Hidup Ini Bagaikan Roda, Benarkah?

on
Jumat, 21 Agustus 2015
sumber
Dalam acara Riyadhoh kemarin, salah satu ustadz pengisi ada yang bertanya, "Siapa yang percaya bahwa hidup itu seperti roda -- kadang di atas, kadang di bawah?"

Serentak, hampir semua peserta mengangkat tangan -- menyetujui. Yup, ungkapan tentang hidup seperti roda memang sudah sangat populer. Tapi kami saat itu dibuat tertegun oleh kalimat penjelasan sang ustadz selanjutnya.

"Ah, sayang sekali. Apa yang membuat kalian percaya bahwa hidup itu seperti roda yang kadang di bawah kadang di atas, sedangkan Rasulullah saja bilang hidup itu harus terus lebih baik dari hari ke hari?!"

Iya, ya. Kalimat-kalimat yang harusnya kita pegang dan jadikan tolok ukur hidup seringkali terlupakan, lalu tergantikan dengan kalimat yang entah dari mana, tapi mengakar di benak banyak orang seperti itu sebuah kebenaran.

"Tapi kan kenyataannya seringkali memang begitu, hidup kadang di atas kadang di bawah?!"

Kalau bicara kenyataan, banyak juga kenyataan yang menunjukkan ada hidup beberapa orang yang dari hari ke hari semakin di bawah, atau sebaliknya -- dari hari ke hari makin melejit. Iya, kan?

Semesta memberikan apa yang kita pikirkan, kata para motivator.

Allah sesuai prasangka hamba-Nya, kata hadist.

Nah, sebagai muslim... kenapa kita nggak mengambil patokan yang positif saja, bahwa hari ini harus jauh lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus jauh lebih baik dari hari ini.

Salam Jum'at, jangan lupa perbanyak sholawat :)

Riyadhoh Menuju Kemudahan-Nya, Bersama Wisata Hati Jawa Tengah

on
Selasa, 18 Agustus 2015

Alhamdulillah, setelah sekian lama berangan-angan bisa mengikuti acara Riyadhohnya Wisata Hati, akhirnya tanggal 15-16 Agustus kemarin saya diberi kesempatan oleh Allah untuk mewujudkan angan tersebut.
Apa sih itu riyadhoh? Secara singkat, riyadhoh artinya melatih diri. Melatih diri untuk apa? Untuk bersungguh-sungguh mendekatkan diri pada Allah dengan menjalani ibadah-ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah.

Nah, kalo Riyadhoh-nya Wisata Hati isinya apa? Sini-sini saya ceritain lengkapnya. Hehe

Dalam acara Riyadhoh Wisata Hati -- sesuai dengan arti kata riyadhoh itu sendiri -- peserta diajak dan dimotivasi untuk melatih diri dengan sungguh-sungguh agar menjadi manusia yang lebih dekat dengan Allah, dan senantiasa melibatkan Allah dalam setiap masalah yang menerpa. Dengan cara apa? Nah, ada 7 pilar Wisata hati yang dicanangkan dalam rangka mencapai tujuan tersebut: Sholat tepat waktu (berjamaah di masjid bagi laki-laki), mengaji dan memahami Al-Qur'an, tahajud, dhuha, Sholat sunnah rawatib (qobliyah-ba'diyah), puasa sunnah, sedekah.

Nah, selama dua hari itu kami para peserta dilatih untuk melakukan 7 hal tersebut -- selain juga diisi dengan materi-materi tausiyah di sela-selanya. Latihan dua hari selama acara diharapkan bisa dilanjutkan oleh peserta paling tidak selama 40 hari.

Kenapa harus 40 hari? Emang ada tuntunannya harus 40 hari? Duh, jangan-jangan bid'ah tuh?

