Tampilkan postingan dengan label Lomba Blog. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lomba Blog. Tampilkan semua postingan

Layanan dan Digitalisasi BRI, Menyentuh Hingga Pelosok Negeri

on
Selasa, 21 November 2023

Saya masih selalu takjub melihat berbagai perkembangan dan kemajuan di desa tempat saya lahir dan tumbuh. Dari dulu rasanya desa saya gak bisa dibilang desa yang pelosok dan tertinggal banget sih kalau dilihat dari peradaban penduduknya. Tapi kalau dilihat dari jangkauan teknologi, bisa dibilang dulu desa saya memang termasuk pelosok.

 

Saat saya SMA, saya harus menempuh jarak 8 kilometer lebih untuk ke warnet, jika sedang butuh internet. Sinyal provider seluler aja masih nggak stabil banget beberapa tahun lalu. Belanja online? Belum kenal. Pernah dapat hadiah giveaway aja kurirnya marah-marah karena rumah saya pelosok banget katanya.

 

Bank? Kenal sih, Rata-rata tetangga saya sudah kenal bank, tapi sebagai tempat pinjem uang alias utang. Hahaha. Kayaknya saat itu masih sangat jarang yang memanfaatkan macam-macam jenis layanan bank. Apalagi jarak yang harus ditempuh untuk ke bank juga sama, kurang lebih 8 kilometer. Bahkan ini sampai sekarang pun masih seperti itu kondisinya, termasuk mesin ATM.


BRILink, Angin Segar Masyarakat Pedesaan

 

BRILink
Sumber: https://linkumkm.id/

 

Meskipun jarak ke Bank dan ATM masih tetap belum mengalami perubahan, Alhamdulillah masyarakat di desa saya sudah jauh lebih melek tentang berbagai fitur layanan yang ditawarkan oleh Bank, terutama BRI.

 

Rasanya memang tepat sekali jika BRI disebut sebagai sahabat masyarakat pedesaan dan pahlawan bagi para pelaku UMKM. Karena sejak dulu kala, ketika pengetahuan masyarakat tentang Bank masih sangat terbatas pun, BRI sudah sangat akrab dengan kehidupan banyak masyarakat desa. Yah, sekali lagi, meskipun hanya dianggap sebagai tempat cari utang.

 

Tapi sekarang tidak lagi! Dengan inovasi layanan dan digitalisasi BRI melalui BRILink yang sudah tersebar di berbagai daerah dan pelosok negeri, BRI berhasil mengenalkan sekaligus mengedukasi banyak sekali masyarakat pedesaan tentang berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh sebuah Bank. Pada kuartal 1 2023, agen BRILink sudah menyentuh angka 650 Ribu agen lebih.

 

BRILink merupakan program layanan perbankan tanpa mengandalkan kantor cabang dan teknologi untuk mencapai para nasabahnya. BRILink ini memakai sistem keagenan dengan syarat-syarat tertentu bagi siapa saja yang ingin menjadi agen BRILink.

 

Apa saja sih syarat untuk bisa menjadi agen BRILink? Simak di bawah ini! 


1. Belum menjadi agen dari Bank penyelenggara Laku Pandai

2. Memiliki surat keterangan legalitas usaha (sekurang-kurangnya dari perangkat desa) atau SK pengangkatan pegawai tetap atau SK pensiun

3. Memiliki sumber penghasilan dari kegiatan usaha dan atau kegiatan tetap lainnya minimal 2 tahun

4. Memiliki rekening simpanan berkartu di Bank BRI, menyetor uang jaminan sebesar Rp 3.000.000,- dan saldo tersebut diblokir selama menjadi agen

5. Memiliki rekening pinjaman di Bank BRI (tanpa harus menyetor uang jaminan) dengan kolektibilitas Lancar selama 6 bulan terakhir

6. Pengajuan agen dapat berbentuk perseorangan atau Instansi berbadan hukum

 

Lalu apa aja layanan yang ditawarkan oleh BRILink? Ini nih layanan yang ditawarkan BRILink:

 

1. Isi ulang pulsa selular

2. Pembayaran listri pra bayar

3. Pembayaran cicilan

4. Pembayaran iuran BPJS

5. Setor uang tunai

6. Tarik tunai (Menggunakan kartu ATM)

7. Dll

 

Digitalisasi BRI, Menyentuh Hingga Pelosok Negeri

 

 Bagi saya pribadi yang sekarang tinggal di kota, menggunakan layanan mobile banking tentu jauh lebih praktis. Transaksi bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Tapi tentu saja tidak sesederhana itu bagi sebagian besar masyarakat pedesaan yang belum terlalu familiar dengan layanan digital semacam ini. 


