepatu orang lain, nggak akan ada manfaat selain ketidaknyamanan.

Begitu juga dengan banyak hal dalam hidup ini. Cara seseorang menghadapi sesuatu akan sangat mungkin berbeda dengan cara kita saat menghadapi hal yang sama. Kita nggak bisa memaksanya untuk memaksa dia memakai cara yang sama dengan yang kita pakai. Nggak akan! Kalau kita nekat memaksanya, nggak akan ada kebaikan selain sakit hati atau perseteruan -- nggak peduli sebaik apapun niatmu. Kalau kamu punya cara yang menurutmu baik untuk menuju ke suatu hal baik, bukan berarti cara orang lain salah hanya tujuannya nggak baik hanya karna dia nggak pakai cara yang sama dengan kamu.

Sayangnya, seringkali kita merasa berhak menjadi 'hakim' untuk oranglain, tapi berubah menjadi 'pengacara' paling hebat untuk diri sendiri. Merasa cara kita baik, lalu menutup mata sambil menuding cara orang lain salah. Saya rasa ini salah satu ujung pangkal dari banyak perseteruan di dunia. Tentang perseteruan ibu-ibu pro sufor dan pro ASI, tentang perseteruan antara working Mom dan Stay At Home Mom dan tentang hal-hal yang lebih kecil yang sering kita jumpai dalam keseharian.

Kepingan Nasehat

on
Selasa, 08 September 2015
"Kalau ingin punya anak-anak yang baik, yang sholih-sholihah, yang bisa jadi investasi akhirat, apa mungkin seorang ibu bisa meraihnya dengan berleha-leha? Tidak mungkin! Imam Syafi'i itu dilahirkan oleh bapak dan ibu yang sudah berjuang untuk menjadi orang baik jauh sebelum mereka menikah. Wanita itu akan jadi seorang ibu, dan seorang ibu merupakan madrasah pertama. Maka seorang wanita harus berjuang untuk menjadi baik. Apa mudah? Tidak! Yang namanya berjuang pasti berat. Tapi tetap harus diperjuangkan. Karna untuk jadi orang baik itu ibarat naik gunung. Berat, penuh rintangan, harus kuat fisik dan mental. Tapi jadi orang buruk ibarat menceburkan diri ke arus.. gampang!"

**Potongan nasehat minggu petang

Berkumpul Dengan Orang Sholih

on
Jumat, 04 September 2015
pinterest

Dulu, salah satu tujuan saya pindah kerja ke Semarang adalah agar saya memiliki jangkauan yang lebih luas untuk menemukan hal-hal yang membuat semakin baik sebagai manusia. Menemukan komunitas-komunitas orang dengan energi positif, punya kesempatan untuk mengikuti berbagai forum keilmuan, dll.

Beberapa bulan di sini, saya sempat agak kecewa. Saya merasa apa yang menjadi tujuan saya di atas ternyata tidak semudah yang saya bayangkan untuk bisa tercapai. Saya tak kunjung menemukan apa yang saya cari. Niat untuk kembali mengikuti mentoring mingguan seperti saat masih berstatus mahasiswa juga ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Kendalanya yang kendala paling 'klise' bagi kebanyakan orang: waktu. Mentoring mingguan ada di jam-jam kerja, karna mentoring tersebut memang sebenarnya untuk mahasiswa, jadi waktunya menyesuaikan dengan jam kuliah mereka.

Sambil meredam kecewa, saya terus berusaha mencari info. Dan, Alhamdulillah... setelah penantian yang begitu panjang #tsaahh saya dipertemukan dengan Wisata Hati. Setelah beberapa minggu lalu berkesempatan mengukti acara Riyadhoh yang juga digawangi oleh Wisata hati, Alhamdulillah Allah ringankan hati dan kaki saya untuk mengikuti program-program dakwah mereka. Salah satu yang sudah 3 kali (semoga istiqomah berlanjut) adalah kajian buka puasa. Kajian ini diselenggarakan setiap hari senin dan kamis. Kajian dimulai sekitar pukul 17.00, lalu jeda saat adzan magrib berkumandang untuk membatalkan puasa. Kami disuguhi takjil berupa minuman (kadang teh hangat, kadang es buah) dan macam-macam kudapan. Setelah menikmati takjil, kami sholat magrib berjamaah, lalu dilanjutkan dzikir dan doa. Nah, yang menarik, para jamaah diperkenankan minta didoakan secara khusus di moment ini. Caranya dengan mengisi form sebelum acara dimulai. Banyak yang meminta untuk didoakan agar dimudahkan kuliahnya, diluaskan rizkinya, diampuni dosa kedua orangtuanya, didekatkan jodohnya, dll. Masya Allah... moment ini bikin mrinding buat saya. Kami para jamaah yang hadir belum semua saling kenal. Tapi Insya Allah kami tulus saling meng-aamiin-kan doa masing-masing. Semoga dengan begitu doa kami lebih dahsyat mengguncang langit. Aamiin. Apa setelah itu acara selesai? Belum :) Setelah doa bersama, kajian dilanjutkan hingga adzan Isya' berkumandang. Dilanjutkan lagi dengan sholat Isya' berjamaah, lalu setelah itu dibagikan nasi box untuk makan bersama (meski ada beberapa yang dibawa pulang). Ah ya, acara ini GRATIS lho, hehe. Tapi ya semoga tidak membuat niat jadi salah arah ya :P