Eits... eits... tunggu dulu, kalem. Hehehe. Ada alasan kenapa yang 'ditekankan' itu 40 hari. Karna konon, untuk membangun sebuah 'habit' baru, seseorang membutuhkan waktu minimal 40 hari agar suatu pekerjaan bisa menjadi sebuah habit atau kebiasaan. Misal, kita belum biasa bangun jam 3 pagi. Nah, coba paksa diri untuk bangun jam 3 pagi dengan cara apapun selama 40 hari -- pake alarm misalnya. Nah, setelah hal itu berlangsung selama 40 hari, Insya Allah selanjutnya badan kita udah 'otomatis' bangun jam segitu -- meski gak pake alarm. Begitu juga dengan ibadah. Kalo sebelumnya kita gak pernah dhuha, mau mulai dhuha pasti rasanya beraaattt banget. Tapi kalo selama 40 hari kita memaksakan diri untuk rutin sholat dhuha, Insya Allah selanjutnya kita malah bakal ngrasa aneh kalo gak sholat dhuha. Gituuuu. Jadiii, selama 40 hari kita ditekankan untuk 'memaksa diri sendiri' untuk beribadah sebaik-baiknya, dengan harapan hal itu akan menjadi sebuah kebiasaan yang melekat pada diri kita. Bukan karna 40 hari biar gini, biar gitu, atau karna gini karna gitu yang gak jelas :)

Lalu apa saja materi yang kita dapat dalam acara Riyadhoh Wisata Hati tersebut? Banyak. Karena temanya adalah "Riyadhoh menuju Kemudahan-Nya", maka tema-tema materinya pun gak jauh dari itu. Yang pertama kita dikasih materi tentang hakikat masalah. Kenapa sih masalah bisa muncul, dari mana asalnya, dll. Kemudian materi kedua berjudul 'Mengapa aku di uji?'. Nah nah, pasti banyak kan yang sering bertanya-tanya, kenapa sih aku di uji??!! Dalam materi ini kita diajak untuk banyak-banyak merenung. Benarkan msalah yang datang ke kita itu merupakan ujian? Atau jangan-jangan malah adzab saking banyaknya dosa kita? Lalu disambung materi ketiga yang bertajuk 'Mengundang pertolongan Allah'. Selain materi-materi yang sempet bikin kita pegel-pegel karna kelamaan duduk, ada juga acara penyela yang bikin kita lebih fresh. Diantaranya adalah olahraga pagi dan permainan, serta tentu saja acara coffee break :p

Peserta wanita. Seneng dapet banyak temen baru :)

Peserta laki-laki
Beberapa diantara peserta yang ikut biasanya termotivasi oleh masalah yang sedang mengungkung mereka. Ada yang tak kunjung mendapat pekerjaan padahal udah lamar sana lamar sini, ada yang sudah menikah beberapa tahun tapi tak kunjung dikaruniai buah hati, ada juga yang tengah resah karna jodohnya tak kunjung hadir *bukan curhat!* :D

Lalu apa berarti niat mereka ikut acara tersebut salah, nggak lurus, dan bukan semata karna Allah. Wallahu a'lam. Sejak kapan kita boleh menilai niat orang lain? :) Tapi alangkah gak bijaknya kita jika langsung men-judge niat mereka salah bla bla bla. Mereka sedang ada masalah, lalu datang ke acara yang mengajak mereka mendekat pada Allah -- di mana letak salahnya? Kalo mau mendekat pada Allah di salah-salahin -- trus mendekat ke siapa dong? Kuburan? Dukun? Ih ih, amit-amit... naudzubillah.