Dengan inovasi BRILink, BRI berhasil membuat masyarakat pedesaan turut merasakan berbagai kemudahan hidup yang bisa ditawarkan oleh dunia perbankan. BRILink terasa lebih mudah dipahami untuk mereka.

 

Saya yang kini tinggal jauh dari orangtua, termasuk yang turut merasakan manfaat digitalisasi BRI ini. Karena jadi tidak perlu bingung lagi jika sewaktu-waktu butuh mengirim uang untuk kebutuhan mendesak, karena beliau bisa mengambil uang melalui agen BRILink yang tidak jauh dari rumah saya.


BRILink menjadi salah satu dari sekian banyak pencapaian BRI di usianya yang ke 128 tahun, dan menjadi salah satu bukti bahwa BRI berhasil tumbuh dengan hebat dan kuat dalam melayani masyarakat hingga pelosok negeri.


5 Alasan Tetap Ngeblog Meski Sudah Tidak Sesemangat Dulu

on
Selasa, 05 Juli 2022

 
alasan-tetap-ngeblog

 
Perjalanan ngeblog saya dimulai saat saya masih kuliah. Waktu itu motivasinya cuma satu: butuh tempat curhat! Haha.

 

Bukannya saya gak punya teman sebagai tempat curhat, ya. Punya, cuma saya bukan orang yang pintar mengutarakan perasaan melalui lisan. Tiap mau cerita secara lisan tuh sering blank duluan, dan jadi malah gak nyampe 'point'-nya.

 

Nah, beda dengan saat saya bercerita lewat tulisan. Rasanya saya lebih bisa menggambarkan dengan baik apa yang sebenarnya ingin saya sampaikan. Lebih plong juga di hati.

 

Jaman itu, kalau gak salah sekitar tahun 2010-an, rasanya bukan cuma saya yang punya motivasi serupa saat ngeblog. Karena saat itu saya masih banyak sekali nemuin postingan blog yang isinya curahan hati gitu. Jujur aku suka banget sih baca tulisan yang isinya insight tentang kehidupan semacam itu.

 

Tapi namanya juga hidup ya. Berputar. Jaman berubah silih berganti. Begitupun dengan trend ngeblog.

 

Blog yang tadinya isinya cenderung lebih banyak tentang kehidupan sehari-hari, curahan pikiran dan perasaan, berubah perlahan ke tema-tema review produk, pengalaman mengurus ini-itu, dll.

 

Saya pun juga pelan-pelan gak ketinggalan untuk mengikuti trend tersebut. Hanya saja, saya ternyata gak bisa mengingkari bahwa dorongan hati saya untuk ngeblog ini sebenarnya bukan untuk itu. Karenanya, lama kelamaan semangat ngeblog saya pun terjun perlahan-lahan. Hiks.

 

Bahkan sempat kepikiran, apa udahan aja yaaa ngeblognya, berhenti sama sekali aja. Tapi kok masih ada rasa gak rela. Tapi kenapa harus gak rela yaa, padahal udah hampir gak ada semangat untuk ngeblog lagi?

 

Setelah saya renungkan, ternyata ada 5 alasan ini yang bikin saya tetap berusaha ngeblog meski sudah gak sesemangat dulu.

 

1. Sayang Udah Bayar Domain

 

Ini alasan paling utama. Sayang banget udah keluar uang tiap tahun buat perpanjang domain. Apalagi saya punya dua domain berbayar. Blog ini dan sanirosa.com (akhir-akhir ini yang lebih sering update malah yang sanirosa.com).

 

Mau gak diperpanjang kok ya juga belum rela. Banyak kenangan dengan dua nama domain ini soalnya.