Alhamdulillah saya merasa menemukan apa yang selama ini saya cari. Benar ya, salah satu obat hati adalah berkumpul dengan orang-orang sholih. Kemarin sore hati saya terenyuh sekali. Yang datang ke kajian tersebut cenderung warna-warni. Ada seorang mahasiswa S-2 yang datang ke kajian untuk mengisi waktu luang. Yang bikin kagum, beliaunya ini hampir tiap hari datang ke kajian (di tempat yang berbeda-beda). Alasannya, ya itu tadi... dia gak pengen ada waktu luang yang sia-sia (FYI, mbaknya modis banget nget nget, dan cuantikkkk. Jadi jangan mengira yang 'hobi' datang ke kajian hanya yang jilbabnya luebarrrr aja ya :P). Banyak pula diantara para jamaah yang datang karna tengah ada masalah. Satu yang sama: mereka tengah mengayunkan kaki untuk bersama-sama 'mencari' Allah. Ohya, yang warna-warni gak cuma 'motif' para jamaah untuk datang ke kajian lho. Dari segi penampilan juga cenderung warna-warni. Ada yang berjilbab luebaarrr, ada pula yang super modis. hehe

Konon, harimau akan menerkam kijang yang sendirian. Berjamaah dengan orang sholih selalu lebih baik, Insya Allah. Karna dengan memiliki banyak teman yang 'satu frekuensi', semoga kita memiliki teman yang akan segera mengingatkan jika kita mulai melenceng.

Jadi, sudahkah kalian berkumpul dengan orang-orang yang sholih? :)

Tentang Baju: Pilih Beli Jadi Atau Jahitin?

on
Selasa, 01 September 2015
Jaman sekarang, baju bagi wanita sepertinya bukan sekedar kebutuhan untuk menutupi tubuh saja, ya?! Ia sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Apalagi ada pepatah jawa yang mengatakan ajining raga ana ing busana.  Jadilah bisnis pakaian, utamanya pakaian wanita, menjelma menjadi sebuah komoditi yang luar biasa perkembangannya.

Eleuh eleuh, saya ngomong apa sih itu… sok yes banget :D

Tapi bener kan, ya? Please, bilang iya, biar saya seneng :D :D berapa banyak orang yang merasa terhormat jika mengenakan baju dengan merk tertentu, atau dengan kisaran harga tertentu? Banyak, kan?!! Kamu salah satunya? Saya sih enggak :D

Bilang saya kampungan. Bilang saya payah. Bilang saya gak modis. Memang bener itu semua! Hahaha. Saya adalah satu dari mungkin sedikiiittt orang yang selalu heran – amat sangat heran – jika mengetahui ada orang yang dengan ikhlas membeli baju mencapai angka yang setara dengan biaya hidup saya sebulan di kota Semarang sebagai anak kost. Lebih heran lagi kalau saya tahu kalau buat biaya hidup si orang tersebut pas-pasan. Apa iya ada? Ada lho, ada!!

Sampai seumuran gini saya belum pernah deh sekalipun beli baju yang harganya lebih dari 250 ribu. Kaget gak, kaget gak, kaget gak? Haha. Calon istri hemat banget, kaannn? *kibas jilbab* :D Makanya saya Cuma mringis kalau lihat gamis-gamis jualannya para artis berjilbab yang haraganya 500 ribuan ke atas. Hehe.Pokoknya prinsip saya, sesuka apapun sama suatu barang kalo mahal ya gak jadi suka :P

Bakat ekonomis saya ini gak hadir dengan sendirinya kok. Semesta yang membuat saya seperti ini :D tau kenapa? Saya punya seorang ibu yang sejak muda merupakan seorang penjahit, dan kakak perempuan yang merupakan penjahit ‘jadi-jadian’ :D jadi, seumur hidup rasanya saya gak pernah merasakan jahitin baju ke orang, atau bayar ongkos jahitan. Hehehe. Nah, karna dari kecil udah terbiasa memakai baju hasil karya ibu saya sendiri – yang mana sebelum bikin pasti diukur dulu, jadi pas bajunya jadi bisa pas banget sama badan saya – saya jadi gak terbiasa beli baju jadi dari toko. Beneran, jaraaaaang banget.

Pas udah gedhe gini dan sudah punya penghasilan sendiri, jujur kadang pengen sih beli baju di toko seperti kebanyakan orang gitu. Tapi beberapa kali hendak mewujudkan keinginan itu dengan datang ke toko, yang ada saya pasti kebingungan. Merasa gak ada yang pas dan cocok. Lebaran dua tahun lalu saya ngotot beli gamis jadi dari toko. Dan hasilnya, saya nyesel sampe sekarang beli gamis itu, dan jaraaaang banget di pakai. Gak suka, waktu itu nurutin nafsu doang :D

Yup, punya ibu dan kakak yang pintar menjahit adalah salah satu hal yang amat saya syukuri. Karna jika orang lain merasa jahitin baju itu jauh lebih boros karna biayasanya jadi doble (beli kain plus bayar penjahit), saya sama sekali enggak karna gak harus bayar ongkos jahit. Hehe

di Nikahan kakak uni. Saya yang paling kecil dan imut (haha) pake gamis hasil jahitan Kakak

ini juga jahitan Kakak duet sama Ibu. Please, abaikan magic com dan bagian bawah yg kusut krn sy males nyetrika ulang :p

Kalau kamu, lebih suka beli baju langsung jadi di toko, atau lebih suka jahitin?

Signature

Signature