Sekian dulu ya cerita saya tentang acara Riyadhoh Wisata Hati yang kemarin saya ikuti. Udah kepanjangan, hehe. Besok-besok pengen membagi materi yang saya dapet satu per satu sih, doain semoga gak males ya :D Ohya, FYI, acara ini di selenggarakan rutin sebulan sekali hari sabtu-minggu pada minggu kedua oleh Wisata Hati Jawa Tengah. Jadi yang pengen nyicipin juga, bisa banget ikut di bulan-bulan berikutnya :)

#SelfReminder: Jangan Menilai Hanya Dari Penampilan Luar

on
Kamis, 13 Agustus 2015

Kemarin di angkot -- pas pulang kerja -- saya ketemu ibu-ibu. Ibu-ibunya dandan lumayan menor -- menurut saya. Nggak pake jilbab. Modis -- sekali lagi, untuk ukuran ibu-ibu. Pokoknya kalo cuma dilihat dari fisik, sudah sangat cukup bagi otak saya yang masih lumayan 'hobi' mikir negatif ini untuk ngasih nilai 'merah' ke si ibu tersebut.

Etapi beberapa menit kemudia saya tercenung. Saat si ibu naik ke angkot, beliau sedang asyik bertelpon -- entah siapa. Yang jelas dalam potongan percakapannya, si ibu bilang, "Jangan lupa bangunin dia sholat subuh. Tahajud juga. Iya, udah pasang alarm, tapi dia kadang cuma dimatiin... iya, jadi harus dibangunin..." -- kurang lebih seperti itu.

Masya Allah. Si ibu, yang tadinya mau saya kasih nilai 'merah', menampar saya seketika melalui percakapannya. Melalui percakapan tersebut terlihat betapa beliau amat memperhatikan sholat subuh dan tahajud. Sedangkan saya? Ya persis kayak yang diomongin si ibu -- pasang alarm tapi cuma dimatiin trus tidur lagi -____-

Jadi semakin yakin, menilai hanya dari tampilan luar sama sekali nggak adil. Meskipun saya jadi serta-merta meyakini bahwa memperbaiki penampilan (baca: berjilbab) itu gak penting, ya. Berjilbab -- bagaimanapun -- akan tetap wajib hukumnya bagi muslimah. Tapi tetap saja kita muslimah yang sudah pake jilbab nggak pernah jadi dibenarkan untuk menilai yang belum berjilbab 'lebih buruk' dari kita. Situ Oke?! :p *ngomong sama diri sendiri ini*

Jodoh: Memilih Atau Dipilih?

on
Rabu, 12 Agustus 2015
Nemu tulisan ini di Tumblr, sukaa.. dan pengen share. Semoga bermanfaat :)

Ini tulisannya Salim A Fillah, tapi saya copas dari sini
 
Pertama
Satu hal yang seringkali dilupakan oleh banyak wanita adalah bahwa kemuliaan wanita tidak bergantung pada laki-laki yang mendampinginya.
Tahu darimana? Allah meletakkan nama dua wanita mulia dalam Al Quran, Maryam dan Asiyah. Kita tahu, Maryam adalah wanita suci yang tidak memiliki suami, dan Asiyah adalah istri dari manusia yang sangat durhaka, Firaun. Apakah status itu mengurangi kemuliaan mereka? No!

Itulah mengapa, bagi wanita di zaman Rasulullah dulu, yang terpenting bukan mendapat jodoh di dunia atau tidak, melainkan bagaimana memperoleh kemuliaan di sisi Allah.
 
Kedua
Bicara jodoh adalah bicara tentang hal yang jauh: akhirat, surga, ridha Allah, bukan semata-mata dunia.


Ketiga
Jodoh itu sudah tertulis. Tidak akan tertukar. Yang kemudian menjadi ujian bagi kita adalah bagaimana cara menjemputnya. Beda cara, beda rasa. Dan tentu saja, beda keberkahannya.


Keempat
Dalam hal rezeki, urusan kita adalah bekerja. Soal Allah mau meletakkan rezeki itu dimana, itu terserah Allah. Begitupun jodoh, urusan kita adalah ikhtiar. Soal Allah mau mempertemukan dimana, itu terserah Allah.


Kelima
Cara Allah memberi jodoh tergantung cara kita menjemputnya. Satu hal yang Allah janjikan, bahwa yang baik untuk yang baik. Maka, mengupayakan kebaikan diri adalah hal utama dalam ikhtiar menjemput jodoh.