 

Jadi mau gak mau, meski sudah gak sesemangat dulu, ya tetap berusaha diisi sekali waktu.

 

2. Mendapat Banyak Teman Baru dari Ngeblog

 

 Enggak banyak juga sih sebenarnya, wkwkw. Karena saya bukan tipe yang mudah dekat atau berteman dengan orang baru.

 

Tapi saya punya beberapa teman yang awalnya kenal dari ngeblog. Dan berhenti ngeblog itu seolah rasanya seperti memutus tali pertemanan itu. Padahal ya enggak juga sih. Cuma gak rela aja jalan saya kenal mereka, saya tinggalkan begitu saja.


3. Sarana Aktualisasi Diri

 

Seperti yang saya bilang di atas, saya lebih suka mengungkapkan apa yang saya pikirkan dan rasakan melalui tulisan. Dan sarana untuk bisa menuangkan tulisan bagi saya adalah sebuah sarana aktualisasi diri bagi saya. 


4. Rekam Jejak Perjalanan Hidup

 

Sebenarnya ini yang paling membuat saya gak rela meninggalkan ngeblog.

 

Kalau sedang senggang, saya sering membaca tulisan-tulisan saya beberapa tahun silam. Dan saya merasa takjub sendiri. Karena melalui tulisan saya di masa lampau itu, saya jadi tau ternyata saya bertumbuh sebagai manusia dari hari ke hari.

 

Saya jadi bisa flashback pernah mengalami kejadian apa saja, pernah kepikiran tentang apa saja, dll.

 

Coba kalau saya gak nulis di blog, mana bisa saya membaca kembali pikiran saya di beberapa tahun silam. 


5. Jalan Rejeki

 

Ini bonus sih sebenarnya. Dan kalau udah gak istiqomah ngeblog mah gak terlalu ngarep untuk dapat job dari ngeblog.

 

Tapi saya senang pernah melewati masa saat blog menjadi salah satu jalan rejeki buat saya. Dan saya ingin tetap merawat jalan rejeki ini sampai entah kapan, semampu saya.


Adakah yang sama seperti saya, udah gak semangat ngeblog tapi tetap gak rela meninggalkan dunia bloging?

Pisang Cavendish, Teman Setia Penolong Kelaparan Selama Hamil dan Menyusui

on
Rabu, 30 Agustus 2017
Sejak ketahuan hamil, nafsu makan saya meningkat berpuluh-puluh kali lipat. Saya gak tau peningkatan tersebut disebabkan karena saya secara gak sadar tersugesti oleh perkataan beberapa orang bahwa wanita hamil itu makannya banyak, atau memang tubuh saya benar-benar menuntut hal itu. Yang jelas, saya beruntung karena gak pernah merasakan mual sama sekali selama hamil.

Tapi nafsu makan yang membabi-buta pun sempat membuat saya bingung mengatasinya.Gimana enggak, bentar-bentar laper, bentar-bentar laper. Padahal saya kan kerja. Masa' di kantor makan terus, kan ga enak 😑

Setelah berusaha menahan lapar di minggu-minggu pertama kehamilan, ternyata saya gak sanggup. Laparnya benar-benar lapar. Laper yang sampe terasa perih di perut dan bikin lemes. Dan repotnya, lapar seperti ini datangnya sewaktu-waktu banget. Kadang jam satu malam, jam setengah empat pagi, atau jam sembilan pagi -- padahal barusan sarapan satu jam sebelumnya. Hadehhh.

Kondisi seperti ini bikin saya dan mas suami mikir. Kami mencari alternatif cemilan apa yang bisa menolong saya saat didera kelaparan, dan cocok untuk segala kondisi.

Pernah memilih sedia biskuit selalu, tapi ternyata biskuit sama sekali gak ngefek dan saya tetap laper. Pernah coba roti-rotian, eh pas periksa rutin ke Sp.Og berat badan saya naik 5 Kg dalam sebulan. Lalu disuruh dokter mengganti cemilan. Dan saran utama beliau adalah buah.