Keenam
Dalam urusan jodoh, ta'aruf adalah proses seumur hidup. Rumus terpenting: jangan berekspektasi berlebihan dan jangan merasa sudah sangat mengenal sehingga berhak menafsirkan perilaku pasangan.


Ketujuh
Salah satu cara efektif mengenali calon pasangan yang baik adalah melihat interaksinya dengan empat pihak, yakni Allah, ibunya, teman sebayanya, dan anak-anak.


Kedelapan
Seperti apa bentuk ikhtiar wanita?
1. Meminta kepada walinya, sebab merekalah yang punya kewajiban menikahkan.
2. Meminta bantuan perantara, misal guru, teman, dll. Tapi pastikan perantara ini tidak memiliki kepentingan tertentu yang menyebabkannya tidak objektif.
3. Menawarkan diri secara langsung. Hal ini tidak dilarang oleh syariat. Bisa dilakukan dengan menemuinya langsung atau melalui surat dengan tulisan tangan. Konsekuensi satu: Ditolak. Tapi itu lebih baik daripada digantung.


Kesembilan
Bagaimana jika ada pria yang datang pada wanita, menyatakan rasa suka, tapi meminta ditunggu dua atau tiga tahun lagi? Perlukah menunggu?
Sabar itu memang tidak ada batasnya. Tapi ada banyak pilihan sabar. Silakan pilih. Mau sabar menunggu, atau sabar dalam merelakannya. Satu hal yang pasti, tidak ada jaminan dua tiga tahun lagi dia masih hidup. Pun tidak ada jaminan kita bisa menuntut jika dia melanggar janjinya, kecuali dia mau menuliskan janjinya dengan tinta hitam diatas kertas putih bermaterai.


Kesepuluh
Bagaimana jika ada pria yang jauh dari gambaran ideal seorang pangeran tapi shalih datang melamar? Bolehkah ditolak?
Tanyakan pada hatimu: Mana diantara semua faktor itu yang paling mungkin membawamu dan keluargamu ke syurga?


**Huhu... Singkat, padat, dan cukup bikin merenung, ya :')

Resep Martabak Manis

on
Senin, 10 Agustus 2015
Hari sabtu kemarin, mumpung di rumah dan lagi kangeeenn banget pengen masak -- setelah beberapa minggu sama sekali ga bisa masak karna tangan sakit -- saya bikin martabak manis. Sebenernya udah ke-4 kali ini sih nyoba bikin martabak manis. Yang pertama gagal total alias bantet total. Haha. Yang kedua, lumayan, tapi kurang yummy gimanaaa gitu. Yang ketiga bantet lagi.

Yah, memang salah satu kelemahan saya, saya tuh enggak disiplin banget nakar-nakar bahan sesuai dengan resep. Jadi suka asal cemplang-cemplung gitu. Resikonya ya ituu... berhasil/enggaknya tergantung mujurnya nasib. Haha

Yang kemarin Insya Allah saya lumayan bener nakarnya. Jadi, bisa lah buat rujukan. Hihi

Okay, saya bagi resepnya di sini, yaa...

Bahan-bahan:
125 gram tepung terigu
3 sendok makan gula pasir
1 butir telur
1 sendok makan margarin, dicairkan
1/2 sendok teh fermipan
1/2 sendok teh backing powder
Garam secukupnya
Air secukupnya 9saya kurleb pake 3/4 gelas belimbing) *bingung gak loh :p*
Vanili secukupnya

Bahan Toping:
Margarin secukupnya
1 Sachet susu kental manis putih
meses coklat secukupnya

Cara membuat:
Campurkan tepung, gula, fermipan, vanili dan garam. Masukkan telur yang sudah dikocok lepas. Aduk-aduk, lalu masukkan air perlahan-lahan, lalu kocok dengan mixer 3-4 menit. Kemudian masukkan margarin yang sudah dicairkan, lalu kocok dengan mixer kembali. *Ohya, mixernya kayaknya harusnya lebih dari 5 menit. Saya ga nyampe 5 menit soalnya mixer malah tiba-tiba konslet cobaakk, jadi hasilnya sarangnya kurang sempurna*. Nah, setelah di mixer, diamkan adonan selama kurleb 30 menit. Setelah 30 menit, tinggal dituang deh ke teflon. Tunggu sampai muncul banyak gelembung, lalu tutup. Ohya, jangan lupa apinya keciillll aja ya. Setelah matang, tinggal dikasih toping deh :)

Nah, ini penampakan hasil martabak manis saya kemarin:

Siap lahap :D

Ini waktu proses memasak, tuh kan banyak lubangnya. Kayaknya itu salah satu tanda2 keberhasilan :D
Bahagiaaaaa banget kalo berhasil gini :))


Ponakan saya yang paling lahap banget makannya :D

Selamat mencobaaaa :))

Tentang Hubungan Menantu Dan Ibu Mertua (Lagi)

on
Jumat, 07 Agustus 2015
Dua hari lalu saya dicurhati sama seorang ibu, tentang sikap menantu wanitanya. Hihi. FYI, beliau masih punya dua anak laki-laki yang belum menikah loh! *Sooo???* *apa hubungannya cobaaakk?!!* *Abaikan!!* Ahahaha.

Oke, kembali ke cerita. Beliau bercerita tentang sikap anak menantu perempuannya yang sering sekali bersikap nggak sepantasnya -- gak cuma sama beliau sang ibu mertua, bahkan sama suaminya sendiri (anak laki-laki si ibu) pun mbaknya sering kebangetan. Emm, saya gak cuma semata percaya sama cerita si ibu lho, yaa... saya beberapa kali melihat dan mendengar pake mata dan telinga sendiri. (Eits, tapi mereka yang saya ceritakan ini bukan termasuk keluarga saya, ya. Ga perlu saya sebut siapa, yang jelas saya 'dekat' dengan mereka secara fisik). Saya miris, sih. Lagi-lagi jadi inget tulisan saya yang ini. Soalnya, yang saya tahu sanga ibu mertua itu sama sekali bukan tipe ibu mertua yang 'ceriwis' dan yang suka menyalahkan ini-itu. Tentang sikapnya ke sang suami apalagi... makin miriiiissss. Setahu saya sih hal itu dipacu karna kesenjangan pendapatan -- mbaknya punya pendapat lebih 'pasti' dibanding sang suami. Ah, tapi yasudahlah. Saya ga mau nge-judge macem-macem. Saya gak bener-bener tahu apa yang terjadi.

Cuma saya jadi bertanya-tanya. Nanti saya ini bakal jadi menantu yang kayak apa, ya. Kalo dipikir, berbakti sama ibu kandung sendiri yang jelas-jelas 'mengantarkan' kita ke dunia aja kadang beraaatttt banget rasanya. Iya gak, sih? Apalagi berbakti ke ibu yang baru beberapa saat menjadi bagian dari hidup kita?! Duh, Naudzubillah... semoga kita (kelak) gak jadi menantu durhaka, ya. Kalopun ga baik-baik banget atau ya paling gak jangan buruk-buruk banget lah. Hehe.

Alhamdulillahnya, contoh tentang seperti apa menantu yang baik itu ada dekaaattt sekali dengan saya. Siapa? Ibu saya sendiri. Mbah putri dari Bapak saya (mertua ibu saya) tinggal serumah dengan kami. Usianya sudah senja. Kesehatannya sudah sangat menurun. Perilakunya sudah mendekati anak-anak. Dan kita semua pasti tau, sama sekali bukan perkara mudah membersamai orang tua yang sudah seperti itu. Dibutuhkan kesabaran luaaarrr biasa.