Saya dan mas suami langsung mengaminkan. Buah sepertinya memang pilihan terbaik. Dan dari berbagai pilihan buah yang ada, akhirnya yang paling pas adalah buah pisang. Kenapa pas? Karna ngupasnya praktis, lalu bisa tinggal lhep kapan saja saya lapar. Yang paling penting, buah pisang cukup mengenyangkan. Yeay! Jadilah mulai saat itu, buah pisang selalu menjadi teman setia saya -- bahkan hingga masa menyusui sekarang ini.

Pas lapar tengah malam, tinggal raih pisang di meja samping ranjang, lhep, selesai urusan. Lapar saat jam kerja, menyantap satu pisang juga gak terlalu memalukan. Gak sampai satu menit, dan lapar sudah bisa terjinakkan 😋

Saya lumayan pilih-pilih soal jenis pisang. Gak semuanya saya doyan. Tapi saya sudah menemukan pisang yang cocok sekali di lidah saya, yaitu Pisang Cavendis dari Sunpride. Jadi, pisang pasti sunpride.

  Pisang Cavendish merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Beberapa orang mengira pisang cavendish ini merupakan pisang import karna kulitnya yang mulus khas buah-buah import lainnya. Jangan salah ya, pisang cavendish ini dibudidayakan di kebun milik Group Gunung Sewu yang ada di Lampung. Jadi 100% Indonesia 😍 Yang saya suka, kalo mau beli pisang cavendish gak harus selalu satu sisir, karna ada pilihan cluster, finger dan single yang disediakan oleh Sunpride. Cavendish cluster terdiri dari 3-8 finger, Finger terdiri dari 1-2 finger, sedangkan yang single hanya terdiri dari 1 finger.

Enak, terjangkau pula :)
Selain rasanya enak dan manis, beruntungnya pisang cavendish juga menyimpan banyak manfaat dan kandungan yang baik untuk ibu hamil dan menyusui. Kandungan bermanfaat dalam pisang cavendish antara lain terdiri dari Vitamin C, Folat, Zat besi,  protein, Vitamin B6, dan beberapa kandungan baik lainnya. Jadi gak cuma dapat kenyang saja 😀
 
Ohya, selain dimakan langsung, pisang cavendish juga bisa bangett lho dibikin variasi resep. Kan kadang ada bosennya yah kalo dimakan langsung terus. Salah satunya pancake pisang cavendish yang kemarin saya coba bikin di rumah. Rasanya yummyyy. Resep menyusul yah.


Mengingat rasanya yang lezat, kualitasnya yang oke dan kandungannya yang bermanfaat bikin saya mengincar pisang cavendish ini juga sebagai salah satu menu andalan untuk menu MP-ASI Faza nanti 😃

Kalau kalian, apa buah yang paling disuka dan diandalkan sebagai penolong saat kelaparan?

Resep Fire Chicken Dengan So Good Ayam Potong

on
Selasa, 18 Juli 2017

Saat pulang kampung weekend kemarin, seperti biasa saya selalu mengagendakan untuk melepas rindu bereksperimen di dapur. Kenapa harus saat pulang kampung? Karna banyak sekali relawan untuk menjaga Faza selama saya masak. Hehe. Kalau di Semarang tenaga amat terbatas.

Tapi berhubung kepikiran mau masaknya mendadak -- hanya sesaat sebelum berangkat, jadi beli bahannya yang praktis tapi kualitas tetap terjamin. Kebetulan mas suami request pengen dimasakin ayam. Yasudah, berhenti di minimarket sebentar, beli So Good Ayam Potong. Selain kualitas terjamin dan bersertifikasi halal MUI, So Good Ayam Potong menawarkan pilihan bagian-bagian tertentu sesuai selera kami. Saya suka banget bagian paha ayam, sedangkan mas suami suka banget bagian dada. Pas banget di minimarket tersebut tersedia So Good Ayam Potong Dada dan Paha. Sippp, bungkus!

Sesampainya di rumah, saya galau itu ayam mau dimasak apa. Menu-menu semacam semur ayam, opor ayam, dan semacamnya rasanya masih belum hilang dari lidah karna terhidang selama beberapa hari saat lebaran. Maka saya mencari inspirasi resep olahan ayam yang beda. Aha, ketemulah resep menarik di justtryandtaste.com, yang kemudian saya rombak sesuai selera saya dan mas suami.