Dan untuk baktinya pada ibu mertua saat kondisinya sudah seperti itu, saya angkat topi untuk ibu saya. Beberapa bulan lalu, saat mbah putri masuk Rumah Sakit, saya benar-benar dibuat terharu sekaligus takjub. Ibu saya sama sekali gak segan membantu mbah saya (maaf) BAB, menungguinya di dalam kamar mandi, memakaikan dan mencopot diapers, menyuapi, mengurusi saat muntah, dan lain sebagainya... FULL ibu saya yang mengurusi. Ibu sempet sedih sih, karna pada ibu kandungnya sendiri ibu saya gak punya kesempatan untuk berbakti setotal itu. Bahkan bapak saya yang notabene anak kandungnya juga gak cukup sabar menghadapi mbah putri saya. Saya? Mbah saya muntah malah saya-nya ikut-ikutan muntah :D

Apa ibu saya gak pernah jengkel sama mbah saya? Pernah. Ibu saya manusia yang tingkat sabarnya fluktuatif seperti kebanyakan orang. Apa Ibu dan Mbah putri saya pernah bertengkar? Pernah, dan saya kira itu sangat wajar. Tapi sepanjang yang saya ingat, hubungan mereka gak pernah memburuk hingga menyerupai musuh yang selalu saling menyalahkan. Mbah saya yang sudah 'kekanak-kanakan' seriiiiiing sekali menginginkan macem-macem layaknya orang ngidam. Dan ibu saya, semampu beliau selaluuuu saja berusaha memenuhi keinginan si mbah -- bahkan saat bapak saya bilang 'Gak perlu selalu dituruti!'. Saat ibu saya sakit -- beberapa tahun lalu -- mbah saya adalah orang yang pertama menangis tersedu-sedu mengkhawatirkan kondisi ibu bahkan sebelum saya dan kakak-kakak saya. Indah sekali, ya :)

Yah, bagi yang ibu mertuanya masih samar-samar, semooga kita dapet ibu mertua yang bisa jadi 'sahabat' ya, kakak... bukan ibu mertua yang bikin jadi tekanan jiwa :D Tapi semuanya tinggal gimana hati kita mengelola emosi sih, katanya. Dan semoga kita diberi kemampuan untuk menjadi partner bagi pasangan kita untuk berbakti pada ibu-bapaknya.

Ohya, sedikit tambahan. Kata seorang Ustadz (saya lupa namanya, yang jelas saya denger ceramah beliau di TV One), kalo soal harta laki-laki itu wajib menomorsatukan istrinya. Tapi kalo soal nyawa, laki-laki wajib menomorsatukan ibunya. Wallahu a'lam.

Suka Duka Masa Orientasi Siswa

on
Senin, 03 Agustus 2015
Beberapa hari lalu, timeline FB saya dipenuhi dengan uplotan foto ibu-ibu yang sedang suka-cita yang buah hatinya masuk sekolah hari pertama. Apa artinya? Tahun ajaran baru telah dimulai! Kemarin waktu di rumah saya nonton TV, dan harus tercengang mendengar berita duka tentang seorang siswa yang meninggal -- dan diduga karena kelelahan mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa alias MOS.

Ya Allah, miris bayangin betapa sedih orangtuanya :( :( :(

Saya nggak berkompeten sih untuk menyoroti tentang MOS dari segi psikologis, dan lain-lain. Biarlah itu menjadi tugas para ahli, dan tentunya pihak-pihak yang berwenang di Kementrian Pendidikan. Tapi setelah melihat berita itu kemarin, saya jadi pengen flashback -- mengenang 'kayak apa sih MOS yang pernah saya jalani dulu?'.

Seingat saya, MOS nggak seseram ulasan berbagai media massa akhir-akhir ini. Yah, meskipun pada kenyataannya memang ada sih beberapa sekolah yang 'khilaf' menyelenggarakan MOS yang di luar kewajaran. Alhamdulillah-nya, saya selalu mendapat sekolah yang kegiatan MOS-nya masih tergolong wajar-wajar saja.

Bagi saya MOS saya -- baik di SMP maupun SMA -- itu seru. Iya siihh tetep disuru pake aksesoris aneh-aneh yang bikin lumayan malu waktu naik bus. Emm, mungkin waktu itu saya lumayan dongkol juga sih. Tapi lucu aja kalo diinget sekarang -- jadi semacam kenangan manis, karna saya sudah lupa seperti apa dongkolnya. hehehe. Dikasih tugas bawa macem-macem juga, yang bikin malem harus begadang. Tapi ya itu tadi, kalo diinget-inget lagi sekarang, malah jadi kenangan manis. Soal hukuman? Ada siihh hukuman... kalau nggak ada hukuman ntar pada membangkang semua bisa-bisa. Tapi nggak pernah pake hukuman fisik. Uugghh, BIG NO-NO kalo itu! Hukumannya cenderung yang lucu-lucu aja. Ya emang bikin malu yang dihukum, tapi nggak mempermalukan yang gimana banget. Saya sih anak baik, ya... jadi nggak pernah tuh kena hukuman :p

Masa Orientasi Siswa juga menjadi moment perkenalan yang efektif dengan para teman baru -- menurut saya. Karna kita (sesama siswa baru) seolah merasa 'senasib sepenanggungan' saat MOS. Coba kala masuk sekolah hari pertama langsung dikasih pelajaran... bisa-bisa nggak sempet kenalan dan langsung sibuk belajar?! Biasanya salah satu agenda dalam MOS seingat saya adalah pengenalan tentang lingkungan sekolah. Kan nggak lucu, ya kalo entar mau ke kantin atau ke musholla di sekolah baru pake acara nyasar dulu. Haha. Tapi, yang paling seru dari MOS sih tetep satu, yaaa: jadi bisa tau -- syukur-syukur kenal -- sama para kakak kelas yang keren-keren itu :D. Siapa hayooo di sini yang nge-fans sama kakak kelas bermula saat Masa Orientasi? Ngaku! Bahkan saya ngrasain indahnya jatuh cinta pada pandangan pertama saat MOS di SMA #tsaaahhhh :D :D :D

Menurut saya MOS itu tetep perlu diselenggarakan. Cuma, mungkin 'mainset' tentang MOS -- baik dari sisi panitia maupun pesertanya yang harus diubah. Bagi panitia, ayoooo dong... jangan lagi anggap MOS sebagai ajang balas dendam. Plis dehhh, masih sama-sama siswa... apa sih yang bikin kalian lebih SUPER dari para adik kelas kalian?! Coba logikanya diubah. Yang tadinya 'Dulu saya diginiin, sekarang aku akan perlakukan saya seperti itu juga!', jadi: 'Dulu saya sedih diperlakukan nggak baik sama kakak kelas. Sekarang saya nggak boleh memperlakukan adik kelas seperti itu, karna itu akan bikin mereka sedih juga'. Lebih indah, kan? :)

Nahhh, bagi peserta, ayoooo dong, jangan jadi penakut! Kalian boleh patuh sama kakak kelas, tapi tetap ada batasnya. Jangan takut bertanya alasan atau menolak saat kakak kelas kalian memberi tugas atau hukuman yang bagi kalian berlebihan. Jangan pula ragu untuk meminta ijin istirahat jika kalian merasa fisik kalian sudah nggak mampu mengikuti berbagai kegiatan dalam MOS. Berhenti juga menganggap MOS sebagai ajang penyiksaan. Karna bisa-bisa MOS yang sebenarnya 'wajar' berubah jadi 'neraka' karna kalian terlanjur punya anggapan seperti itu. MOS itu seru kok kalau kalian bisa menikmatinya :)

Intinya, saya turut prihatin jika ada hal-hal yang tidak seharusnya terjadi dalam MOS. Saya nggak masuk dalam barisan orang yang menuntut MOS dihapuskan, tapi saya mendukung sepenuhnya perbaikan dalam berbagai aspek dunia pendidikan, termasuk tentang penyelenggaraan MOS ini :)

Signature

Signature