Yuk, langsung saya beberkan saja resepnya di sini :)

Resep Fire Chicken So Good

Bahan-bahan:
5 potong So Good Ayam Potong (2 Paha dan 3 Dada)
3 sdm tepung  terigu
2 sdm tepung maizena
1 sdm tepung tapioka
1/2 sdt garam
 1/2 sdt merica bubuk
1 butir telur

Cara membuat:

Keluarkan So Good ayam potong dari freezer. Ambil sesuai kebutuhan, dan tunggu sampai ia tidak beku lagi. Kenapa saat itu saya hanya memasak lima potong saja? Karna saat itu saya masih dalam tahap berkreasi dengan resep ini. Jadi masih belum yakin apakah rasanya akan pas di lidah saya dan mas suami, atau tidak. Hehe.

 

Setelah ayam lembek, cuci bersih dan tiriskan. Keringkan ayam yang sudah ditiriskan dengan tisu dapur, lalu baluri dengan garam dan merica bubuk.Tambahkan telur dan semua tepung, lalu aduk-aduk dengan tangan hingga merata.


Setelah itu, goreng ayam dalam minyak panas dengan api kecil hingga kuning keemasan. Agar ayamnya gak cepet lembek, usahakan saat menggoreng ayam tercelup semua ke dalam minyak, ya.

Kalau sudah selesai menggoreng ayamnya, tiriskan. Lalu mari membuat sausnya :)

Ohya, dalam resep asli, ada tepung beras dan baking powder yang saya skip.

Bahan saus:

2 siung bawang putih
5 buah cabe merah
2 buah cabe rawit
7 sdm saus sambal botolan
1 sdm kecap manis
2 sdm saus tiram
1 sdm gula pasir
1 sdm air jeruk nipis

Cara membuat saus:

Haluskan bawang putih, cabe merah dan cabe rawit. Lalu sisihkan. Dalam resep asli sebenarnya menggunakan cabe bubuk. Saya menggantinya dengan cabe segar karna kurang suka dengan rasa pedas yang dihasilkan cabe bubuk.

Langkah selanjutnya, panaskan wajan anti lengket. Masukkan saus sambal, bawang putih dan cabe yang sudah dihaluskan, kecap manis, saus tiram, gula pasir dan jeruk nipis (dalam resep asli memakai cuka, tapi saya menggantinya dengan jeruk nipis). Aduk-aduk hingga mendidih, lalu cicipi. Jika ada yang terasa kurang pas di lidah, tambahi sesuai selera.

Jika sudah pas, masukkan ayam yang sudah digoreng dan ditiriskan. Lalu aduk perlahan hingga seluruh permukaan ayam terbaluri dengan saus.

Taraaa, sudah jadiii deh, tinggal sajikan dan mari disantap :)

Kata mas suami, rasa Fire Chicken a la saya ini bisa disandingkan dengan menu di Djatilegi (salah satu restoran di Semarang). Saya gak tau sih itu jujur atau gombal. Hehe. Makanya, silahkan dicoba resepnya, dan kasih tau saya tentang pendapat kalian, ya =D

Sebagai catatan tambahan, bagi penggemar pedas kelas berat, takaran cabai dalam resep ini bisa dibilang kurang nendang. Saya sengaja membuatnya tidak terlalu pedas karna beberapa hari lalu perut saya baru saja bermasalah. Jadi cari aman dulu :)

Selamat mencoba ^_^

Yuk, ikuti lomba kreasi resep So Good yang diadakan oleh So Good bekerjasama dengan Blogger Perempuan. Untuk syarat dan ketentuan, silahkan meluncur ke sini, yaa :)

Menjepret Kuliner Sederhana

on
Sabtu, 04 Maret 2017

Hari sabtu minggu lalu, saat mbak-mbak penjual sayur keliling datang, seperti biasa saya dan mas suami lekas turut mendekat bersama ibu. Bedanya, jika ibu mendekat untuk berbelanja sayur dan lauk untuk makan siang, saya dan mas suami lebih konsen memilih jajan pasar yang dibawa oleh mbak penjual sayur. Hihi.

Mas suami tiba-tiba berseru, "waahhh, jajan kesukaanku nih!". Saya pun menoleh. Ternyata yang dimaksud mas suami sebagai jajan kesukaannya adalah pisang molen. Jujur, saya baru tau hari itu tentang hal ini. Hihi.

Pisang molen merupakan salah satu jenis kuliner nusantara yang termasuk satu dari sekian banyak varian jajan pasar. Harganya murah meriah, dan sangat mudah ditemukan di penjual aneka kue di tepi jalan. Saya kurang tau pasti di daerah mana saja pisang molen familiar, yang jelas kalau di Semarang pastilah hampir semua orang tau.

"Kok gak dimakan, mas?" tanya saya pada mas suami yang tak kunjung memakan pisang molennya.

"Bentar, mau difoto dulu. Kangen jepret-jepret" jawabnya.

"Yah, pisang molen kok difoto... apa menariknya?" Sahut saya setengah mencibir.

Seperti kebanyakan orang di era media sosial saat ini, kami punya kebiasaan menjepret aneka menu kuliner nusantara yang sedang kami nikmati. Bedanya, kalau saya seringkali hanya tertarik menjepret makanan-makanan yang ditata secara apik dan menarik di tempat makan yang oke. Jadi kalau cuma makan di warung tenda pinggir jalan, jarang sekali saya menjepretnya terlebih dahulu.

Mas suami yang saat kuliah sempat punya hobi fotografi, serinh ceramah panjang lebar tentang hal tersebut. Bilang bahwa saya salah besar jika mengira kuliner yang menarik untuk dijepret itu hanya kuliner-kuliner di tempat makan keren. Bilang bahwa hal sesederhana apapun bisa jadi objek jepretan yang menarik, asalkan kita pintar mencari sisi terbaiknya dan memakai teknik yang benar saat menjepret.

Nah, weekend minggu lalu itu akhirnya mas suami membuktikannya pada saya. Dengan menggunakan Asus Zenfone Laser 2 milik saya, beliau mulai mengambil beberapa gambar pisang molen.


Saat melihat hasilnya, saya nyengir sendiri. Benar-benar gak nyangka jajan pasar harga lima ratus rupiah per bijinya, bisa jadi tampak menarik setelah dijepret menggunakan Asus Zenfone.



Saya jadi penasaran, kok bisa sih bagus gitu hasil jepretannya. Kok selama ini hasil jepretan saya standar banget, padahal kualitas kamera HP saya ini sama sekali gak buruk, bahkan sudah memiliki teknologi PixelMaster Camera yang membuat gambar menjadi empat kali lebih terang (HDR Mode), empat kali lebih sensitif cahaya (Low Light Mode) dan empat kali lebih detail (Super Resolution).


Kata mas suami, itu karena selama ini saya gak pernah berusaha meng-explore fitur kamera yang telah disediakan oleh Asus Zenfone Laser 2 dengan teknologi PixelMaster Camera ini. Pakainya cuma mode auto dan beautification terus. Hehe. Padahal Asus Zenfone telah menyediakan banyak sekali fitur kamera, termasuk mode manual yang bisa diatur fokusnya, aperture-nya dan shutter speed-nya seperti kamera DSLR.


Seperti saat menjepret pisang molen tersebut, mas suami menggunakan mode manual, yang disesuaikan dengan kondisi cahaya saat itu. Dengan bantuan laser focus yang dimiliki Asus Zenfone Laser 2, yang dapat mengurangi blur saat pengambilan gambar.

Sekarang pikiran saya jadi lebih terbuka. Foto bagus sama sekali bukan ditentukan apakah objeknya sesuatu yang 'wah' atau tidak. Hal sesederhana apapun bisa jadi foto yang bagus dan menarik asalkan menggunakan teknik pengambilan yang baik.

Sepertinya sudah saatnya saya mulai belajar fotografi dengan perangkat yang saat ini saya punya dulu, yaitu Asus Zenfone Laser 2. Nanti kalau sudah pintar, mungkin upgrade perangkat menjadi Asus Zenfone Laser 3 bisa dipertimbangkan *kedipin mas suami. Haha.


Artikel ini diikutsertakan pada Blogging Competition Jepret Kuliner Nusantara dengan Smartphone yang diselenggarakan oleh Gandjel Rel

Signature

Signature